Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gerakan Emak-Emak "Zaman Now", Berkah atau Kutukan bagi Perempuan Milenial?

8 Maret 2019   01:12 Diperbarui: 8 Maret 2019   11:42 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tanggal 08 Maret. Momen ini memberi spasi untuk merefleksikan perempuan secara khusus.

Kedudukan perempuan dalam kehidupan sosial sangat penting. Hadirnya perempuan semakin memperjelas identitas laki-laki bahwa ada perempuan sebagai ada yang lain di luar dirinya. Laki-laki mampu melihat diri dalam ada yang lain meski berbeda jenis kelaminnya. 

Namun, secara pribadi keduanya dikatakan sama sebagai "animal rationale". Dalam bahasa agama laki-laki dan perempuan adalah ciptaan Tuhan.

Keberadaan perempuan mampu meredam tendensi berkuasa dalam diri laki-laki. Ada fenomena, bahwa laki-laki selalu mendominasi keberadaan perempuan. Untuk itu, muncul berbagai gerakan pemikiran feminisme yang merusak tatanan kenyamanan di tangan laki-laki.

Sejarah masa lalu menjadi beban beraroma duka bagi perempuan. Betapa tidak peran dan kedudukan mereka dalam masyarakat dinomorduakan. "Nothing special", menjadi dasar dari sejuta argumen yang mematahkan "tangga" perempuan dalam memasuki ruang publik. Seperti sudah ditakdirkan bahwa menjadi perempuan selalu disalahkan. Hal ini menjadi momok yang meruntuhkan mental mereka dalam menyuarakan aspirasinya ketika melawan ketidakadilan yang terjadi.

Faktor strata sosial seringkali menjadi seperti seorang ibu yang tak memiliki hati keibuan. Terlepas dari strata sosial yang tidak memberi ruang terhadap perempuan, ada gerakan-gerakan yang mampu mengimbangi kedudukan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bersama.

Duka Perempuan
Dalam masyarakat India sebagian besar orang masih menganggap perempuan sebagai beban keluarga. Dalam pernikahan di India, baik arranged married (perjodohan) maupun love married (cinta), perempuanlah yang melamar laki-laki. Hal ini menjadi beban bagi perempuan dalam membangun hidup berkeluarga. Beban berat semakin terjadi ketika laki-laki menetapkan mahar belis yang besar.

Pilihan hidup tidak menikah menjadi jalan untuk menghadapi persoalan ini. Kebanyakan mereka yang berada dalam kasta terendah menerima andil dari ketetapan yang berlaku. Tampak bahwa uang menjadi segala-galanya. Strata sosial seperti berada di bawah kendali uang. Cinta seperti kehilangan makna ketika sebuah pernikahan harus dibeli.

Dalam kehidupan di sekitar kita ada banyak faktor yang seringkali melumpuhkan dan memupuskan keinginan dan mimpi perempuan. Ketetapan budaya dalam menetapkan mahar yang tinggi sering memisahkan jalinan cinta untuk hidup bersama.

Kecacatan fisik, ekonomi, sosial menjadi faktor pendukung yang seolah-olah "melegalkan" adanya pembagian kelas sosial. Perempuan selalu menjadi orang kedua. Tak ada yang istimewa dari kepribadian mereka ketika berhadapan dengan faktor-faktor tersebut.

Tidak ada seorang pun yang mampu menjangkau kesempurnaan cinta jika masih tinggal dalam keegoisan dan kekakuhan oleh karena kebudayaan yang lama. Cinta rela mengorbankan kedudukan, kenyamanan, dan kebebasan hidup. Karena sesama adalah lyan kita yang lain maka undangan untuk menerima orang lain dalam sebuah kedudukan yang sama merupakan sebuah kewajiban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun