[caption id="attachment_361721" align="aligncenter" width="555" caption="dok.pri"][/caption]
Sambil menunggu diselanggarakannya acara seminar di Aswaja NU Center bertajuk, "Menyikapi Konflik Sunni - Syi'i dalam Bingkai NKRI", saya menyempatkan diri masuk Museum NU yang letaknya tidak terlalu jauh dengan kantor PWNU Jatim.
Ketika masuk, saya diminta untuk mengisi daftar hadir oleh petugas. Saya lihat daftar pengunjung saat itu baru 5 orang saja. Saya mulai berfikir, apakah memang generasi muda NU sudah tidak lagi suka dengan sejarah.
Usai tanda tangan, petugas memberikan sedikit arahan tentang lokasi museum, lalu selanjutnya berjalan sendirian. Tidak ada seorang pun di dalam museum itu kecuali petugas tadi. 5 orang yang mengisi daftar hadir itu rupanya sudah keluar.
Bilik pertama yang saya tuju rupanya cukup tepat, saya masuk di ruangan foto-foto pendiri NU. Di depan itu juga ada manuskrip kitab fiqih pertama di pesantren Jawa. Ada pula lukisan foto Gus Dur yang belum pernah lihat sebelumnya.
[caption id="attachment_361714" align="aligncenter" width="300" caption="dok.pribadi"]
Mayoritas, lukisan di museum tersebut adalah karya dari dari KH. D. Zawawi Imron sang Celurit Emas dari Sumenep Madura. Hampir setiap mengantarkan lukisan-lukisan itu dulu beliau selalu mampir di pesantren kami dan menceritakan kondisi spritual yang luar biasa saat melukis tokoh-tokoh NU itu.
[caption id="attachment_361717" align="aligncenter" width="300" caption="dok pribadi"]
Di lantai dua, ada beberapa peninggalan para Kiai NU terdahulu mulai sepeda sampai senjata. Namun ada salah satu yang menyita perhatian saya yaitu baju banser milik Riyanto yang meninggal saat ikut mengamankan natal di gereja Eben Heazer Mojokerto. Baju tersebut tinggal sisa-sisa seperti foto di bawah ini.