Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ustadz dan Proposal

11 Februari 2016   00:15 Diperbarui: 11 Februari 2016   00:28 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi"][/caption]

Sebuah Avanza hitam berhenti tepat di depan warung kopi. Semua mata di dalam warung pun langsung mengarah pada mobil itu. Ketika kaca pintu di samping pengemudi terbuka, hampir serempak mereka mengucap salam.

Assalamu’alaikum, Pak Ustadz...”

Wa ‘alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh... Masih pada begadang nih ?” sahut pengemudi yang ternyata Ustadz Salim, pimpinan pondok pesantren di kampung kami.

“Iya, Pak Ustadz. Sekalian siskamling. Supaya kampung kita aman, tidak kemasukan maling,” kata Mang Udin sambil tertawa. “Habis dari mana malam-malam begini,Pak Ustadz. Apa tidak ngopi bareng dulu ?”

“Biasa, dari pengajian di masjid DKM Al Ikhlas,” jawab ustadz sambil tangannya tak hemti mengusap-usap pintu mobilnya. “Terima kasih. Sudah malam. Lain kali saja.”

Ustadz Salim menyalakan mobilnya. Lalu pamitan sebelum berjalan. Ketika Ustadz dan mobilnya ditelan tikungan, suasana di warung pun ramai kembali. Dan kali ini justru Ustadz yang baru saja lewat tadi dijadikan bahan gunjingan.

“Hebat ya ustadz kita itu. dalam satu tahun ini sudah tiga kali ganti kendaraan. Pertama dia membeli sedan tua. Tak lama kemudian sedan itu dijualnya. Lalu diganti dengan mobil Kijang. Eh, sekarang sudah diganti lagi dengan Avanza...” Mang Udin ternyata yang memulainya.

“Itu artinya ustadz Salim termasuk orang yang sukses, Mang!” kata pemilik warung.

“Tapi selama ini kita semua tahu. Ustadz itu tidak punya pekerjaan lain selain mengajar ngaji para santri, dan memberi tausyiah di majelis taklim saja. Di luar itu paling menggarap sawah wakaf yang luasnya tidak seberapa. Hasil panennya pun hanya cukup untuk makan sekeluarga sampai musim panen berikutnya.”

“Siapa tahu setiap menerima infaq, shodaqoh, dan zakat selalu ditabungkannya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun