Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dan Pintu Surga Terbuka

4 Juni 2019   05:03 Diperbarui: 4 Juni 2019   05:45 2011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahfud mengendarai sepeda motornya dengan penuh kemarahan .

Mengendarai di bawah terik sinar matahari yang memanggang isi helm sudah cukup untuk menghanguskan rasa kemanusiaan siapa pun juga.

Mahfud berpikir tentang germonya. Bukan germo dalam pengertian yang sebenarnya. Itu hanya sebutan Mahfud untuk nyonya pemilik sepeda motor yang disewanya. Mahfud menganggapnya sebagai 'germo'. Setiap hari para tukang ojek wajib membayar setoran berdasarkan kesepakatan.

Pembayaran harian Mahfud adalah lima puluh ribu, tidak boleh kurang satu sen pun. Nyonya Germo tidak pernah mau mendengar alasan apa pun juga. Dia pernah mengatakan bahwa dia tidak akan mau menerima setoran kurang dari yang sudah ditetapkan, bahkan jika tukang ojek menyelamatkan Nora, putrinya yang cantik dari neraka.

Panas matahari siang itu seperti pintu neraka yang dibiarkan terbuka. Tentu saja Mahfud belum pernah ke neraka, dan dia tak pernah bercita-cita untuk jadi penghuninya.

Meskipun angin berkesiur saat dia melaju di jalan raya, badannya tetap saja basah kuyup oleh keringat. Sejak pagi baru terkumpul dua belas ribu dan sekarang sudah lewat tengah hari. Tanpa sadar dia melirik arloji di tangan kirinya, warisan ibunya sepuluh tahun lalu.

Jarum pendek yang menunjukkan angka enam dn jarum panjang pada angka dua belas seperti tanda seru yang mengingatkannya bahwa dia belum punya uang untuk mengganti baterainya.

Dia menghela nafas panjang ketika melihat seorang perempuan berbokong besar melambaikan tangan. Seorang anak kecil bersamanya. Bobot perempuan itu sangat mungkin akan membuat ban belakangnya gembos dan ingin mengabaikannya, tapi dompetnya yang tipis memaksa sepeda motornya melambat dan meluncur ke tepi.

"Tolonglah, saya tidak punya uang. Bisakah Abang mengantar saya ke Pasar Baru? Tuhan yang akan membayar kebaikan Abang."

Mahfud memandang tubuh gendut perempuan dengan tatapan kejam. Memangnya dia siapa?

Dia mendesis dan mengengkol starter dengan injakan keras dan melaju kencang berusaha mengiris kemacetan kota yang sibuk. Di satu titik, dia melihat seorang gadis sedang menyeberang di tengah jalan dan mengira gadis itu akan terus melangkah. Jadi, Mahfud tak mengurangi laju tunggangannya. Pada detik terakhir, dia terpaksa harus mengerem karena sosok itu tampak diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun