Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jihadnya Bung Tomo, Jihadnya NKRI

27 Juli 2017   05:12 Diperbarui: 27 Juli 2017   05:30 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Tomo - http://buletinmitsal.com

Siapa sangka? Dua kata penutup dalam pidato radio di Surabaya pada 9 November 1945 itu memberikan kekuatan bagi kita untuk menangkal penyelewengan makna lebih dari 70 tahun kemudian. Dua kata itu adalah "allahuakbar" dan "merdeka". Diucapkan dengan nada yang menyala-nyala oleh seorang mantan jurnalis berusia 25 tahun untuk membakar semangat pejuang demi mempertahankan kemerdekaan yang baru seumur jagung dari serangan Inggris dan sekutunya yang tergabung dalam NICA.

Dan pemuda itu bernama Sutomo. Kita lebih mengenalnya dengan Bung Tomo. Konon, akibat pidatonya yang ditutup dengan kata allahuakbar dan merdeka, sebanyak 45 ribu pemuda pejuang yang terdiri dari berbagai suku dari Indonesia di Surabaya berhasil mengalahkan NICA pada 10 November 1945 -- peristiwa yang membuat Surabaya dijuluki sebagai "Kota Pahlawan."

Berterimakasihlah kepada teknologi karena pidato yang berapi-api itu masih bisa kita dengarkan hingga kini. Pidato yang menempatkan ucapan dalam Islam yang berarti "Allah Maha Besar" menjadi sandingan yang pas dengan sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang berarti "kebebasan."

Sekitar nyaris dua pekan kemudian setelah pidato Bung Tomo itu, Nahdlatul Ulama mengeluarkan maklumat jihaduntuk mempertahankan NKRI. "Berupaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat 'sabilillah' untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam," bunyi maklumat tersebut.

Dengan mengingat Bung Tomo, maka pada dasarnya argumen jihadyang berkembang saat ini bisa dimurnikan kembali. Jihad, yang oleh sebagian orang digunakan untuk menentang NKRI karena menganggap Indonesia bukan Negara Islam, jelas-jelas telah mengkhianati apa yang dikatakan oleh Bung Tomo.

Lagi-lagi, sejarah menceritakan kepada kita bahwa Islam sama sekali berada dalam garis yang sejalan dengan NKRI dan Pancasila. Perjuangan melawan kolonialisme, telah dimaknai sebagai perjuangan agama sehingga kematian dalam perang di masa itu pun dianggap sebagai mati di jalan Allah (fisabilillah). "Andai tak ada takbir, saya tidak tahu dengan cara apa membakar semangat para pemuda untuk melawan penjajah," kata Bung Tomo.

Takbirnya Bung Tomo, diucapkan seakan-akan kalimat tersebut bukan hanya tertuju pada masyarakat Muslim saja. Andaikan Bung Tomo memahami jihad untuk memusuhi penganut agama lain, maka secara politik pun kekuatan persatuan tidak akan terwujud. Jihad-nya Bung Tomo adalah jihadyang sebenar-benarnya jihad. Karena jihad-nya melawan penindasan dan membangkitkan masyarakat yang terzalimi. Jihad-nya Bung Tomo, mewakili sebuah kesatuan politik sebuah bangsa yang dicapai melalui perjuangan: Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebuah seruan jihad yang melebur dalam keberagaman.

Tidak sulit untuk memahami mengapai jihad-nya Bung Tomo bisa terasa universal. Simak saja bagian pidatonya di bawah ini:

Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya:

pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku,

pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun