Mohon tunggu...
Ardian Nugroho
Ardian Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis dan memotret menjadi cara saya untuk berbagi kesenangan dan keindahan alam dan budaya negeri.

Blog: www.ardiannugroho.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Terminasi Pengasingan Kereta Jenazah Kolonial Belanda

24 September 2017   16:58 Diperbarui: 24 September 2017   19:38 3751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta Jenazah Peninggalan Kolonial Belanda yang berusia hampir 200 tahun. (Foto: dok.pri.)

Sebuah bangunan persegi bercat merah muda di ujung persimpangan Jalan Candi Sari dan Jalan Taman Pahlawan selama ini selalu diam membisu dan meninggalkan tanya. Engsel berkarat pada sisi kedua pintu berbentuk setengah lingkaran setinggi lebih dari tiga meter seolah menguatkan bukti bahwa pintu tersebut memang tak pernah dibuka dalam kurun waktu yang lama. Bahkan seorang warga yang berusia 63 tahun di daerah itu pun belum pernah melihatnya. Konon, di dalamnya tersimpan kereta jenazah peninggalan masa kolonial.

Pagi itu jawaban untuk pertanyaan yang beredar tentang apa yang ada di dalam bangunan bergaya Belanda tersebut akhirnya terkuak. Daun pintu besar bercat warna-warni itu akhirnya dibuka lebar. Semua mata penasaran tertuju pada apa yang ada di dalamnya. Untuk pertama kalinya tiga kereta jenazah dikeluarkan dari pengasingannya setelah puluhan tahun terkurung dalam bangunan tanpa jendela tersebut. Di acara bertajuk #GiatCagarBudaya Resik 3 Kereta Jenazah Peninggalan Kolonial Belanda "De Drie Lijkkostsen" rencananya ketiga kereta jenazah buatan 1820, 1824, dan 1896 itu akan dibersihkan di depan khalayak.

Warga sekitar membantu membawa kereta jenazah peninggalan Belanda ke pelataran Kelurahan Kutowinangun Lor untuk dibersihkan. (Foto: dok.pri.)
Warga sekitar membantu membawa kereta jenazah peninggalan Belanda ke pelataran Kelurahan Kutowinangun Lor untuk dibersihkan. (Foto: dok.pri.)
Membersihkan benda tua bukanlah perkara mudah. Perlu kehati-hatian dalam memperlakukannya. Warin sebagai penggagas acara terlebih dulu memberikan penjelasan tentang bagaimana membawa kereta yang telah rapuh tersebut. Setidaknya perlu sekitar dua puluh orang untuk mengeluarkan ketiga kereta berbahan kayu jati itu dari sarangnya secara bergantian. Nilai sejarah yang terkandung di dalamnya turut membuat kereta kayu menjadi kian berat.

Sebagai pegiat benda bersejarah, Warin bersama dengan Danang, Teguh, Aga, Ibnu, Lengkong, Ratna Bayu, Alma dan Dian yang berasal dari komunitas Salatiga Urban Legend, Bojalali Heritage Society, Roemah Toea Jogja dan mahasiswa arkeologi UGM mencoba mengenalkan kembali benda peninggalan masa kolonial Belanda yang selama ini terlupakan. Membersihkan kereta jenazah adalah langkah awal mereka. Dibantu warga sekitar, mereka menggunakan kuas dan air untuk membersihkan ketiga kereta jenazah yang telah berselimut debu. Tiga kereta jenazah berwarna hitam tersebut kini berpose di depan publik sembari menjawab rasa penasaran setiap orang yang selama ini hanya mendengar desas-desusnya saja.

Salah seorang relawan membersihkan kereta jenazah menggunakan kuas agar tidak merusak cat dan kayu. (Foto:dok.pri.)
Salah seorang relawan membersihkan kereta jenazah menggunakan kuas agar tidak merusak cat dan kayu. (Foto:dok.pri.)
Satu dari ketiga kereta jenazah tersebut mempunyai model yang unik. Jika dua kereta jenazah lainnya berbentuk seperti kereta kuda pada umumnya, kereta jenazah ini cukup unik karena dikelilingi kaca. Bahkan di kaca tersebut ditorehkan simbol yang berbeda-beda di tiap sisinya. Menariknya simbol itu ditorehkan dengan sempurna pada kereta keempat sisi kaca kereta jenazah yang hanya diperuntukkan bagi orang Belanda dan kulit putih ini.

Untuk peninggalan berusia hampir 200 tahun, kondisi ketiga kereta tersebut masih tergolong cukup baik. Cat hitam pada rangka kereta pun masih melapisi dengan erat. Salah satu kereta bahkan masih bisa berjalan dengan normal. Namun berbagai perbaikan memang diperlukan agar kereta tersebut bisa tampil menawan seperti sedia kala. Sayangnya perhatian dari pemerintah terhadap tiga kereta jenazah yang sudah terdaftar sebagai benda cagar budaya kelas I di BPCB sejak tahun 2015 ini masih minim.

Dua kereta jenazah lainnya dijemur di bawah terik matahari selama dua hari agar kayu benar-benar kering sebelum kereta dimasukkan ke dalam garasinya lagi. (Foto:dok.pri.)
Dua kereta jenazah lainnya dijemur di bawah terik matahari selama dua hari agar kayu benar-benar kering sebelum kereta dimasukkan ke dalam garasinya lagi. (Foto:dok.pri.)
"Ketiga kereta ini cukup membuat bertanya-tanya karena disimpan jauh dari keraton," ucap Warin. "Biasanya kereta-kereta di simpan di dalam keraton. Tapi tidak dengan ketiga kereta jenazah ini." Sebenarnya hal ini cukup wajar mengingat di Salatiga tidak ada kerajaan sehingga ketiga kereta tersebut disimpan di dekat areal pemakaman orang Belanda dan kulit putih yang dikenal dengan Kerkhof. Keputusan menyimpan di dekat areal pemakaman memudahkan mereka yang akan menggunakan kereta tersebut untuk mengangkut peti jenazah orang Belanda ke liang lahat.

Ketiga kereta jenazah sudah bersih dan kering. Saatnya mereka kembali ke dalam sangkar tebal yang mengisolasinya dari dunia luar. Namun kali ini mereka tidak akan tidur lama seperti sebelumnya. Berdasarkan rencana, tahun depan ketiganya akan kembali dikeluarkan untuk dibersihkan lagi. "Kami akan membuat kegiatan ini menjadi agenda tahunan," tutur Warin.

Dengan hati-hati, kereta jenazah dikembalikan ke dalam garasinya setelah panitia memastikan bahwa kayu sudah benar-benar kering. (Foto: dok.pri.)
Dengan hati-hati, kereta jenazah dikembalikan ke dalam garasinya setelah panitia memastikan bahwa kayu sudah benar-benar kering. (Foto: dok.pri.)
Sebuah rahasia tak selamanya bisa disimpan. Pada akhirnya ia akan terkuak. Tiga kereta jenazah yang baru kembali dari keterasingannya menambahkan satu kepingan teka-teki sejarah Salatiga. Ketiganya mengukuhkan pendapat bahwa pada tahun 1900an Salatiga memang pernah menjadi tempat favorit untuk bermukim kalangan Belanda dan kulit putih. Mereka singgah dan tinggal hingga ajal menjelang di kota yang mereka juluki 'de Schoonste Stad van Midden-Java' yang berarti kota terindah di Jawa Tengah.

Warin (tengah) bersama dua temannya, Danang (kiri) dan Teguh (kanan) adalah penggagas acara Resik 3 Kereta Jenazah Peninggalan Belanda. (Foto: dok.pri.)
Warin (tengah) bersama dua temannya, Danang (kiri) dan Teguh (kanan) adalah penggagas acara Resik 3 Kereta Jenazah Peninggalan Belanda. (Foto: dok.pri.)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun