Mohon tunggu...
ara wiraswara
ara wiraswara Mohon Tunggu... -

lahir dan besar di bayah...SMA, kuliah, dan kerja di Bogor..saya cinta menulis...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sesuatu Untuk Film Nasional

9 November 2011   03:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:54 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tahun 2011 tampaknya menjadi tahun yang kurang bersahabat bagi sineas Indonesia. Karena berbagai genre film yang diproduksi sineas lokal belum memperoleh apresiasi positif dari penikmat film sepanjang tahun ini. Bahkan kevakuman film-film yang dihasilkan beberapa studio besar Hollywood, tidak mampu mengalihkan penonton ke film-film nasional. Baru satu judul film nasional yang sukses menyedot kurang lebih 700 ribu penonton. Menurut sebuah tabloid hiburan terbitan Jakarta, film tersebut adalah ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ (SKUT).

Film-film lain harus tertatih-tatih meraih penonton. Tak terkecuali film yang terinspirasi dari buku best seller Prof. Yohanes Surya, ‘Semesta Medukung’. Film yang kaya inspirasi dan digadang-gadang menjadi film laris tahun ini hanya bisa bertahan selama satu minggu penayangannya di bioskop-bioskop tanah air. Memasuki minggu ke dua, hanya tinggal beberapa bioskop yang menayangkan film karya sutradara Jhon de Rantau tersebut.

Sebelumnya, moment lebaran yang sering disebut momentum terbaik untuk merilis sebuah film nasional pun, tidak memberikan kabar baik bagi para sineas lokal tahun ini. Tengok saja, ada lima film nasional yang rilis jelang dan selama Lebaran, tidak satu pun meraih angka penonton fantastis seperti halnya ‘Ayat-Ayat Cinta’, Get Married 1 dan 2’, ‘Ketika Cinta Bertasbih’, atau ‘Laskar Pelangi’.

Menurut sumber yang sama, ke lima film tersebut, ‘Tendangan Dari langit’, ‘Di Bawah Lindungan Ka’bah’, ‘Get Married 3’, ‘Kejarlah Jodoh, Kau Kutangkap’, dan ‘5 Elang’, hanya mampu meraih penonton dalam kisaran 100 ribu sampai 300 ribu per 6 September 2011. Bandingkan saat ‘Ayat-Ayat Cinta’ atau ‘Ketika Cinta Bertasbih’ sukses menjadikan gedung bioskop kebanjiran penonton pada moment Idul Fitri, sehingga jumlah penonton ke dua film ini sukses melampuai angka 2 juta penonton.

Pasca lebaran tahun ini, para sineas lokal pun kembali harus menahan nafas panjang. Karena film-film yang mereka rilis seperti tidak merasa betah berlama-lama di gedung bioskop. Film ‘Masih Bukan Cinta Biasa’, ‘Simfoni Luar Biasa’, ‘Badai Di Ujung Negeri’, ‘Tarung’, atau ‘Mudik’, seperti tak berkutik di publik sendiri. Film-film tersebut tidak sampai hitungan 2 minggu menyapa penontonnya. Bahkan film ‘Tarung’ tak sampai seminggu harus menghilang dari layar bioskop. ‘Uniknya’, film-film yang mengusung genre komedi horror justru relatif awet bertahan di bioskop. Setidaknya, jika dibandingkan film-film Indonesia dengan tema lain yang penulis sebutkan di atas.

Dukungan Pemerintah

Pertanyaannnya kemudian adalah apakah film-film Indonesia sudah kehilangan daya tarik di depan publiknya sendiri? Namun, jika harus mengulas film-film di atas, kita akan mendapatkan keragaman tema yang coba ditawarkan sineas lokal kehadapan penonton. Di luar kendala teknis yang tekadang muncul, film-film tersebut sejatinya patut mendapat apresiasi publik. Mungkin, jumlah penonton tahun 2011 ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi sineas lokal untuk terus berkreasi menggali tema-tema yang berbeda yang mampu menyemangati penonton ke bioskop.

Di luar itu, tren penonton film nasional di tahun 2011 ini tampaknya perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, tak terkecuali pemerintah. Bagi penulis, pemerintah dalam hal ini kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif, punya peran strategis untuk menjaga kesetiaan penonton lokal terhadap film lokal. Peran itu misalnya dengan memberikan dukungan terhadap film-film lokal berkualitas. Menurut hemat penulis, dukungan tersebut dapat menjadi semacam stimulus bagi para produser untuk menghasilkan film-film Indonesia berkualitas dan mulai berpikir ulang untuk membuat film dengan tema picisan.

Untuk itu, kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif perlu melakukan seleksi film-film lokal berkualitas yang akan mendapatkan dukungan. Seleksi tentu saja dapat melibatkan insan perfilman Indonesia untuk menghindari tuduhan adanya penilaian yang tidak fair. Film-film yang telah masuk tahapan seleksi inilah yang kemudian mendapatkan dukungan dari kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif.

Dukungan itu dapat dilakukan dengan membuat kebijakan dan kerja sama khusus dengan para pengolola bioskop di Indonesia. Kerja sama itu meliputi kebijakan bahwa film-film Indonesia yang masuk kategori baik (lolos seleksi kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif -red) mendapatkan tenggat waktu minimal tayang di bioskop. Tenggat waktu minimal yang ideal dalam pemikiran penulis adalah satu bulan.

Dalam rentang waktu tersebut, pihak produser rasanya memiliki keleluasaan waktu untuk melakukan lakukan berbagai langkah promosi dalam mendatangkan penonton ke bioskop. Setidaknya, dalam waktu satu bulan, kesempatan untuk mengembalikan biaya produksi film bagi para produser lebih terbuka lebar. Hal ini tentu saja diperlukan agar para produser film terus tergerak untuk menghasilkan film-film berkualitas.

Bentuk dukungan lain adalah dukungan promosi. Bentuk promosi pertama adalah langkah kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif untuk merancang aneka promosi di berbagai media massa berupa ajakan menonton film-film yang masuk kategori baik berdasarkan penilaian kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif..

Sedangkan bentuk promosi ke dua adalah menggunakan jaringan birokrasi ke daerah-daerah untuk membantu promosi film-film Indonesia berkualitas. Jaringan birokrasi di daerah, terutama yang memiliki gedung bioskop, diminta melakukan kampanye ajakan menonton di daerahnya masing-masing. Media-media pemerintah daerah seperti website, radio, atau televisi diminta untuk melakukan ajakan kepada masyarakat untuk menonton film-film yang masuk kriteria berkualitas versi kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif. Dengan dukungan promosi yang masif ini, tentu sangat diharapkan jumlah penonton film Indonesia tetap berada pada kisaran yang menggembirakan.

Dukungan ini, tentu saja bukan dimaksudkan untuk memanjakan sineas lokal. Tetapi, kondisi saat ini memang sangat membutuhkan dukungan berbagai para pihak terkait untuk menjaga loyalitas penonton film-film nasional. Dengan demikian, film nasional tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.  ARW

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun