Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cuwekbebek

28 Mei 2019   15:42 Diperbarui: 29 Mei 2019   11:08 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kantuk menyerang dengan trengginas. 

"Terima kasih telah datang."

Memangnya bos memberi pilihan lain? Biarpun undangan rapat dimulai dengan ucapan selamat sore dan penuh dengan basa-basi standar perusahaan, pesan yang tersirat adalah 'Datang atau dipecat'.

 Jadi aku di sini.

"Saya sudah mengundang Nia dari pemasaran. Dia akan mempresentasikan produk inovatif terbaru kita. Benar-benar ide yang out-of-the-box. Diluncurkan minggu lalu, bukan begitu, Nia?"

Perempuan berambut pendek berkemeja putih dengan rompi dan rok mini biru angkatan laut Somalia itu menganggukkan kepalanya. Bibirnya menyeringai membentuk senyum yang menyalakan bara di dada - atau di celana - para pria, lalu mengutak-atik laptop yang lebih kecil dari smartphone milikku.

"Betul Nia, saya pikir saya berbicara mewakili seluruh tim menyampaikan kami bersemangat karena pencapaian terendah untuk produk terpenting kita ini."

Apa? Apakah telingaku salah menangkap bunyi? Tapi mengapa gerakan tangan bos bergerak-gerak ke bawah? Apakah bos sedang berlatih Poco-poco? Rasanya aku mendengar 'Maumere' dan mulutku mulai ikut bernyanyi 'Putar ke kiri...'- oh, lebih baik berpura-pura fokus untuk saat ini.

"... sangat senang Anda mengundang, Kevin. Saya akan menampilkan Power Point. Tolong lampunya diredupkan. Cukup. Terima kasih."

Nia bermain-main dengan kalimat-kalimat abstrak terdiri dari kata-kata kosong yang tak berarti apa-apa, diikuti singkatan tiga huruf. Saat itulah aku melihat balon komik berwarna abu-abu terang menggelembung dari bibirnya, menggelantung menutupi rompi. Laptop mungilnya berubah menjadi pistol yang menari-nari di jemari tangannya. Meja rapat yang terbuat dari kayu mahoni berubah menjadi kolam lumpur.

Aku menatap ngeri ketika pistol itu mengarah ke mukaku, membuatku duduk tegak dan terkesiap. Di belakang Nia aku melihat sosok berjubah hitam membawa sabit bergagang panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun