Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inspirasi Pak Niko, Pemulung Malam di Kota Kupang

24 April 2017   00:25 Diperbarui: 24 April 2017   15:00 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Niko, pemulung malam pekerja keras/ Dok.Pribadi

Lelaki itu terlihat berjalan tergesa-gesa sambil mendorong gerobak lusuhnya. Sesekali dia melambatkan langkahnya sambil memalingkan wajah ke belakang. Sepertinya dia hendak menyebrang ke sisi jalan yang satu karena disanalah tempat tujuan utama dia berkeliling di tengah malam Kota Kupang. Bak sampah. Lelaki ini adalah seorang pemulung.

“Om..beta (saya) punya nasi dua bungkus, satu untuk om ya” kata saya to the point sesudah henti sepeda motor saya mampu melambatkan gerobak yang mengeluarkan bau tak sedap itu. “Iya pak…terima kasih” jawab pria itu mengulurkan tangan menerima sebungkus nasi dari saya sambil tersenyum.

Jangan berpikir bahwa saya adalah seorang yang baik hati. Kebaikan saya ini hanyalah sebuah kecelakaan dari rasa lapar kala menonton siaran bola. Gara-gara lapar, saya harus berkeliling untuk mencari nasi. Awalnya saya membeli nasi padang, namun di tengah perjalanan saya merasa nasi padang di tengah malam terlalu berat bagi perut ini, akhirnya saya juga membeli nasi goreng.

Lalu bagaimana dengan nasib nasi padang ini. Di tengah perjalanan, saya berharap dapat menemukan orang yang tepat, agar dapat memberikan nasinya. Akhirnya saya bertemu pria pemulung ini.

Sebenarnya setelah memberi nasi itu, seharusnya saya langsung beranjak pergi. Namun entah mengapa, saya lebih memilih untuk memakirkan sepeda motor dan menemani pria ini beraktifitas. “Nama siapa om” tanya saya. “Niko…pak” jawab pria berusia sekitar empat puluhan ini ramah.

Bagi saya, dengan mau menyebut namanya, artinya lelaki ini tak sungkan untuk mau sedikit berbincang dengan saya. “Sudah berkeluarga om Niko?” tanya saya sedikit lebih jauh. “Sudah pak” jawab Pak Niko sambil mulai bekerja dengan memainkan besi pengait sampahnya dan dibantu senter yang terpasang di kepala.

Pak Niko, sibuk berkatifitas/ Dok. Pribadi
Pak Niko, sibuk berkatifitas/ Dok. Pribadi
“Penghasilan berapa, kalau kerja begini” tanya saya penasaran dan rela jika tak dijawab apabila dianggap privasi. “60 sampai 70 ribu pak” jawab Pak Niko langsung tanpa malu. “Wah..lumayan ya” sambung saya sambil tersenyum sedikit terkejut. Sebelumnya saya berpikir penghasilan pemulung itu sedikit, ternyata lumayan juga. Sesudah itu perbincangan dengan pak Niko mengalir di tengah malam yang dingin ini.

Setelah itu, Pak Niko mulai bercerita bagaimana dengan penghasilan sebesar itu dia sanggup membiayai keluarganya. Telah menjadi pemulung di Kota Kupang sejak tahun 2001, pak Niko boleh berbangga karena berhasil menyekolahkan ketiga orang anaknya. “ Yang sulung sudah SMP, yang dua masih SD” cerita pak Niko sambil melap keringat yang mulai membasahi dahinya..

Pak Niko sangat antusias bercerita mengenai anak-anaknya yang bersekolah. Pak Niko jelas boleh berbangga karena anak sulungnya dapat bersekolah di salah satu sekolah negeri ternama di Kota Kupang. “Pagi-pagi sebelum sekolah, mereka membantu saya memilah-milah sampah yang saya kumpulkan. Tetapi sesudah itu mereka harus sekolah. Saya akan marah kalau mereka tidak sekolah pak” kisah pak Niko akan kebiasaan menomorsatukan yang dia tanamkan dalam keluarganya.

“Mereka tidak malu mengakui bapaknya seorang pemulung?” tanya saya ingin tahu. “ Tidak pak, sering mereka ditanya oleh guru dan teman-temannya, dan mereka menjawab bapak mereka seorang pemulung” jawab pak Niko tersenyum tipis.

“Saya selalu bilang kepada mereka, lebih baik mereka menjadi pemulung daripada  menjadi pencuri” cerita pak Niko mengenai pesan sebagai prinsip hidup yang dia tularkan kepada anak-anaknya . 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun