Mohon tunggu...
Asep Jahidin
Asep Jahidin Mohon Tunggu... Pengamat Sosial -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Situasi Anak di Sekolah dan Lumpuhnya Pengawasan Orang Dewasa

27 Juli 2018   16:35 Diperbarui: 27 Juli 2018   17:08 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dunia Pendidikan kita kembali mendapat musibah. Baru baru ini seorang siswi SMA,  Hn di Mojokerto mengalami kelumpuhan setelah mendapat hukuman scot jam oleh seniornya tidak berselang lama disusul dengan peristiwa perkelahian antar teman sebaya anak SD di Garut hingga meninggal pemicunya hanya  gara gara masalah terkait buku pelajaran. Di tengah upaya keras pembenahan pendidikan, kedua peristiwa yang terjadi berdekatan waktu ini adalah bencana sosial yang sangat ironi dan memilukan.

Dua kata kunci yang bisa kita jadikan perhatian khusus dalam peristiwa ini yaitu hukuman fisik dan kewenangan (atau bisa berubah menjadi kesewenang wenangan) yang dimiliki oleh sesama siswa. Dua hal ini menjadi krusial karena potensial untuk memicu pelaku dan potensial menimbulkan korban seperti yang dialami oleh Hn anak SMA yang mengalami kelumpuhan di Mojokerto dan FNM anak SD yang tewas di Garut tersebut dan telah banyak pelaku maupun korban pada peristiwa lainnya. Dari mana kekuasaan untuk menghukung secara fisik ini didapat oleh anak anak sekolah itu serta situasi sosial seperti apa yang telah membuat anak anak ini memiliki "kewenangan" untuk menyiksa sesama murid.

Sebenarnya jika kita memahami peristiwa kekerasan ini dalam konteks dunia anak dan dunia pendidikan yang  peserta didiknya masih usia anak yang dalam konteks Undang Undang Perlindungan Anak yaitu usia dibawah 18 tahun, tidak ada istilah pelaku bagi anak anak. Mereka semuanya adalah korban, lalu siapa pelakunya jika demikian?

Karena itu kita bisa membaca peristiwa ini dari sisi kewajiban orang dewasa terhadap proses pelaksanaan pendidikan bagi anak anak di lembaga pendidikan seperti sekolah atau di pesantren misalnya atau bentuk lembaga pendidikan lainnya.

Orang orang dewasa di Sekolah atau pesantren wajib mengawasi dan mengawal setiap aktifitas yang dikakukan oleh para siswa baik pengawasan dalam proses pembelajaran maupun dalam proses interaksi sosial diantara para siswa tersebut. Dapat dirasakan dalam dua peristiwa terakhir yang dialami oleh siswa di Mojokerto dan di Garut ini kehadiran orang dewasa seperti lumpuh tidak terlihat jejaknya.

Kemana Para Guru dan Orangtua

Kita jadi bertanya sebenarnya pada situasi kekerasan yang dialami oleh anak anak, dimana kehadiran orang tua dan guru di sekolah selama ini. Orang tua dan Guru adalah dua entitas sosial yang  keduanya  tidak dapat dipsaahkan dalam konteks pendidikan anak di sekolah, karena kewajiban orang tua sebagai pengasuh utama anak tetap melekat meskipun anak anak sedang di sekolah, sementara kewajiban guru sebagai pendidik dan pengasuh pengganti orang tua di sekolah juga melekat selama anak anak tersebut berada di sekolah. Maka mengapa masih terjadi kelumpuhan pengawasan terhadap anak anak ini? Kita bisa mendeteksinya setidaknya dalam dua aspek yaitu tangung jawab dan kelekatan

Tangung jawab orang tua dan pendidik masih sasngat lemah dalam hal ini dimana anak anak seperti terlepas dari pengawasan orang dewasa dan menciptakan dunia sendiri dalam situasi kekerasan yang tidak terkendali

Sementara kelekatan dengan sosok pengasuh yang menjadi salah satu modal utama pengendalian sikap anak terlihat memudar. Sosok lekat seperti orang tua telah kehilangan fungsinya karena anak anak tidak lagi mau mendengar nasihat atau menjaga sikap. Pemerintah harus mengambil peran lebih jelas dalam peristiwa peristiwa seperti ini, tidak cukup dengan belasungkawa atau himbauwan himbauan lisan tetapi pemerintah sebaiknya turun dengan membawa SOP atau aturan yang tegas disertai perangkat pengawasan yang dapat memastikan aturan tersebut dapat berhasil melindungi anak anak di sekolah.

Sekolah adalah  tempat terpenting ke dua bagi anak anak setelah keluarga, mereka anak anak itu menghabiskan waktu hampir satu hari penuh dari pagi hingga menjelang  petang di sekolah. Karena itu sudah seharusnya kita lebih fokus untuk berbenah. Masing masing kembali kepada fitrah sebagai orang tua yang harus melindungai anak dan fitrah Guru sebagai pendidik dan pemberi contoh pada situsi anak anak selama dalam proses pembelajaran.

Pembenahan ini bisa dilakukan melalui pembentukan aturan aturan yang ramah anak di sekolah serta peran pemerintah pusat dan daerah yang lebih jelas dalam upaya perlindungan anak di sekolah, misalnya dengan membentuk SOP pengasuhan anak di sekolah atau peraturan apaun yang dipastikan dapat memberi keamanan bagi anak anak para penerus bangsa pada sat mereka berada di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun