Mohon tunggu...
Agung Wibawanto
Agung Wibawanto Mohon Tunggu... -

Tidak semua orang bisa menjadi penulis hebat, namun seorang penulis hebat bisa berasal dari mana saja... Saya selalu meyakini itu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sinetron "Dunia Terbalik" dan Bisnis TKW di Indonesia

16 Januari 2017   22:36 Diperbarui: 4 April 2017   17:03 9880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinetron Dunia Terbalik. Lensaremaja.com

"Dunia Terbalik". Sinetron baru yang disiarkan RCTI termasuk mengangkat ide cerita yang berbeda dari yang lain. Di sebuah desa di daerah Jawa Barat, dikisahkan hampir seluruh penduduknya berisi laki-laki semua. Mengapa? Karena kaum perempuannya bekerja ke luar semua, ada yang di dalam negeri juga banyak yang keluar negeri menjadi TKI. Perginya kaum perempuan untuk bekerja keluar menyebabkan terjadinya perubahan sosial di desa tersebut Inilah yang menjadi tema utama dari sinetron Dunia Terbalik.

Tidak semua setuju jalan pikir menjadi TKI. Beberapa yang tidak setuju disebabnya memiliki pengalaman buruk yang menjadi trauma. Sedikit pula yang berprinsip bahwa suamilah yang seharusnya bekerja untuk istri dan anak-anaknya. Akum, Idoy, Acep dan Dadang adalah tokoh utama dalam cerita yang kesemua istrinya bekerja menjadi TKW. Sementara mereka sibuk mengurusi rumah dan anak, belanja, masak, mencuci, dan sebagainya. Para suami hanya mengandalkan “kiriman” dari istri melalui ATM, tanpa bekerja apapun.

Sikap dan sifat merekapun mirip ibu-ibu rumah tangga umumnya yang suka ngerumpi, bergunjing (sambil mencuci di sungai), arisan bahkan saling menyombongkan kekayaan masing-masing. Hanya seorang mungkin yang merasa dirinya “waras” yakni Engkos atau Koswara. Ia berniat untuk bekerja meski hanya ngojek dan tidak mengijinkan istrinya menjadi TKW, meski si istri sendiri sangat ingin pergi karena tergiur mendapat gaji besar dan kehidupan merekapun sedang susah.

Dari sisi religinya, sinetron ini juga dengan sangat pas “menyindir” tokoh yang sangat ingin dipanggil ustadz padahal tidak memiliki bekal ilmu agama sedikitpun (mungkin hanya menang pengalaman karena sudah uzur), yakni Pak Kemen yang memiliki seorang anak bernama Sabri (berperan sebagai preman kampung). Drama dan konflik ini yang tersajikan ke hadapan pemirsa, lucu, kocak, menggelitik, kadang menjengkelkan dengan logika-logika yang serba terbalik. Tipikal dagelan orang desa (ngebodor).

Sebenarnya ada sosok lain dalam sinetron ini yang selalu muncul namun bukan sentral, sehingga sepertinya tidak terlalu diperhatikan, yakni bu Yoyoh. Saya menduga, justru sutradara bermaksud menempatkan bu Yoyoh untuk menyampaikan isi pesan sinetron. Namun agar penonton lebih terhibur dengan kelucuan-kelucuan, maka Yoyoh menjadi tidak sentral. Yoyoh diceritakan sebagai orang yang mencari dan merekrut calon TKW. Dialah yang meyakinkan warga agar mau menjadi TKW dengan iming-iming gaji besar

Pekerjaan bu Yoyoh ini sangat menjanjikan dalam artian bisa mendapat bonus besar tanpa harus capek-capek kerja ke luar negeri. Bisa dikatakan ia “berbisnis” tenaga kerja. Pertama ia mendapat uang jaminan dari calon TKW, bila tidak diterima akan dikembalikan separuh dan jika diterima (diberangkatkan) maka tidak kembali. Selanjutnya, dari per TKW bu Yoyoh akan mendapat bonus dari agen sebelum masuk ke PJTKI. Di saat suami mendapat kiriman dari istri, ia juga dapat bagian. Istri pulang mendapat cuti juga dikasih, bahkan saat TKW diberhentikanpun dan dikembalikan pulang, bu Yoyoh meminta bagiannya.

Mungkin penonton bisa tertawa dan terhibur menonton tingkah polah para tokoh sinetron sambil istirahat malam di rumah. Entah berapa banyak penonton yang menyimak dialog antara seorang ibu dengan anak perempuannya yang dibujuk Yoyoh menjadi TKW. Ia ingin meyakinkan anak perempuannya bahwa menjadi TKW itu tidak mudah, dan bekerja itu tidak harus menjadi TKW. Ia mengingatkan betapa banyak kasus-kasus menyedihkan yang menimpa TKW, diperkosa dan pulang membawa anak, dihukum penjara, disiksa, dibunuh, belum lagi jika ada agen atau PJTKI yang nakal menipu, dan sebagainya.

Ini merupakan kisah nyata. Yang menjadi pertanyaan, mengapa jalan seperti ini yang harus mereka pilih? Tuntutan hidup, sekadar tergiur iming-iming gaji besar, atau karena tren? Istri bekerja hingga keluar negeri menjadi pembantu rumah tangga, sementara suami tanpa bekerja dan hanya mengurus rumah dan anak. Sepertinya faktor ekonomi keluarga yang menjadi konflik utama, lantas tanggungjawab siapa? Sebagai kepala keluarga, suami memikul tanggungjawab mencari nafkah, karena disanalah harkat dan martabat seorang suami.

Bukan berarti kaum perempuan ataupun istri dilarang bekerja, silahkan saja. Tapi seperti yang disampaikan Febi, anaknya Akum dalam sinetron, yang mengatakan, “Ibu bekerja untuk Febi, bukan untuk bapak!” Sebuah kalimat dialog yang sangat menohok dan menyindir kaum suami yang tidak bekerja. Atau yang dikatakan Koswara bahwa mencari nafkah untuk istri adalah salah satu yang harus dia pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, kelak. Sayang memang, pesan-pesan penting ini kadang porsinya sedikit dan terbungkus oleh dialog-dialog dagelan, sehingga luput dari perhatian penonton.

Hal penting lainnya berkait soal “bisnis” TKI itu sendiri. Saya sungguh khawatir TKI dijadikan barang komoditas, namu saya belum berani untuk mengatakan sebagai bentuk perdagangan manusia (human trafficking), sepanjang mereka bekerja secara legal. Laporan humantrafficking.org yang mengatakan bahwa 43-50% TKI di luar negeri adalah korban dari praktik human trafficking tentu sangat mengejutkan. Mayoritas TKI adalah perempuan dan menjadi pekerja domestik (PRT). Angka pemerkosaan terhadap TKW meningkat pesat sejak tahun 2010 dan Malaysia termasuk negara dengan angka pemerkosaan TKW tertinggi setelah Timur Tengah

Pelayanan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) sangat berperan terhadap praktik human trafficking, terutama menggunakan jalur-jalur ilegal. Kebanyakan TKW biasanya juga tidak diinformasikan perihal legalitas mereka di negara penerima. Inilah sebabnya TKW menjadi rentan terhadap tindak kriminal dan segala perlakuan tidak menyenangkan di sana. Karena itu pula, keberadaan mereka juga kerap tidak diketahui baik oleh KBRI maupun negara penerima, sehingga menyulitkan proses perlindungan. Jika pengiriman TKI melalui jalur ilegal maka seharusnya sudah bisa dikategorikan kejahatan human trafficking yang selayaknya mendapat perhatian seluruh pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun