Mohon tunggu...
arfandi arfandi
arfandi arfandi Mohon Tunggu... -

lahir di Jambi, aktif di Pusat Kajian Pembangunan Infrastruktur dan Kerjasama Antar Daerah (PIKAD), dari tahun 2005 - sekarang, konsentrasi mensosialisasikan konsep IDFC ( Infrastructur Development and Finacing Community) atau ARISAN PEMBANGUNAN. Konsep ini bertujuan membantu pemerintah kabupaten/kota dalam menyediakan Pembiayaan Infrastruktur Dasar di setiap daerah.Hanya ingi berbuat sesuatu untuk bangsa ini

Selanjutnya

Tutup

Money

Strategi Pembiayaan Infrastruktur Dasar (1)

29 Mei 2010   01:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:54 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sebelum memilih dan menetapkan strategi pembiayaan infarstruktur , ada beberapa masalah yang harus dijadikan fokus perhatian dan perlu dipahami sebagai pembenaran yang mesti dikaji secara komprhensif poleh pemerintah. UU 32/2004, kabupaten/kota adalah pemerintahan terendah yang mempuyai rakyat, wilayah dan bertangung jawab atas semua sarana prasarana dan aktifitas yang ada diwilayahnya. Luas wilayah, jumlah penduduk dan sumber daya alam juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan besarnya anggaran belanja yang dibutuhkan dan jumlah anggaran perimbangan yang seharusnya didapat dari pemerintah .

Beberapa hal yang perlu dan patut untuk cermati bersama serta untuk segera dicari dan disepakati cara penyelesaian, antara lain adalah :

Pertama, Pemerintah harus sudah sepenuhnya melaksanakan pembagian peran seperti yang diamanatkan UU 32/2004 Otonomi Daerah dan PP 38/ 2007 tentang pembagian wewenang urusan pemerintahan antara pemerintah dan pemerintah daerah, sebagai salah satu dasar hukum mewajibkan pemda menyediakan infrastruktur dasar.

Hal ini berkaitan dengan besar dan kuatnya peran kementerian teknis dalam menentukan dan memegang anggaran belanja pembangunan, padahal dengan jelas disebutkan bahwa sarana prasarana dasar, seperti sarana pendidikan, kesehatan menjadi urusan wajib pemda, bukan ditempatkan sebagai program penerusan ataupun perbantuan atau dekonsentrasi..

Kedua. Pemerintah perlu merubah atau membuat peraturan untuk menjembatani UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah terutama pada Bab Pinjaman Daerah  yang " sangat kurang akomodatif" dan menyebabkan pemda tidak mungkin dapat dan tidak kuasa berhutang kepada pihak ketiga sebesar anggaran yang dibutuhkan, karena dibatasi "jangka waktu pinjaman" yang amat singkat dengan suku bunga komersial. Kalausul UU 33/2007 pasal 52 ayat 2 dan 3 serta PP 54/2005 pasal 5 dan pasal 7 sehingga timbul anggapan  Bupati / Walikota sebagai pemimpin "tidak dapat dipercaya " dalam membuat komitmen untuk membangun daerah.

Ketiga, Dalam UU 33/2004 dan PP 54/2005, penerbitan Obligasi Daerah dalam rangka memberi kesempatan kepada masyarakat dalam membiayai pembangunan sampai saat ini belum dapat dilaksanakan akibat beratnya persyaratan yang harus terlebih dahulu dipenuhi, seperti pertanggung jawaban APBD tidak disclaimer selama 3 tahun berturut. Padahal amat sedikit daerah mampu dapat menerbitkannya seperti daerah penghasil SDA yang mempunyai  APBD besar, namun secara geografis dan demografis tidak layak membangun infrastruktur komersial atau tidak dibolehkan investasi didaerah lain sebagaimana syarat pemanfaatan penerbitan Obligasi Daerah yang hanya boleh dipergunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat didaerahnya.

Keempat, Perlu dikaji kembali tugas dan penganggaran departemen teknis seperti Kemdiknas, Kem PU , Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, KPDT, Perikanan dan Kelautan, agar tidak terjadi tumpang tindih wewenang dan anggaran, mengingat penugasan yang ada di Kemneterian Pendidikan, Pekerjaan Umum dan Pertanian merupakan urusan wajib dan urusan pilihan yang sudah diatur dalam UU 32/2004 dan PP 38/2007 Pembagian urusan Pemerintah, sehingga perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dapat dilakukan daerah. Dominasi kementerian sangat kuat pda tahun 2009 alokasi anggaran sekitar Rp100 triliun 70% disalurkan untuk proyek-proyek infrastur yang dikelola kementerian dan lembaga dan 30% sisanya langsung disalurkan melalui pemerintah daerah.

Dari keempat masalah diatas, kemampuan pemerintah menyiapkan anggaran pembiayaan pembangunan, tidak fokusnya target pencapaian pemerinbtah dan tumpang tindihnya wewenang antara pusat dan daerah akibat pendekatan kekuasan dengan  komunikasi  satu arah antara. Saatnya  pemerintah  memberi kepercayaan kepada melaksanakan  kerjasama dengan masyarakat profesional melalui mekanisme yang mungkin berbeda. Pemerintah harus mengakomodir bahwa Pembiayaan pembangunan infrastruktur dasar melalui kerjasama antar daerah dengan memakai   PP 50 /2007 tentang kerjasama antar daerah sebagai dasar tanpa direduksi oleh Permendagri 22 dan 23 , karena jels sekali pemerintah untuk pembangunan infrastruktur komersialpun pemerintah mengalami kesulitan dan tidak mampu mendatangkan investor (Lihat juga : Bappenas Panik Investor Tak Kunjung Datang)

Pembiayaan Infrastruktur dasar hanya bisa didapat dengan melakukan dengan cara diluar mekanisme yang ada. Pemerintah harus mengakui banyak potensi yang bisa dilakukan tapi tidak bisa dilakukan oleh birokrasi ........ STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DASAR (2)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun