Mohon tunggu...
Aryanto Wijaya
Aryanto Wijaya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bekerja sebagai Editor | Jatuh cinta pada Yogyakarta Ikuti perjalanan saya selengkapnya di Jalancerita.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mendadak Bijak Karena Instagram

20 Agustus 2017   11:16 Diperbarui: 21 Agustus 2017   13:20 2645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Hans Vivek on Unsplash

Sejak aktif menggunakan Instagram 3 tahun lalu, selain menikmati karya-karya foto yang diunggah, ada satu hal lain yang begitu menarik untuk saya cermati. Apa itu? Caption! Di jagat Instagram, selain menampilkan foto-foto yang dianggap "baik", biasanya tiap pengguna juga akan membubuhkan caption yang menurut mereka paling baik! Alhasil, jadilah sebuah foto yang dianggap sebagai mahakarya oleh Si Pengunggah. 

Suatu ketika, tatkala saya sedang asyik menjelajahi linimasa, ada unggahan foto seorang teman. Dia adalah seorang lelaki yang saat ini masih berstatus mahasiswa. Sebagai seorang pecinta alam yang suka mendaki gunung, dia sering mengunggah foto-foto berlatar belakang alam. Tapi, dalam tiap fotonya itu selalu ada sosoknya. Kadang, tak jarang yang dia unggah adalah foto potret diri ataupun selfie.Yang menarik, ketika foto dan caption yang dituliskan itu disandingkan, akan terlihat hasil yang kentara. Tidak nyambung! Fotonya sedang selfie tersenyum, sedangkan caption-nya bercerita tentang kutipan-kutipan yang berbicara dalam soal cinta. Itu pun bukan quote karya orisinil, melainkan comotan karya orang lain. 

Lantas, apakah ada yang salah dengan memodifikasi caption menggunakan kutipan-kutipan bijak? Sekali-kali tidak! Media sosial, khususnya Instagram memang diciptakan untuk menjadi arena membangun kreativitas bagi para penggunanya. Dengan hadirnya Instagram, orang yang dulu hanya gemar motret-motret untuk disimpan sendiri, sekarang bisa memamerkan hasil karyanya. Jika dia beruntung dan mau berusaha lebih, bukan tidak mungkin kegemarannya ini akan mendatangkan pundi-pundi keuntungan buatnya. Bagi sebagian orang yang sekadar iseng-iseng pun, mereka setidaknya belajar untuk memilah foto mana yang baik untuk ditampilkan, plus apa judul yang paling tepat untuk foto itu. 

Namun, di samping manfaat sekilas dari Instagram, ada sekelumit dampak negatif yang umumnya tidak disadari oleh penggunanya. Sebuah studi yang dilakukan oleh The Royal Society for Public Health dan Charity Young Health Movement di Inggris (sumber) mengungkapkan bahwa nominasi media sosial dengan kategori terburuk untuk kesehatan mental jatuh kepada Instagram. Meskipun studi tersebut dilakukan terhadap 1.500 anak muda di Inggris yang jauh di barat, saya pikir hasilnya bisa cukup merepresentasikan juga keadaan pengguna Instagram di Indonesia. Menurut studi tersebut, disebutkan bahwa Instagram dianggap merusak persepsi tentang citra tubuh, meningkatkan rasa takut seseorang akan ketertinggalan update, sampai memberikan efek buruk terhadap kualitas tidur seseorang. 

Saya percaya bahwa Instagram itu baik, termasuk juga semua media sosial lainnya. Tetapi, seringkali cara kita menggunakan Instagramlah yang salah. Alih-alih menjadi wadah untuk berbagi dan meningkatkan kreativitas, Instagram malah dijadikan arena untuk melakukan pencitraan besar-besaran. Duh, update foto ini ah, terus kasih caption yang wise gitu. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi candu, kita malah jadi sangat ingin terlihat menonjol di antara orang lain. Pada dasarnya, memang kita ingin dipandang orang lain dengan positif, tetapi jangan sampai obsesi kita untuk mendapatkan pengakuan positif dari orang lain ini malah membuat kita menjadi negatif—sibuk mengurusi penampilan di media sosial, tetapi lupa untuk membenahi perilaku dalam kehidupan nyata sehari-hari. 

Dulu, di tahun kedua saya menggunakan Instagram, saya pernah menjadi begitu addicted dengannya. Sampai-sampai, dalam sehari biasanya saya akan mengunggah satu foto. Saya berpikir keras, caption apa yang hendak ditampilkan. Apakah kutipan orang bijak? Doa-doa? Ayat dari Kitab Suci? Atau ungkapan perasaan semata? Semua itu pernah saya lakukan demi menampilkan citra diri yang positif di dunia Instagram. Tetapi, seiring waktu berlalu. Akhirnya saya menyadari, bahwa dunia maya tetaplah dunia maya,itu bukanlah dunia yang sesungguhnya. Sebijak apapun saya menampilkan citra diri saya di Instagram, apabila saya tidak memperbaiki kelakukan di dunia nyata, itu sama saja bohong.

Saat ini, saya tidak menjadi anti dengan Instagram. Saya tetap menggunakannya, hanya, saya mengurangi frekuensi penggunaannya. Alih-alih mengunggah selfie dengan menyertakan kutipan-kutipan bijak, lebih baik saya belajar menjadi sungguh-sungguh bijak dalam tindakan, bukan cuma di kata-kata. Kan, tentu rasanya malu dong apabila di Instagram saya menuliskan kata-kata bijak tentang ikhlas memberi, tapi kenyataannya saya adalah seorang yang kikir. Bukan tidak mungkin unggahan saya itu akan jadi bahan tertawaan, atau bahkan cemoohan bagi teman-teman saya yang mengenal saya. Akhirnya, kembali lagi bahwa media sosial, Instagram khususnya hanyalah sebuah cermin dari kehidupan kita yang sesungguhnya di dunia nyata. Daripada memperbaiki objek yang terpancul di cermin tersebut, lebih baik memperbaiki langsung saja objek nyatanya. 

Selamat hari Minggu! 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun