Puisi. Entah sejak kapan saya menyukai puisi. Saya tidak ingat secara pasti. Namun saya masih ingat waktu SMP, pernah bermaksud ikut lomba cipta puisi. Puisi sudah saya tulis di selembar kertas, dan sudah masuk amplop.
Tapi sayangnya, saya tidak jadi mengirimkannya. Saya memang tidak ingat alasan utamanya apa. Yang jelas pada masa itu, untuk mendapatkan uang lebih, iya sekedar beli prangko, buat saya sangatlah susah. Padahal prangko jamn dulu hanya berkisar Rp. 350,-
Itu hanya sepenggal kisah di masa lalu. Tahukah Anda, saya pribadi pernah merasa tidak percaya diri mengijinkan puisi-puisi saya dibaca umum. Jadi saya menyimpan koleksi puisi hanya di buku harian. Memang ada beberapa yang saya ketik di laptop. Namun tetap saja tidak saya publish.Â
Sampai suatu kali saat saya kerja di Jakarta, sekitar tahun 2011, saya mengenal dunia tulis menulis lewat blog. Saya pun mencoba otak atik cara buat blog yang gratis  dan jadilah blog saya. Saya mulai menuliskan puisi-puisi saya di blog. Memang saya pilih, hanya puisi-puisi tertentu saja yang menurut saya layak dibaca.Â
Ada memang beberapa prasangka negatif pada saya akibat saya berpuisi. Anggapan bahwa saya termasuk kategori orang yang lebay dengan perasaan saya. Bahkan saya jadi sering malu sendiri dengan puisi-puisi karya saya. Apalagi ketika temanya romantis. Tapi, saya pribadi sungguh tak kuasa menahan desakan dalam hati saya untuk berpuisi.Â
Jadi, meski saya mendapat banyak kritik, saya tetap menulis saja. Memang sih kalau di blog, saya tidak bisa pantau jelas keterbacaannya. Ataupun bisa, hanya sedikit saja pembaca.
Ada hal yang saya tidak pahami dengan kemampuan yang saya miliki. Saya seringkali berpuisi dalam segala kondisi. Entah saat hati saya senang, sedih, atau bahkan saat perasaan saya biasa-biasa saja. Seringkali larik-larik untaian puisi itu berkelebat di kepala saya. Dan parahnya juga tidak pandang waktu, bisa pagi, siang, sore ataupun malam.
Pernah suatu kali saya sudah siap-siap tidur. Saat memejamkan mata, ada larik-larik kata yang bermunculan. Secepat kilat saya sambar HP saya. Buka draft penulisan dan langsung ketik larik-larik kata tersebut. Jadilah puisi. Saya kadang geli sendiri. Koq bisa ya. Itulah mungkin yang disebut sebagai bakat.Â
Inspirasi bisa datang dari mana saja. Misalnya, pernah saya menulis satu puisi saat saya membeli makanan di tepi jalan. Sambil menunggu pesanan saya siap, saya mengamati sekeliling dan mulai berpuisi. Kaget juga saya. Pun saat saya bersama murid-murid saya di sekolah, kisah mereka pun bisa menjadi puisi.Â
Itulah saya. Menulis puisi seolah seperti jiwa saya. Akhir tahun 2018, tepat 1 Desember, saya mulai bergabung dengan Kompasiana. Karena stok puisi saya banyak, maka saya pun mulai memposting puisi saya satu persatu. 100 karya pertama yang saya posting semuanya adalah puisi.