Mohon tunggu...
Humaniora

Eksplanasi Humanisme Sekuler

5 September 2017   21:06 Diperbarui: 5 September 2017   21:15 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Humanisme, sebuah kata yang sering kali terdengar, tetapi kali ini saya akan membahas tentang humanisme sekuler. Humanisme sekuler seringkali dikaitkan dengan kata ateis atau anti-Tuhan. Humanisme sekuler sendiri adalah cabang dari humanisme yang menolak keyakinan agama theistik dan keyakinan pada keberadaan dunia supernatural. Pemikiran humanisme sekuler ketika manusia mengakui dirinya bagian dari alam semesta yang kekal dan tidak ada hubungannya dengan Tuhan dan hal-hal supernatural lainnya.

Semua bermula dari kata humanisme, berasal dari kata latin, humanis; manusia, dan isme berarti paham atau aliran. Kata humanisme sudah dipakai dari zaman romawi kuno sekitar 2000 tahun yang lalu, pengartian pada zaman itu iyalah kekuatan-kekuatan manusia dalam bentuk secara estetik sangat sempurna dengan sikap-sikapnya yang baik hati dan kemanusiaan. Kata ini kemudian mulai berkembang pada abad ke-14 di Italia, barang-barang seni terutama patung-patung manusia mulai diminati banyak orang. Akibatnya kata ini mulai menjadi pengaruh dalam kehidupan rohani di Eropa.

Seiring berjalannya waktu, kata humanisme mulai memiliki banyak arti. Pada zaman renaissance   di abad 15 dan 16, terjadi pembaharuan religius di Eropa. Banyak teori-teori dan paham-paham baru yang lahir dikarenakan banyak orang-orang mencari alternatif untuk kebudayaan dan agama. Pada saat itu orang-orang meresapi satu-satunya budaya yang mereka kenal, yaitu kebudayaan Yunani dan Romawi yang mereka dewa-dewakan. Kemudian lahirlah "Anthropocentrism Humanism" karena datangnya rasionalisme yang tidak percaya akan adanya hukum alam yang mutlak. Rasionalisme inilah yang menjadi ibu dari gerakan renaissance. Gerakan ini memiliki misi membangun kembali citra manusia dari sangkar mitologi dan dogma. Renaissance ingin mengembalikkan kedaulatan manusia yang diambil oleh dewa-dewa dan hal-hal mistis sehingga hidup berpusat pada manusia bukannya pada Tuhan dan hal-hal supernatural lagi. Di zaman ini muncul sebuah semboyan "Sapere Aude !" yang berartikan beranilah pada nalarmu masing-masing. Semboyan ini menuntut agar kita manusia berani berfikir sendiri dan tidak pernah percaya pada sesuatu yang tidak bisa bertahan di hadapan nalar dan pikiran logis.

Akibatnya sampailah kita pada tahap pembelahan bentuk kata humanisme, menjadi humanisme moderat dan humanisme anti agama. Humanisme moderat menjunjung tinggi manusia dalam kemampuannya seperti kebaikan hati, kebebasan hati, akal budi, dan wawasan, sedangkan humanisme anti agama atau humanisme sekuler seperti namanya, menolak agama dalam pikiran logis manusia. Manusia di dalam paham ini menjadi terikat pada irasionalitas sehingga agama hanya dipandang menghambat jati diri manusia. Prinsip humanisme ini adalah segala dogma, ideology, tradisi, bahkan agama tidak bisa diterima begitu saja. Para humanis yang menganut paham humanisme ateistik memiliki dogma ateis bahwa alam semesta dan manusia tidak diciptakan tetapi ada secara bebas, bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada otoritas lain apa pun selain dirinya, dan bahwa kepercayaan kepada Tuhan menghambat perkembangan pribadi dan masyarakat.

Maka dari itu, kita tahu bahwa sebab lahir dan berkembangnya humanisme sekuler menjadi dekat dengan paham ateistik sendiri adalah kita para manusia. Akibat dari nalar dan logika kita sendiri menghasilkan sebuah paham yang sangat besar adanya. Terkadang manusia dengan seluruh kemampuan, akal budi, dan kemungkinan tanpa batas yang dapat kita lalukan bisa menjadi sesuatu yang mensejahterakan kita atau malah memusnahkan kita.

Kepustakaan:

Poedwijatna, Pembimbing Kearah Filsafat, (Rineka Cipta, Jakarta, 1994). Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000). Mangun Harjana, Isme-Isme Dari A Sampai Z, (Kanisius, Yogyakarta, 1997). Said Tuhuleley, dll, Masa Depan Kemanusiaan, (Jendela, Jakarta, 2003). K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Kanisius, Yogyakarta, 1975). Zainal Abidin, Filsafat Manusia (Memahami Manusia Melalui Filsafat), (Rosda, Bandung, 2000). Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Mizan, Bandung, 1998). Harry Hamersme, Tokoh Filsafat Barat, (Gramedia, Jakarta, 1992).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun