Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gelagat, Hikmah, dan Pemaknaan

14 Agustus 2019   07:42 Diperbarui: 14 Agustus 2019   09:42 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Setiap realita memiliki vibrasi". Demikian sekali waktu kubaca disebuah status atau statement yang demikian bunyinya itu di Facebook.Saya memahaminya vibrasi adalah suatu gebyar atau signal kehadiran sesuatu realita. 

Sinar memancar atau gebyar itu bukan sumbernya, tetapi berasal dari sumbernya. Realita itu bisa sesuatu yang tunggal saja seperti Roh Agung Hyang Maha Tunggal. Tetapi bisa sesuatu dalam kebersamaan sehingga merupakan Peristiwa. 

Maka Peristiwa bisa memberi tanda-tanda, gejala, sebelum atau disaat kehadirannya, bisa memberi vibrasi yang baru bisa tertangkap sesudahnya. Itulah hikmah. Maka kita dapat menangkap, merasakan vibrasi realita dan peristiwa dalam gelagatnya, dalam signal-langsungnya, atau hikmahnya. Peristiwa dapat dirasa, ditangkap kehadirannya, gelagatnya, vibrasi langsungnya, maupun hikmahnya. Dengan itu manusia bias merasakan gelagat, bisa menikmati kehadirannya, bisa merasakan pula hikmah dari peristiwa dan pemikiran orang2 zaman dahulu untuk memahami peristiwa dari lainzamannya.

Selanjutnya Pesan Peristiwa atau Peristiwa Berpesan pun mengundang interpretasi dan pemaknaan yang ditentukan oleh kepentingan dan sudut pandang para pemakna. Disini peran manusia akhirnya yang "menentukanharga".

Dari sisi lain tampak bahwa Gelagat, Hikmah dan Pemaknaan yang benar dapat menangkap yang hakiki dan bernilai abadi. Demikian sehingga keluasan pandang membuat saya bertanya-tanya tidakkah sebenarnya bahwa Sejarah itu hanya berulang saja.

Akibat dari keterlambatan tayang di Kompasiana karena hal teknis saya mempunyai gagasan tangkapan peristiwa yang saja tulis pada tanggal 25 Juli yang lalu.  Dengan judul: "Filosofi Jawa Kuno" sbb :

Resep hidup kuno jawab Problem milenia. Seperti sudah dipaparkan oleh PDIP tentang filosofinya pidato kemenangan Jokowi-Makruf, itu filosofi Jawa yang masih tetap actual. Begitupula mengikuti berita tentang pertemuan Prabowo Subiyanto dengan Megawati Sukarnoputri, bisa terbaca masih dihayatinya filosofi Jawa.

Pada tanggal 18 Juli 2019, saya menulis di Kompasiana tentang Harmonisasi Bangsa, yang saya tutup sebagai harapan dengan kalimat ini : Move-on kearah Harmoninya dinamika bangsa!. Menyeluruh, meluas, dan mendalam pada perorangannya. Harmonisasi pada semua sudut pandang/perspektif akan membuahkan integralitas yang sangat potensial/serba bisa, luwes, terbuka. Dalam move-on harmonis. 

Hari berikutnya saya baca di Kompascom: Pengamat politik dari Universitas Indonesia Aditya Perdanamenilai, pertemuan antara Ketua Umum PDI Perjuangan dan Ketua Umum PartaiGerindra Prabowo Subianto menunjukkan bahwa politik di Indonesia "dinamis". Megawati dan Prabowo bertemu di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, JakartaPusat, Rabu (24/7/2019) siang.

Sebenarnya pada saat kampanye Pemilu dari zaman orde baru, saat partai politik demi pengendalian diperas jadi empat kekuatan sospol : Golkar, PPP, PDI, ABRI. Juga terjadi ketegangan diantara masyarakat pendukung. 

Sebagai seorang aktivis partai saatitu sungguh merasakan dan mempelajari ketegangan-2  itu disebagian besar wilayah cepat terselesaikan karena eksponen dan aktivis partai dan golkar bersama ABRI, padadasarnya memiliki kedekatan social karena adanya hubungan primordial yang lama. Tetapi ketika sentiment agama dibeberapa wilayah tertentu ketegangan itumemang susah diredakan.

Salah satu tali silaturahmi adalah serasa seperasaan sentiment yang filosofis. Bila Bung Karno memandang sangat implementatif, menemukan istilah Gotong Royong, disini saya masih mengajak berhenti dahulu pada ide filosofis timur. Pancasila seutuhnya menjadi rumusan yang merangkum wawasan Nusantara bukan hanya Jawa saja. 

Demikianlah pertemuan Megawati Sukarnoputri dengan Prabowo Subiyanto bin Djojohadikoesoemo, lantang dinyatakan "demi Persatuan Bangsa" adalah istilah yang sangat mengena menjawab tantangan bagi kita semua paska Pilpres. 

Dan diberitakan bagaimana keakraban Ibu Megawati Sukarnoputri dengan "Mas Prabowo" serta politik nasigorengnya. Bakhan pertemuan itu masih ditandai dengan pengiriman lukisan Bung Karno naik kuda, dari Mas Prabowo kepada Ibu Megawati.

Memang hidup itu Nyala mungkin pelita mungkin obor mungkin spotlight, menerangi sekelilingnya. "Uripiku Urub".(Hidup itu nyala api). Asalkan memang Hamemayu Hayuning Bawana, membangun keselamatan, kesejahteraan, dan memberantas kejahatan. 

Dengan kerendahan hati menghadapi segala masalah penuh percaya diri mengenal kelebihan dan kekurangannya, dan berserah diri pada Tuhan tanpa kehilangan usaha dan upaya. Karena memang penyelarasan sesuai kepatutan, itu Harmonisasi pada semua sudut pandang/perspektif yang akan membuahkan integralitas kepribadian yang sangat potensial/serba bisa, luwes, terbuka. 

Mengingat kadang sentiment agama bagian dari SARA terbawa-bawa, saya ingin mengangkat kembali tulisan lama dari Rekan Muhammad Armand berjudul "Kepada Nasrani Sejati". Pada mulanya saya tertarik dengan judul"Kepada Narani Sejati". Karena saya seorang nasrani, bertanya-tanyalah saya :Bagaimana seorang Muhammad Armand memandang kesejatian nasrani itu? Dua kalipuisi itu saya baca. Saya menemukan sebuah citarasa penulis Islam Sunni, dari Mandar yang bertemu dengan seseorang, yang dia sadari sepertinya orang itu tidak melihat bahwa Armand seorang Islam. Terjadi dialog. Singkat, dalam puisi. Dan itu yang saya temukan sebagai jawaban pertanyaan saya dimuka. "PertemuanCita Rasa dengan Cita Rasa dapat menunjukkan kesejatian pribadi, apalagi akan mengarah kepada suatu bentuk Karsa Nyata serasi dan sejalan". Itu terlukis di Puisi itu. Penghayat filosofi-rasa memang memiliki biasanya kepekaan tersendiri, yang menemukan reaalita "kesejatian" yang tak segera terdeteksi oleh orang lain. Kesejatian itu tidak terdefinisi tetapi dialami dan diakui.

Saya teringat akan kisahcerita / omongan, yang sekarang tak jelas lagi kapan dimana bagaimana bentukkatanya tetapi ada kesan / pesan bahwa seorang budayawan kristiani Romo Mangunwijoyo pr mengatakan tentang Gus Dur sebagai seorang kristiani sejati dan Gus Dur mengatakan Mangun seorang Islam sejati.  Ada citarasa Mangun yang berpaut dengan Citarasa Gus Dur. Mereka mengalami kesejatian masing-masing. Kesejatian pribadi, kepribadian manusia sejati yang mungkin "mengarah" pada"keesaan", simplicity, integritas yang kendati pribadi tetapi menjadi hamper samadekat dengan kesempunaan. Ini sesuatu yang sulit didefinisikan tetapi bias dialami. Mungkin pula serupa pengalaman Muhammad Armand yang bertemu dengan seorang nasrani di puncak Makale itu.

Demikian itulah keselarasan, keseimbangan dalam filosofi Jawa seperti yang di-implementasikan dalam pidato Jokowi-Makruf, seperti yang saya singgung adanya kedekatan primordial saat itu antar eksponen partai, seperti yang di babarkan oleh pertemuan Ibu Megawati dan Pak Prabowo, dapat membawa kepada Harmonisasi pada semua sudut pandang/perspektif tentu akan membuahkan integralitas yang sangat potensial/serba bisa, luwes, terbuka.  Itu juga dihayati oleh seorang penulis @MuhammadArmand, Mangunwijaya dan Gusdur.

Sekedar catatan permenungan saat ini terbawa oleh peristiwa2 bangsa. Maafkan bila ada yang kurang pas,Tetapi tolong terima salah hormatku. Ganjuran, 25 Juli 2019. EmmanuelAstokodatu.

Sebuah tanyangan RCTI mengalami tayang ulang tg 4Agustus yang lalu karena rupaya membawa pesan yang masih harus di masyarakatkan yaitu yang berjudul : Mau kemana 212 .......,yang berfokus pada Peristiwa Pertemuan Prabowo Capres 02 dengan Jokowi Capres 01, dan Prabowo dengan MegawatiSukarnoputri.  Tayangan ini yang mendorong saya menulis ini.

Sekali lagi tolong terima salam hormatku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun