Mohon tunggu...
Aspianor Sahbas
Aspianor Sahbas Mohon Tunggu... profesional -

alumni pascasarjana Jayabaya,bekerja di Indonesia Monitoring Political Economic Law and Culture for Humanity (IMPEACH)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tarik Ulur Penyusunan Kabinet

23 Oktober 2014   12:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:02 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tarik Ulur Penyusunan Kabinet

Oleh : Aspianor Sahbas

Setelah dilantik menjadi Presiden, tugas mendesak yang harus segera dilakukan oleh Jokowi adalah menyusun atau membentuk kabinet. Pembentukan kabinet adalah amanat konstitusi. Hal ini terkait dengan kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang mengharuskannya untuk mengangkat kabinet yang kelak akan bertugas untuk membantu Presiden dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan.

Sebagaimana keinginan Jokowi yang ingin segera bekerja setelah dilantik menjadi Presiden, maka sejak jauh-jauh hari Jokowi telah membentuk tim transisi. Tim ini ditugasi untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan peralihan kekuasaan. Termasuk menyiapkan postur kabinet dan menginventarisasi orang-orang yang akan mengisi jabatan di kementerian atau kabinet yang akan dibentuk.

Logikanya, dengan telah dibentuknya tim transisi dengan waktu kerja yang cukup lama untuk mempersiapkan peralihan kekuasaan, maka setelah dilantik mestinya Presiden Jokowi dapat segera mengumumkan susunan kabinetnya kepada publik. Namun demikian, sampai hari ketiga sejak dilantik Presiden Jokowi belum juga mengumumkan komposisi kabinetnya. Timbul pertanyaan, ada persoalan apa dibalik lambatnya Presiden Jokowi mengumumkan komposisi kabinetnya?

Dalam UUD 1945 Pasa 17 ayat (1) diketahui bahwa kedudukan menteri adalah sebagai pembantu Presiden. Persisnya berbunyi; Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Kemuadian dalam ayat (2) dikemukakan bahwa; Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Dari ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) tersebut dapat dipahami bahwa kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri adalah sepenuhnya kewenangan Presiden. Dan para menteri yang diangkat itu hanyalah sebagai pembantu Presiden dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan.

Dengan mengacu pada ketentuan dalam UUD 1945 tersebut, mestinya Presiden mempunyai kewenangan penuh untuk mengangkat atau memberhentikan para menteri atau anggota kabinetnya. Kewenangan penuh untuk mengangkat anggota kabinetnya inilah yang dikenal dengan istilah hak prerogatif Presiden.

Akan tetapi, dalam praktiknya hampir dapat dipastikan bahwa dalam menyusun kabinet banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Sehingga Presiden tidak bisa mengambil sikap secara bebas dan mandiri. Apalagi terpilihnya Presiden Jokowi bukanlah semata-mata karena perjuangannya sendiri. Jokowi terpilih menjadi Presiden karena dicalonkan dan didukung oleh empat kekuatan partai politik yaitu PDI-Perjuangan, PKB, Partai NasDem, dan Partai Hanura. Dari empat kekuatan partai politik tersebut, PDI-Perjuangan di bawah kepemimpinan Megawati Soekarno Putri lah yang memiliki saham mayoritas atas kemenangan Jokowi.

Dalam konteks ini, tidak bisa dihindari, sebagai Presiden Jokowi banyak berhutang budi pada PDI-Perjuangan. Oleh sebab itu, setiap keputusan Jokowi untuk mengangkat para anggota kabinetnya harus mendapat restu dari pimpinan PDI-Perjuangan Megawati Soekarno Putri. Inilah faktor utama yang membuat lemahnya posisi Jokowi sebagai Presiden dalam mempercepat proses penyusunan kabinet.

Selain itu, faktor Wakil Presiden Jusuf Kalla juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena bagaimana pun sebagai Wakil Presiden, Jusuf Kalla juga berperan besar dalam menentukan kemenangan Jokowi.Jika Jusuf Kalla tidak dilibatkan dalam penyusunan kabinet dampak politiknya akan sangat besar. Bisa saja dalam pemerintahan Jokowi akan ada dua matahari kembar yang dapat mengganggu jalannya roda pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan Jokowi tidak bisa berjalan sendiri. Bagaimana pun Jokowi pasti membutuhkan Jusuf Kalla jika pemerintahannya tidak mau berjalan timpang.

Di samping itu juga, walaupun tidak diatur dalam konstitusi, namun sebagai konsekuensi dari keinginan Jokowi untuk membentuk pemerintahan yang bersih Jokowi telah melibatkan KPK dan PPATK untuk memverifikasi nama-nama calon anggota kabinet. Tujuannya tidak lain adalah agar menteri-menteri yang diangkat bersih dari indikasi korupsi.Sehingga dikemudiam hari tidak ada lagi menteri-menteri korup yang berada dalam pemerintahannya. Pemerintahannya benar-benar bersih dan jauh dari prilaku korupsi.

Seperti diketahui, setelah Jokowi menyerahkan 43 nama calon menteri ke KPK dan PPATK ternyata ada beberapa orang yang mendapat coretan merah dan kuning. Mereka-mereka calon menteri yang mendapat coretan merah dan kuning oleh KPK direkomendasikan untuk tidak diangkat sebagai menteri.

Adanya beberapa calon menteri yang direkomendasikan untuk tidak diangkat ini, membuat Presiden Jokowi harus menginventarisir nama-nama baru yang bebas dari indikasi korupsi. Akibatnya pengumuman kabinet pun jadi tertunda.

Jadi, lambatnya pengumuman komposisi kabinet oleh Presiden Jokowi ini tidak terlepas dari adanya tarik ulur antar berbagai kekuatan politik yang ada di lingkaran Presiden. Selain adanya faktor dilibatkannya lembaga KPK dan PPATK dalam “menyeleksi” para calon menteri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun