Seakan menjadi pilihan yang sangat mudah ketika sebuah pertanyaan dilontarkan ke seorang anak "Mau pilih Ijazah sekolah atau Buku Nikah" ? Dan lantas jawabannya mau Buku Nikah saja karena dianggap sah.
Hal ini tergambar dari sebuah video yang viral beberapa waktu lalu di mana terjadi perkawinan anak di bawah umur (Usia 13 tahun) di sebuah daerah di Kalimantan Selatan.
Berita yang tentu sangat memprihatinkan. Berbagai benturan antara adat atau budaya yang di anut dengan peraturan Undang Undang juga menjadi polemik yang kerap diperbincangkan.
Bicara data, angka perkawinan anak di Indonesia cukup tinggi. UNICEF- State of The World's Children tahun 2016 mencatat bahwa perkawinan anak di Indonesia menduduki peringkat ke-7 tertinggi di dunia.
Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2015 mendata perkawinan anak usia 10-15 tahun  terjadi sebesar 11 persen. Sedangkan perkawinan anak usia 16-18 tahun sebesar 32 persen.
Beberapa faktor diantaranya dari sisi pendidikan, ekonomi, sosial dan agama menjadi penyebab mendasar bagaimana perkawinan anak itu terjadi. Berikut ulasannya:
1. Pendidikan
Rendahnya Latar pendidikan orang tua anak biasanya berpotensi sekali untuk  menikahkan anaknya sebelum usia 18 tahun.
Ditambah minimnya informasi dan ilmu bagaimana menerapkan pendidikan seksual dan kesehatan organ reproduksi membuat anak rentan hamil sebelum menikah.
Hal ini berakibat pada komplikasi kehamilan dan kelahiran dan resiko tinggi kematian pun bisa terjadi.
2. Ekonomi