Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ustadz Hariri Ngamuk

13 Februari 2014   12:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:52 2480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1392269427409157396

[caption id="attachment_322339" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: You Tube"][/caption]

BILA tak sanggup jadi imam, cukup jadi makmun saja. Jika tak mampu jadi ustad, cukup jadi jama'ah saja. Itulah seloroh batinku, saat saksikan betapa 'menjijikkannya' perilaku Ustad Hariri di unggahan You Tube. Video itu telah diunduh ribuan orang. Mengunduhnya tidaklah bermakna ikut-ikutan menyebar aib Sang Ustad, ini keprihatinan atas malapetaka penyiar akan pesan-pesan reliji. Ini sungguh membahayakan, teringat wasiat Umar Bin Khattab yang kira-kira begini interptetasinya: "Janganlah engkau menasehatkan sesuatu jika sekiranya engkau sendiri tak mampu melakukannya sebab perilaku itu sungguhlah berhadiah api neraka yang menyala-nyala". Wallahu a'lam.

Dan, Ustad Hariri telah mempertontonkan kemarahannya di publik, menekuk leher seseorang dengan menggunakan lutut di sisi sound system sembari masih memegang micro. Beliau yang kerap menuntun jamaahnya untuk as-sabri dan jangan ngeyel, jangan tertusuk bisikan syaitan untuk marah-marah, sebab marah itu ibarat syetan telah mempermainkan manusia laksana anak kecil memain-mainkan sebuah bola mainan.

Penulispun bertanya: Rasio bagian manaku yang bisa menerima perlakuan dan bully non-verbal sang ustad? Di mana pelatihan sholat yang beliau hentakkan selama ini? Di mana hakikat wudhu dari air yang bisa memadamkan amarah? Apakah penulis bisa berkata bahwa beginilah jadinya jika ustad itu dijadikan 'profesi'. Profesi itu identik dengan pamrih, dibayar karena jasanya, karena keahliannya, karena spesifikasi dan skill-nya. Lantas, bahasa peredam kerap muncul: Ustad juga manusia. Yang bilang bandot, siapa?

History kemarahan Ustad Hariri, beliau minta sound, dan petugas alias operator marah-marah. Ustad Hariri tak terima dan balik emosional. Operator itu minta maaf dan julurkan telapak tangan sebagai tanda minta maaf. Kemarahan Ustad Hariri terlanjut terhunus, bukannya merasa enak dan nyaman kembali setelah operator berjaket hitam itu minta maaf. Ustad Hariri malah menggandakan kemarahannya. Beliau tekan telapak tangan sang korban di karpet dan menekuk leher korban dengan lutut 'Yang Agung' sang ustad.

Demi keadilan, penulis berharap agar korban melaporkan Ustad Hariri ke pihak berwajib, ini tindak kekerasan fisik. Tak perlu sungkan karena dia ustad, bagiku saat dia marah, habis sudah era keustadzannya. Dan da'i itu wajib mendapat keadilan, keadilan dari hukuman sosial atas perilakunya. Ini baru hukuman dunia, belum di akhirat kelak.

Emang jadi da'i itu mudah sekali kok, cukup hafal beberapa ayat, hadist-hadist, kemudian sebarkan, ucapkan dengan ekspresif, dan jadilah kita ustad untuk dimaknai sebagai manusia alim, panutan, contoh. Sayang sekali, contoh itu bukanlah karena ucapan. Tetapi perbuatan baik walau hanya sekali, lebih signifikan ketimbang 1001 ucapan baik. Dan sungguh Allah mencintai perbuatan baik walau ringan dibanding cumalah ucapan dan kata-kata manis.

Dan maaf, kusedang marah juga menuliskan ini^^^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun