Mohon tunggu...
Jingga Kelana
Jingga Kelana Mohon Tunggu... Arkeolog -

Lulusan Program Studi Arkeologi, FIB Udayana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membangun Citra Museum tidak Semudah Membalikan Telapak Tangan

1 Desember 2016   09:50 Diperbarui: 3 Desember 2016   04:25 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Lima tahun belakangan ini Banyuwangi telah menjadi trendsetter sejumlah daerah di Indonesia. Hal ini adalah efek ikutan dari seringnya kabupaten paling timur Pulau Jawa itu memenangkan sejumlah penghargaan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Ya, di sektor pariwisata Banyuwangi adalah jagonya dan telah diakui oleh dunia internasional. Namun, dalam waktu yang bersamaan sebagian orang mungkin juga bertanya, apa kabar Museum Blambangan?.

Sejak diresmikan oleh Soenandar Priyosoedarmo (Gubernur Jawa Timur) pada tanggal 25 Desember 1977, Museum Blambangan menjalani dinamika hidup dan perpolitikan yang lumayan menjadi pelajaran. Pada awalnya museum ini menjadi satu dengan Sabha Swagatha Blambangan (rumah dinas Bupati), namun sejak diberlakukannya Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi No. 6 Tahun 2003 maka selanjutnya sejak tanggal 14 Mei 2003 museum dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi. Setelah itu, Museum Blambangan menempati gedung PÄ•linggihan di Jalan A. Yani No. 78 Banyuwangi sampai sekarang.

Anggaran Museum Blambangan memang baru akan dianggarkan tahun 2017 melalui APBD Kabupaten Banyuwangi. Meyakinkan para petinggi daerah bahwa museum bukanlah sekadar destinasi itu tidak mudah. Sejak 2013 revitalisasi museum sangat riuh di pemberitaan namun realisasinya masih tersandung-sandung. Hingga suatu malam –di sebuah diskusi kecil– mulut saya nyeletuk agar museum dipindah ke gedung eks sekretariat Dewan Kesenian Blambangan yang masih satu kompleks dengan Pĕlinggihan. Usul itu pun disetujui oleh Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi.

Sebagai wujud realisasi persetujuan tersebut, mulai bulan Oktober lalu renovasi eksterior calon gedung Museum Blambangan yang baru pun mulai dikebut. Sejumlah konsep mulai digarap bersama Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyuwangi. Salah satu dari sekian perubahan yang bakal terjadi dan sudah tampak adalah gedung baru museum kali ini berada di depan dan terlihat jelas dari jalan protokol.

Ruang Edukasi

Setiap hari beranda depan Museum Blambangan tidaklah sepi, pasti ada aktivitas kawula muda yang sedang berproses kreatif. Seperti yang baru saja selesai beberapa saat yang lalu, mereka berkumpul untuk melakukan gladi tari Jĕjĕr Gandrung. Sekarang museum tidak lagi dipandang sebagai tempat penyimpanan artefak, namun juga sebagai ruang edukasi sejarah dan seni budaya bangsa.

 Melalui berbagai macam benda koleksi yang ada di dalamnya, para pengunjung dapat belajar berbagai macam hal. Benda-benda tersebut sejatinya memiliki hak yang sama dengan mahluk hidup. Mereka membutuhkan perawatan yang rutin, membutuhkan ruang penyimpanan yang cukup, dan sebagainya. Memang benar bahwa koleksi museum itu adalah benda mati, namun apabila mereka tidak terawat dan musnah maka kita akan buta.

Museum di era sekarang menjadi objek yang sangat penting, hal ini ditunjang dengan munculnya kesadaran bahwa belajar tentang sejarah tidak zamannya lagi dihafal di depan kelas namun dipahami dan sang pembelajar harus bersentuhan langsung dengan tinggalan masa lalu. Dengan cara seperti itu, sejarah bukan lagi menjadi pelajaran yang membosankan tapi berubah menjadi sesuatu yang mengasyikkan. Bersentuhan langsung dengan tinggalan sejarah adalah salah satu kunci agar generasi sekarang memiliki kedekatan emosional dengan pendahulunya.

Sejak tahun 2013 ketika saya masih menjadi mahasiswa sering melakukan sosialisasi tentang pentingnya tinggalan arkeologi dan berkunjung ke museum daerah. Ketika itu saya merangkul siswa SMA sekitar kota dan mahasiswa Untag Banyuwangi. Mereka sebenarnya sangat antusias diajak ngobrol tentang arkeologi dan museum karena kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang baru di telinga. Aktivitas tersebut saya lakukan ketika liburan semester dan bertempat di Museum Blambangan.

Setahun kemudian, saya juga melakukan hal yang sama namun kali ini diminta langsung oleh sahabat yang kebetulan seorang dosen di LP3I Banyuwangi untuk mengisi mata kuliah tentang manajemen. Meskipun pokok bahasannya tentang manajemen apa salahnya disinkronkan dengan arkeologi dan permuseuman. Tempat kuliah pun berpindah dari kampus ke Museum Blambangan. Dalam kegiatan yang berlangsung selama tiga hari tersebut (27-30 Oktober 2014) saya kembali menemukan binar-binar rasa penasaran dari sorot mata mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun