Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wajah Rumah Keluarga Prasejahtera di Sudut Perdesaan

3 Agustus 2015   13:26 Diperbarui: 3 Agustus 2015   16:39 1892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tinggal di mana pun, bila hidup berkecukupan dengan terpenuhinya sandang, pangan, dan papan sungguh membahagiakan. Apalagi jika berkelimpahan, hari ini berada di kota ini, besok di pulau itu, dan lusa berwisata di mancanegara sungguh tambah menyenangkan. Namun, tak semua bisa merasakan hal tersebut. Jangankan bepergian ke kota yang tak jauh dari tempat tinggalnya, sekedar untuk mengganjal perut dan selembar kain untuk menahan dingin saja sulit. Jangankan tidur di kasur nan empuk, rumah saja masih beratap rumbia. Bila gerimis maka guyuran hujan akan membuat tak bisa tidur. Apalagi jika hujan deras bisa-bisa rumah terbang terbawa badai.

Kamar mandi (atas) dan WC atau jumbleng (bawah).


Siapa pun ingin menyegarkan badan dengan mandi yang bersih setelah seharian bekerja. Tapi sumur pun kering dan kamar mandi hanya tertutup daun kelapa yang kering. Saat perut demikian mulas karena masuk angin dan ingin buang hajat, itu pun sulit dilakukan karena WC tak tertutup serta tak ada air. Semua serbakekurangan. Itulah gambaran nyata keadaan sebagian masyarakat kita. Banyak faktor yang menyebabkan keadaan mereka seperti ini.

Di antara mereka yang hidup dalam keadaan seperti ini adalah Mbah Ngatini (bukan nama sebenarnya) yang berada di salah satu perdesaan di selatan Malang. Namun di sekitar Lumajang, Blitar, Wates, Wonosari, Gombong, dan Gunung Kidul juga ada. Rumah terbuat dari gedhek atau sesek (anyaman batang bambu), beratap sirap (anyaman daun kelapa atau tebu), tempat tidur dari bambu, sanitasi dan air yang tidak memadai apalagi memenuhi syarat kesehatan, pakaian dan makanan ala kadarnya. Untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok sehari-hari diambil dari hasil panen kebun mereka yang tak begitu luas dan subur, seperti jagung, daun pepaya, daun singkong, gode (sejenis kacang-kacangan), lombok, dan kemangi.


Sedangkan untuk keuangan, mereka kadang menjadi buruh tani atau menjual hasil ternak mereka berupa kambing, ayam, atau itik. Misalnya yang dilakukan Mbah Ngatini, di kandang yang menyatu dengan dapur ia memelihari 2 ekor kambing, sepasang ayam, dan sepasang menthog. Setiap menjelang Idul Adha ia menjual salah satu kambing seharga lebih kurang Rp 1.200.000,- untuk kebutuhan keuangan selama satu tahun. Sedangkan ayam biasanya disiapkan untuk hajatan tertentu, seperti menjelang Idul Fitri kemarin. Satu hal yang cukup membuat penulis menjadi trenyuh bila mengunjungi mereka adalah mereka tak pernah merasa kekurangan dan miskin lalu minta belas kasihan.

Jagung, hasil panen sendiri dan alat penggiling jagung jaman batu.

Perhatian dari Masyarakat dan Pemerintah

Tiga tahun yang lalu keadaan mereka tak jauh berbeda dengan saat ini. Bukan berarti masyarakat dan pemerintah tak ada perhatian. Tetapi masih banyaknya keluarga prasejahtera dan keterbatasan dana tentu mengadakan ‘bedah rumah’ secara keseluruhan haruslah secara bertahap. Bagi pemerintah daerah yang mempunyai PAD besar tentu tak terlalu sulit menganggarkan kegiatan ini. Demikian juga wilayah perdesaan yang subur, masyarakatnya juga tak sulit untuk menyisihkan bagi tetangga yang hidup seperti ini. Pihak TNI AD dan LSM juga pernah melakukan ‘bedah rumah’ untuk memberi tempat berteduh dan tinggal yang layak bagi keluarga prasejahtera. 

Yang hidup di atas rata-rata tentu bisa melakukan seperti yang dilakukan pemerintah, TNI AD, LSM, dan masyarakat lainnya. Mengkritisi kebijakan pemerintah dan kinerja para pejabat memang diperlukan, namun kerja nyata membangun masyarakat sungguh amat luhur dan bijaksana.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun