Mohon tunggu...
Aris Dwi Nugroho
Aris Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang selalu ingin menjadi pembelajar sejati untuk menggapai kebahagiaan hakiki.

Email: anugrah1983@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyikapi Fatwa (Media Sosial) MUI

7 Juni 2017   10:49 Diperbarui: 7 Juni 2017   13:25 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi media sosial. Sumber: aisyahsyahe.blogspot.com

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya media sosial merupakan salah satu teknologi yang sangat perlu untuk mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak, terutama dari penggunanya. Karena dengan media sosial, seseorang dengan begitu mudah dan cepatnya menyebarkan berbagai konten dengan tujuan tertentu ke ruang publik, sehingga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Namun tidak jarang, media sosial digunakan sebagai sarana penyebaran konten-konten yang dapat menimbulkan permusuhan, kebencian, dan perpecahan.

Dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan maraknya penyebaran informasi yang tidak benar, hoax, fitnah, ghibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, dan permusuhan melalui media sosial yang akan menyebabkan disharmoni sosial, beberapa hari yang lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa-nya menerbitkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang “Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial”.

Dalam fatwa tersebut, ada lima hal yang diharamkan bagi setiap muslim dalam berinteraksi melalui media sosial; 1). Melakukan ghibah, fitnah, namimah,dan penyebaran permusuhan. 2). Melakukan bullying,ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan. 3). Menyebarkan hoax,serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti informasi kematian seseorang yang masih hidup. 4). Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i, dan 5). Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. Selain itu, dalam fatwa tersebut, MUI juga memberikan pedoman detail terkait dengan aktivitas setiap muslim di media sosial.

Sebagai seorang muslim, apresiasi yang begitu besar saya sampaikan kepada MUI atas penerbitan fatwa mengenai media sosial. Fatwa yang begitu detail tersebut memang sangat dibutuhkan oleh umat Islam di era informasi dan komunikasi saat ini, karena media sosial merupakan sebuah teknologi terkini dalam bidang informasi dan komunikasi yang perlu untuk dikaji hukumnya dalam kerangka hukum Islam terkait dengan berbagai aktivitas penggunaan media sosial. Dengan terbitnya fatwa tersebut, umat Islam memiliki pegangan dan pedoman di dalam beraktivitas di media sosial, sehingga aktivitas yang dilakukan di media sosial didasari oleh nilai-nilai keislaman.

Nilai-nilai keislaman memang harus menjadi ruh dalam seluruh aktivitas setiap muslim kapanpun dan dimanapun dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di media sosial. Dengan adanya ruh tersebut dalam beraktivitas di media sosial, selain akan menyelamatkan diri dari tindakan-tindakan yang negatif, setiap muslim juga telah berkontribusi dalam menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat.

Namun demikian, semua itu dapat terwujud apabila setiap muslim telah memiliki tingkat kesadaran yang tinggi bahwa keberadaan dirinya di media sosial memiliki peran strategis dalam menciptakan iklim keharmonisan di dalam kehidupan, sehingga dengan kesadaran yang tinggi, diharapkan mereka dapat memiliki self control berbasis nilai-nilai keislaman dalam beraktivitas di media sosial. Karena pada hakikatnya iklim keharmonisan di masyarakat dapat terwujud, diawali dari pribadi setiap individu.

Apabila diperhatikan realita yang ada, terkadang seseorang masih meremehkan aktivitasnya sendiri di media sosial dengan alasan gurauan, iseng, ataupun mengikuti trend yang ada, melakukan aktivitas memposting atau menyebarkan suatu konten yang berpotensi menimbulkan pengaruh negatif terhadap iklim keharmonisan di masyarakat. Padahal aktivitas yang dianggap remeh tersebut akan berdampak besar bagi dirinya dan khalayak ramai. 

Dengan terbitnya fatwa MUI tentang media sosial tersebut menjadi momen untuk peningkatan kesadaran terkait etika beraktivitas di media sosial, dan untuk penguatan self control berbasis nilai-nilai keislaman pada diri setiap muslim, agar dapat lebih bijak dalam memanfaatkan dan menggunakan media sosial, sehingga dengan sikap yang demikian itu, media sosial akan dapat memberikan manfaat dalam mewujudkan kebaikan bersama, dan iklim keharmonisan kehidupan bermasyarakat dapat terjaga dengan baik. Jadilah setiap individu sebagai pelopor pengguna media sosial yang bijak, karena seorang individu begitu sangat berarti di dalam media sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun