Mohon tunggu...
Astrid Ayu Septaviani
Astrid Ayu Septaviani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Muslim, Seorang Perempuan, Seorang Anak, Seorang Adik, Seorang Karyawan, Seorang Mahasiswa, Seorang Teman, dan Seorang Tante dari 3 pengacau kecil. Seorang Pengagum Maria Eva Duarte ( Evita Peron ) semenjak SMP. Evita buat saya simbol kekuatan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Lima Tahun Lapindo, Apa yang Terjadi??

28 Mei 2011   02:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:08 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua Puluh Sembilan Mei 2006, Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan luapan lumpur. Sebuah luapan yang tak biasa, akibat dari kegiatan pengeboran yang dilakukan dibawah tanggung jawab PT.Lapindo Brantas Inc. Setiap pakar memiliki definisi, teori, pendapat dan keyakinan berbeda dalam menyampaikan penyebab munculnya luapan lumpur. Mulai dari adanya kesalahan pengeboran yang tak sesuai dengan standart operating procedure pengeboran, adanya keterkaitan kondisi geologis sebagai dampak Gempa Yogya, hingga kombinasi antara dampak Gempa Yogya dan kesalahan prosedur.

Apapun penyebabnya, luapan lumpur telah memberi dampak yang besar. Tergenangnya 16 desa di 3 kecamatan yang meliputi Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi lebih dari 8.200 jiwa, dan tak kurang dari 25.000 jiwa mengungsi. Setidaknya 10.426 unit rumah dan 77 unit Rumah Ibadah terendam lumpur.

Bukan hanya rumah warga, lahan dan ternak pun tak luput dari terjangan lumpur. Sekitar 30 pabrik yang tergenang, terpaksa menghentikan aktivitas produksinya dan merumahkan 1.873 tenaga kerja. Dampak lainnya adalah tidak berfungsinya sarana pendidikan ( SD, SMP ), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur ( jaringan listrik dan telepon ).

Rusaknya lingkungan pada wilayah yang tergenangi lumpur, termasuk areal persawahan, menyebabkan banyak petani kehilangan mata pencaharian. Amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur mengakibatkan pipa air milik PDAM Surabaya patah. Pipa gas milik Pertamina pun terkena imbasnya. Pipa meledak dikarenakan penurunan tanah akibat tekanan Lumpur, dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam.

Para pakar yang meneliti mengatakan, udara di sekitar kolam penampungan lumpur lapindo sudah melebihi ambang batas normal. Ini tentu saja menyebabkan penurunan kesehatan warga sekitar bahkan bisa berdampak pada kematian. Warga di luar Porong juga harus menikmati dampaknya. Setiap warga yang melintasi daerah Porong menghabiskan waktu setidaknya 1 jam lebih lama akibat kemacetan di jalur-jalur alternatif yang melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong, serta jalur pantura. Selain warga, Pengusaha transportasi pun merugi akibat pengalihan jalur alternatif yang lebih jauh, dan perjalanan yang lebih lama karena macet.

Hingga kini, kecemasan warga sekitar setiap kali tanggul penahan lumpur jebol, menyebabkan warga melakukan jam malam untuk mewaspadai bila luberan lumpur tiba - tiba menyerang pemukiman warga. Satu yang tak kalah penting adalah anak - anak yang kehilangan tempat bermain. Lumpur telah merenggut masa bermain anak - anak secara paksa.

Lemahnya Perpres 14 Tahun 2007 yang kemudian direvisi dengan Perpres 48 Tahun 2008 dianggap tak mempercepat proses pembayaran. Kita ketahui, pembayaran ganti rugi sebagian diambil dari APBN dan sebagiannya lagi dibayarkan oleh PT.Lapindo Brantas. Awal Maret lalu, Panitia Khusus ( Pansus ) Lumpur DPRD Sidoarjo dibentuk dengan masa kerja 6 bulan. Pansus ini yang nantinya akan membantu menyelesaikan permasalahan ganti rugi korban lumpur baik di dalam peta terdampak maupun yang belum termasuk peta terdampak lumpur.

Diharapkan Pansus juga akan mengangkat permasalahan HAM yang secara kasat mata bisa kita temukan. Mengacu pasal 9 ( 3 ) UU No.39/1999 : "Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat". Para pakar telah mengatakan dengan jelas pada berbagai media bahwa udara dan hydrocarbon telah berada di luar ambang batas. Seharusnya ambang batas emisi yang bisa diterima adalah 500 ppm, sedangkan yang ditemukan mencapai 115000 - 441200 ppm.

Namun pelanggaran yang utama adalah pasal 28 H ( 4 ) UUD 1945 amandemen IV : "Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun". Rumah warga dan harta bendanya yang terendam tak boleh diabaikan, terlepas apakah ini bencana alam atau kesalahan manusia.

Kini 5 tahun sudah, lumpur itu menjadi perbincangan. Semoga tak hanya diperbincangkan, semoga Pansus tak hanya sekedar menjadi Pansus seperti kasus Century. Lebih dari itu, adanya kejelasan pelunasan ganti rugi, adanya keseriusan membawa kasus pelanggaran HAM ke ranah hukum sebagai bukti kepedulian dan keadilan dari Pemerintah.

Melalui media beberapa hari yang lalu, ratusan warga korban lumpur memblokir dan menutup sepanjang jembatan porong  yang merupakan akses ke Pasuruan dan Malang. Banyak kendaraan yang terjebak, maju salah mundur juga tak mungkin. Sungguh mereka telah bosan dengan janji, sungguh cukup lumpur dan PT.Lapindo saja yang menyusahkan mereka, jangan ditambah dengan siksaan Pemerintah karena ketidak tegasannya dalam melindungi warga negaranya yang nyata - nyata merupakan tugas utama mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun