Mohon tunggu...
Yuke Sugihono
Yuke Sugihono Mohon Tunggu... -

Warga Jakarta yang mendambakan perubahan agar DKI Jakarta menjadi Barometer bagi kemajuan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Perjuangan Memilih Gubernur DKI

2 Maret 2017   22:54 Diperbarui: 3 Maret 2017   08:00 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilkada DKI Jakarta benar2 rasa Pilpres. Bukan hanya 2 Paslon yang beradu strategi...tetapi rupanya KPU Pusat pun sampai harus ikut repot. Bukan lagi hanya repot soal Daftar Pemilih Tetap dengan segala permasalahannya. Ternyata sekarang juga repot menyiapkan jadwal kampanye yang tidak diatur dalam Undang2. Atas nama Undang2 yang dianggap tidak diatur, maka KPU berusaha mengatur yang bukan porsinya lagi. He..he..he... Ada aja nih KPU, bikin Pilkada DKI Jakarta makin seru. Ini seperti sepasang anak muda yang lagi mau bikin acara kawinan, tetapi yang repot malah tetangganya. Bukannya ngurus rumah tangganya sendiri yang akte lahir, ktp dan kartu keluarganya belum beres, malahan ngurusin surat kelakuan baik si calon pengantin.

Melihat hasil Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, maka perjuangan kedua paslon agar 17% swing voters memilih mereka...sungguh menarik. Lalu bagaimana sebaiknya kita memilih Paslon yang perlu untuk DKI Jakarta?

Mari kita telaah bersama sebagai bahan persiapan buat nyoblos yang pas pada tgl.19 April 2017 yad.

A. Setiap Dekade Punya Tantangan Dan Permasalahan Berbeda.

1. Pada jaman pak Harto jadi Presiden...orang terkesan dengan sembako murah.. Belum merasa perlu untuk tahu duit rakyat dipakainya seperti apa. Rakyat tidak peduli, karena pendidikan masih sangat terbatas, kualitas cara berpikir tidak dibangun oleh Pemerintah. Perut kenyang dengan biaya murah, sudah melekat dalam pikiran rakyat hingga hari ini..dan hanya itu yang menjadi perhatian rakyat.

2. Di era reformasi, semua orang boleh ngomong. Sementara rakyat yang punya pola pikir mumpuni, masih belum banyak. Rencana pembangunan Indonesia tidak berjalan sesuai rencana (bisa dilihat potret pengelolaan banjir di DKI Jakarta). Masih gampang untuk mengalihkan perhatian rakyat dengan strategi pak Harto. Yang penting populis dan membuat rakyat diam manis tanpa mau tahu urusan pengelolaan APBN atau APBD... Yang penting BPK memberikan kriteria Wajar Tanpa Syarat.

3. Di era Jokowi Ahok dilakukan pembenahan sesuai Rencana Jangka Panjang DKI Jakarta dan Republik Indonesia. Termasuk menaikkan UMP di DKI Jakarta dan PBB. Keputusan ini tidak populis. Tetapi strategi ini penting dan sudah urgent untuk dijalankan. Terlalu lama rakyat Indonesia digerogoti oleh tikus2 koruptor. Seperti anak yang terpaksa minum obat pahit setelah terlalu lama batuk2 akibat dimanja karena dikasi permen terus. UMP tinggi membuat Industri berbasis Padat Karya pindah ke daerah yang masih murah UMP nya (skrng sudah banyak pabrik dari Jabodetabek pindah ke daerah Cirebon, Brebes, Tegal, Kendal). Sehingga nantinya hanya bisnis yang berbasis seperti IT dan High Income High Profit yang akan ada di DKI Jakarta (baca: Jabodetabek). Pemerataan penduduk bukan dengan pola transmigrasi terpimpin, tetapi berdasarkan business enviroment. Infrastruktur jalan raya, berbasis rel dan pelabuhan dibangun, sehingga mobilisasi dan distribusi tidak menjadi kendala. PBB dinaikkan karena selama ini banyak orang kaya yang rasa tidak perlu memikirkan negara yang dikorupsi asal diri sendiri tidak diganggu kekayaannya. Orang kaya ingin membayar pajak sekecil2 mungkin, termasuk membayar PBB. Yang menjadi masalah, dulu orang kaya rasa tidak perlu bayar pajak, karena yakin dananya akan dikorupsi. Tetapi sekarang Jokowi Ahok memcontohkan bagaimana menjadi Pemimpin yang bersih. Rakyat termasuk orang kaya dihimbau untuk membayar PBB dengan benar. Untuk yang tanahnya tidak besar, bahkan PBB tidak memberatkan. Suksesnya Tax Amnesty menjadi pertanda kepercayaan yang besar terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi. Kedua pemimpin kita ini mengajak kita untuk altruistik... berpikir seperti negarawan...dan bukan sekedar pikir untuk kepentingan diri sendiri.

B. Kehidupan Politik Yang Perlu Paradigma Yang Benar

1. Di era sejak pak Harto menjadi Presiden hingga sebelum pak Jokowi menjadi presiden, politik menjadi ladang uang dan transaksi. Orang membuat Partai untuk cari duit di saat Pemilu. Media dibuat untuk menggalang suara untuk dijual kepada calon yang mau menang. Semua semangatnya hanya menimbun uang. Tidak penting program seorang politikus. Sebab sepanjang mau kerjasama dalam hal bagi2 uang, maka semuanya akan damai tenteram. DPR pun akan terus menyetujui pinjaman luar negeri, sekalipun tidak menghasilkan keuntungan bagi rakyat. Subsidi BBM dan Dana Langsung Tunai yang kelihatannya membantu rakyat, sebetulnya hanya pisau operasi yang bukan hanya menyunat kulit khatam tapi sudah memotong (maaf) penisnya. Rakyat tidak merasa telah digunakan sebagai alat, karena terus menerus diiming2 uang. Rakyat sengaja dibuat sulit supaya dengan sedikit dana, mereka sudah berubah hati dan pikiran.

2. Era Jokowi Ahok, perubahan besar terjadi. Rakyat semakin terdidik. Banyak yang berharap ada perubahan dan perbaikan di negara ini. Mereka memasang nomor taruhan memilih Jokowi Ahok di Pilkada DKI 2012, berdasarkan rekam jejak Jokowi Ahok di Solo dan Babel. Kelihatannya sebagian besar rakyat DKI sudah gerah dengan jualan para politikus karbitan. Sekalipun dikeroyok 9 Parpol, suara rakyat tak terbendung untuk memilih yang terbaik. Pendidikan politik telah meluluskan sebagian besar rakyatnya untuk memilih yang benar. Tidak ada politik uang dari kubu Jokowi Ahok. Dan uang dari kubu lawan tidak membuat rakyat berubah pilihan. Hal ini juga yang menjadi fenomena politik yang makin elegan di DKI Jakarta, saat  Teman Ahok meluncurkan program dukungan untuk Ahok lewat jalur independen. Ahok tidak punya dana (mengajak fans nya untuk ikut ambil bagian dalam hal dana) untuk kampanye. Rakyat diajak berperan serta ikut menyumbang. Luar biasa. Bukan hanya rakyat diajar untuk tidak terlibat dengan kebiasaan keliru soal Pemilu dan uang, tetapi rakyat pendukung harus ikut menyumbang dan bekerja keras untuk meraih dukungan rakyat pemilih. Karena masa depan yang baik harus dimulai dari rakyat yang sehat dan dilayani pemimpin yang hebat

3. Setelah isu uang menjadi semakin sulit, maka mereka yang tidak rela DKI Jakarta dan Indonesia ditata secara bersih dari korupsi, menjadi panas hati. Entah karena bisnisnya terganggu karena tidak bisa lagi "nyogok" untuk mendapatkan proyek, atau keuntungannya menjadi terbatas karena anggaran dijaga agar efisien efektif. Akhirnya strategi lama yang ampuh, digunakan lagi. SARA...!!! Yaa... orang bila kepercayaannya dibicarakan, entah benar atau tidak, bisa membuat umatnya memiliki sentimen fanatik yang segera terbangun. Rasa kebersamaan sepenanggungnya seperti inilah yang akan dengan mudah dipakai untuk menghantam lawan. Orang2 sudah lupa dan seperti tidak mau tahu buruknya sejarah akibat perang agama. Hal2 suci yang seharusnya mendekatkan sesama umat, justru diperbolehkan berjalan di dalam dendam dan kebencian seperti iblis yang menggoda Hawa dan Adam di surga Eden. Ternyata....peristiwa 2000 tahun yang lalu, telah merasuki warga Jakarta. Pertemanan menjadi rikuh karena beda agama. Memberikan pendapat menjadi seolah mencela. Itulah Politik yang dibalut SARA. Berbahaya dan sungguh beracun. Dan sangat ampuh mempengaruhi mereka yang cinta buta agamanya. Sehingga lupa bahwa Tuhannya itu sebetulnya maha kuasa dan maha adil. Terlalu agung hanya dijadikan seperti Tuhan yang tak berdaya dan membutuhkan pertolongan umat-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun