Mohon tunggu...
Apriyan Sucipto SHMH
Apriyan Sucipto SHMH Mohon Tunggu... ASN -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Proletarian..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

POLITIKA PANCASILA ADENDUM UUD 1945 ( ingat ingat om... Pandji )

15 Oktober 2012   01:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

POLITIKA PANCASILA ADENDUM UUD 1945

Pandji R Hadinoto / Majelis Benteng Pancasila / 10 Nopember 2009

PEMBATASAN :


  1. Adendum dilakukan terhadap Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945 (Edisi 1959);
  2. Adendum berkerangka dasar terkait langsung dengan makna Pancasila;
  3. Adendum dimaksudkan mengakomodasi dinamika aspirasi yang berkembang pasca 1998 (*) sepanjang memenuhi jiwa, semangat dan nilai-nilai sebagaimana butir-2 diatas dan kontekstual dengan dinamika peradaban kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi Indonesia Bermartabat, Digdaya dan Mulia;

PENGUSULAN :

PERTAMA :

Pasal-1 (3) Batang Tubuh

Nilai dan Norma Pancasila wajib senantiasa dihayati, diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pasal-1 (3) Penjelasan

Yang dimaksud dengan Nilai dan Norma Pancasila adalah ketentuan sebagai berikut :

SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA


  1. Percaya dan Takwa kepad Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
  2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
  3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
  4. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain

SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB


  1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia
  2. Saling mencintai sesama manusia
  3. Mengembangkan sikap tenggang rasa
  4. Tidak semena-mena terhadap orang lain
  5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
  6. Berani membela kebenaran dan keadilan
  7. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain

SILA PERSATUAN INDONESIA


  1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan
  2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
  3. Cinta tanah air dan bangsa
  4. Bangga sebagai bangsa dan bertanah air Indonesia
  5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika

SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKASANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN


  1. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
  2. Tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
  5. Dengan itikat yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
  6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
  7. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA


  1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
  2. Bersikap adil
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
  4. Menghormati hak-hak orang lain
  5. Suka member pertolongan kepada orang lain
  6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
  7. Tidak bersikap boros
  8. Tidak bergaya hidup mewah
  9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
  10. Suka bekerja keras
  11. Menghargai karya orang lain
  12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social

PEMBENARAN : (antara lain Lampiran No. 2]

KEDUA :

Pasal-22 (1) Batang Tubuh

Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang, dengan diskresi bukan tanpa batas

Pasal-22 (1) Penjelasan

(kriteria kegentingan yang memaksa tersebut diatas diuraikan lebih terukur)

PEMBENARAN : (antara lain Lampiran No. 3, 4, 5, 6)

KETIGA :

Pasal-27 (3)

Negara memberikan perlindungan hukum bagi warga Negara penggiat gerakan anti suap dan anti korupsi nasional serta penggiat pembangunan Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab dalam rangka penguatan jati diri hak asasi manusia Indonesia;

KEEMPAT :

Pasal-30 (3) Batang Tubuh

Negara membentuk badan pengelola daerah perbatasan dengan maksud dan tujuan kepastian pembelaan negara bagi perlindungan garis batas Negara;

KELIMA :

Pasal-30 (4) Batang Tubuh

Negara memberikan ruang gerak kegiatan pengawasan sosial kepada masyarakat madani terstruktur, berwujud kajian moral Pancasila terhadap kinerja penyelenggara Negara demi kepastian pembelaan negara;

KEENAM :

Pasal-30 (5) Batang Tubuh

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga tinggi Negara demi kepastian pembelaan negara dari tindak pidana luar biasa yang dapat melumpuhkan sendi-sendi bangunan masyarakat, bangsa dan negara;

KETUJUH :

Pasal-35 (3) Batang Tubuh

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya yang wajib dinyanyikan lengkap pada setiap upacara kenegaraan;

Pasal-35 (3) Penjelasan

(Syair 3 kuplet selengkapnya dimuat)

KEDELAPAN :

Pasal-1 (4) Batang Tubuh

Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945 adalah wajib diikrarkan pada setiap upacara kenegaraan

Pasal-1 (4) Penjelasan

(substansi Proklamasi dimuat selengkapnya)

KESEMBILAN :

Pasal-1 (5) Batang Tubuh

Sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang bermakna Berbeda Dalam Persatuan adalah kelengkapan yang melekat pada lambang Negara Garuda Pancasila dan wajib diutarakan pada setiap awalan pidato kenegaraan;

Pasal-1 (5) Penjelasan

(Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrva diuraikan lengkap makna merujuk a.l. buku 700 Tahun Majapahit, Dinas Pariwisata Daerah Propinsi DaTi I JaTim, 1993)

KESEPULUH :

Pasal-7 Batang Tubuh

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun. Dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan

KESEBELAS :

Pasal-24 (1) Batang Tubuh

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi serta lain lain badan kehakiman menurut undang-undang

KEDUABELAS :

Tambahan Penjelasan Umum IV

7 (Tujuh) kata Semangat termaksud diatas itu ialah Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45 yang adalah Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia, yang dapat dirinci menjadi nilai-nilai dasar dan nilai-nilai operasional sebagai berikut :

Nilai-nilai dasar :


  1. Semua nilai yang terdapat dalam setiap sila dari Pancasila;
  2. Semua nilai yang terdapat dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;
  3. Semua nilai yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, baik dalam Pembukaan, Batang Tubuh, maupun Penjelasannya

Nilai-nilai operasional :

Nilai-nilai operasional adalah nilai-nilai yang lahir dan berkembang dalam perjuangan bangsa Indonesia selama ini dan merupakan dasar yang kokoh dan daya dorong mental spiritual yang kuat dalam setiap tahap perjuangan Bangsa seterusnya untuk mencapai Tujuan Nasional Akhir, seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta untuk mempertahan-kan dan mengamankan semua hasil yang tercapai dalam perjuangan tersebut, yang meliputi


  1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Jiwa dan semangat Merdeka
  3. Nasionalisme
  4. Patriotisme
  5. Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka
  6. Pantang mundur dan tidak kenal menyerah
  7. Persatuan dan kesatuan
  8. Anti penjajah dan penjajahan
  9. Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendiri
  10. Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya
  11. Idealisme kejuangan yang tinggi
  12. Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan Negara
  13. Kepahlawanan
  14. Sepi ing pamrih rame ing gawe (banyak bekerja tanpa berharap banyak)
  15. Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan dan kebersamaan
  16. Disiplin yang tinggi
  17. Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan

PEMBENARAN :

Pedoman Umum Pelestarian Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45 (Lampiran No. 7)

(*) Catatan :

Kaji Ulang substansi Amandemen UUD 1945 (edisi 2002) atau Assessment bagi keperluan substansi Adendum UUD 1945 (edisi 1959)

Edisi 1959 adalah Lembaran Negara Republik Indonesia No 75, 1959

Edisi 2002 adalah Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan Dan Kompilasi Tanpa Ada Opini, yang konon baru didaftarkan ke Lembaran Negara Republik Indonesia pada awal tahun 2006 oleh Ketua MPR RI 2004 – 2009.

Politika Pancasila Adendum UUD 1945 [Lampiran No. 1]

Kabinet Pancasila jadi rekomendasi bapak Daoed Joesoef [Pancasila Untuk Apa Lagi, Suara Pembaruan, 16 Oktober 2009] yang patut dijadikan landasan pola pikir eksekutif bagi terbentuknya kinerja penyelengaraan Negara saat ini ketika menghadapi ancaman situasi global seperti krisis energi dan pangan dunia yang berangsur mengarusutama.

Sejalan dengan termaksud diatas, maka sebenarnya pada 14 Oktober 2009 saat temu silahturahim kebangsaan bersama Laboratorium Pancasila Universitas Negeri Malang dengan berbagai pemuka masyarakat ibukota seperti bapak Tri Sutrisno, bapak Amin Aryoso, bapak Sulastomo, dlsb, bertempat di resto Pulau Dua, Senayan, telah pula disampaikan perihal 5 (lima) usulan rancangan pokok-pokok addendum UUD45 bagi penyelenggara legislatif, yang bersemangatkan mengutamakan Pancasila yaitu agar supaya (1) Butir-butir Pancasila, Nilai dan Norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) sesuai dengan Ketetapan No. II/MPR/1978 tanggal 22 Maret 1978, dimasukkan kedalam Batang Tubuh. Seiring dengan hal ini, juga diusulkan agar supaya (2) kriteria “Kegentingan Luar Biasa” berkaitan dengan diskresi Presiden dalam penerbitan PerPPU dapat diatur di tingkat Konstitusi Tertulis dengan maksud agar Presidential Heavy dapat diseimbangkan, tidak mengulang kontroversi sebagaimana pasca penerbitan PerPPU Pimpinan Plt KPK yang sampai saat ini masih mengidap perbedaan pendapat yang cukup menajam diantara para pakar politik dan hukum, sehingga cepat atau lambat berkemampuan menggoyahkan upaya2 penguatan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPKI) skala dunia, yang pada gilirannya dapat pula menggoyang baik sila ke-3 maupun sila ke-5 Pancasila. Demikian pula, pokok politik hukum tentang (3) Perlindungan Hukum bagi penggiat Anti Korupsi termasuk Peniup Suling, dan penggiat HAM, diusulkan dapat segera diatur di tingkat Konstitusi Tertulis guna menghindari munculnya fenomena dugaan Pencemaran Nama Baik sebagaimana kini marak terjadi. Selanjutnya adalah tentang keberadaan (4) Otoritas Perbatasan dan Pengawal Pantai (Coast Guard) guna menangkal berlanjutnya masalah pergeseran tapal batas Negara, illegal lodging, illegal trading, illegal fishing, kehadiran infiltrasi fisik kekuatan asing yang secara strategis taktis dianggap dapat potensial membahayakan Persatuan Indonesia (Sila ke-3 Pancasila). Last but not least, ikhwal peranan (5) Moral Review oleh Masyarakat Madani patut pula diatur di tingkat Konstitusi Tertulis, disamping Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi dan Political Review oleh Dewan Perwakilan Rakyat, terutama ketika berkaitan dengan dugaan Tindak Pidana Ideologi & Politik Kebangsaan Kenegaraan, guna perkuatan sila ke-3 Pancasila. Semoga Kabinet 2009-2014 yang pembentukannya mengidap fakta tidak tepat jadwal dapat tetap bersemangatkan Konstitusi Pancasila demi harmonisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menggapai cita politik Pembukaan UUD45.

Jakarta, 21 Oktober 2009

Pandji R Hadinoto / Editor, Politika Konstitusi Pancasila Indonesia / www.pkpi.co.cc

SUARA PEMBARUAN DAILY,  15 Oktober 2009 [Lampiran No2]

Pancasila ?

(Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Daoed Joesoef

Orang mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono se- orang peragu. Sejujurnya, apakah kita semua rata-rata tidak begitu? Berhubung presiden adalah orang nomor satu di pemerintah, karakter berkekurangan itu tampak sekali. Padahal, kita semua, dengan derajat yang berbeda, adalah serupa itu.

Betapa tidak. Kita selalu menuntut ketegasan, tetapi kalau ada pejabat yang tegas, dia dicap kaku. Kita menyuarakan kata “tuntas” bila menyangkut pemberantasan hal-hal yang merugikan kehidupan bersama, tapi kalau demi ketuntasan pemberantasan korupsi, misalnya, menyentuh kehidupan pribadi, keluarga, kelompok atau warga separtai/sejajaran, kita menuding pemberantasan itu sewenang-wenang. Dengan kata lain, kata-kata “tegas” dan “tuntas” hanyalah topeng yang menutupi keragu-raguan.

Kita mau pasrah pada kapitalisme, tetapi belum apa-apa curiga bahwa ia menelurkan disorder dan merusak ikatan tradisional kita. Kita percaya pada asas-asas toleransi walaupun ternyata tetap peka terhadap tuntutan identitas religius. Kita meyakini pemisahan kekuasaan, tetapi keberatan kalau politisi kehilangan hak-haknya. Kita menjunjung tinggi kebebasan formal, tetapi terus merindukan kebebasan riil. Kita menuntut keadilan sosial, tetapi tidak mau kalau ia mengutak-ngatik hak milik banyak orang.

Di samping berkarakter peragu, kita mudah sekali mengagumi kejayaan bangsa dan negara lain, tanpa mengindahkan semua jenis prakondisi dan kondisi yang memungkinkan kejayaan itu. Dengan spontan kita berseru supaya meniru Tiongkok setelah melihat sukses dan “kebesaran ” yang diciptakannya selama 60 tahun dengan melupakan berbagai kekerasan penguasa negeri itu yang telah mengondisikan perwujudan kemegahan tersebut.

Mengapa kita tidak bercermin pada diri sendiri dan mempertanyakan sebab musabab kita menjadi negara-bangsa yang “magek segitu“? Lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan Barat, yang selama ini mengayomi dan menggurui kita dan nyaris kita telan mentah-mentah semua resep ekonomisme dan utiliterisme mereka, sering menyalahkan sikap kita yang katanya irasional. Baiklah. Kalau kita memang tidak rasional, bagaimana menilai irasionalitas tersebut jika di bawah sorotan suatu konsep, betapapun kekurangannya, tentang bagaimana seharusnya rasionalitas itu. Di sini suatu filosofi politik perlu dilibatkan untuk menunjukkan bobot prinsip rasionalitas dari perilaku human kita dan pilihan di antara alternatif-alternatif.

Pancasila

Filosofi politik itu adalah Pancasila, yang selama ini hanya kita jadikan lip-service demi kemenangan petunjuk, yang katanya serba rasional, dari lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan dunia (Barat) dan ceramah tokoh-tokoh ekonomi asing. Kalau kita meragukan Pancasila, tidak percaya pada efektivitasnya sebagai pegangan, selaku petunjuk jalan, bagaimana kalau ia kita “buang” saja? Ternyata tidak dan inilah kemunafikan kita, buah dari keragu-raguan kita, kalaupun bukan akibat rasa rendah diri, tidak percaya pada kekuatan pemikiran filosofis sendiri. Jangankan ideologi, setiap ilmu pengetahuan di bidang apa pun, sosial atau eksakta, punya filosofinya sendiri dan setiap filosofi membina ilmu pengetahuan sendiri.

Sering Pancasila disalahkan, karena tak kunjung terwujud dalam kenyataan hidup sehari-hari. Tudinglah ini salah alamat. Pancasila hanya suatu orthodaxi, yaitu ajaran yang diyakini benar, hasil galian nalar dalam sistem nilai yang kita hayati. Kitalah, manusia Indonesia, yang harus mentransformasikannya menjadi orthopraxis, yaitu praktik yang benar dari ajaran yang benar tadi, dan dengan begitu membuktikan bagaimana Pancasila yang tidak berbentuk, hanya berupa orthodoxi menjadi nyata dalam praksis.

Kemunafikan kita selama ini sebenarnya menodai (ajaran) Pancasila. Silanya yang pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, kita biarkan direduksi menjadi “Keagamaan Yang Maha Esa” dan ukuran “keesaan” itu adalah besarnya jumlah penganut. Kita biarkan penguasa negara telah melakukan pembiaran terhadap pemaksaan dari kelompok-kelompok yang mengklaim berstatus mayoritas. Tidak sedikit kebijakan nasional dan daerah yang diskriminatif dan melanggar kebebasan beragama. Bahkan lebih-lebih, hak asasi manusia, seperti perda-perda syariah. Pengesahan Qanun Jinayat di Aceh bahkan bersifat inkonstitusional.

Sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” tidak hanya diinjak-injak oleh kelompok mayoritas dalam beragama, tetapi telah diabaikan begitu saja oleh praktik pembangunan. Praktik ini, berdasarkan konsep yang mengidentifikasi pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi serta wealth production yang mengaburkan masalah normatif, keadilan, keberadaban (martabat) manusia, demokrasi. Tekanan pada kenaikan pendapatan, misalnya, telah menjauhkan perhatian dari “apa” yang diproduksi “bagaimana”, “untuk siapa” dan “siapa” yang untung dan “siapa” yang buntung. Pembangunan human betul-betul tidak diperhitungkan.

Penulis adalah Alumnus Universite Pluridisciplinaires Pantheon-Sorbonne

2009-10-16Pancasila, untuk Apa Lagi?
(Bagian Terakhir dari Dua Tulisan)

Daoed Joesoef

Sila ketiga, “Persatuan Indonesia” bukan dibangun, malah dirusak oleh rasional pembangunan selama ini. Ada daerah yang terus digali kekayaan buminya demi kenaikan GNP, tetapi sama sekali tidak dibina kemampuan penduduk lokal berprestasi teknik-ekonomis melalui pendidikan umum dan kenaikan skills serta kemungkinan penerapan technical know-how tadi dengan mendirikan sentra-sentra produksi lokal. Daerah seperti ini diberi predikat “tertinggal”, padahal bukan karena salahnya, tetapi karena mereka ditelantarkan oleh proses pembangunan.

Sila keempat. “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” secara diam-diam dianggap tidak praktis, jadi dibiarkan begitu saja. Sebagai gantinya dipakai sistem voting dalam pengambilan keputusan, cara yang tidak dipujikan oleh Pancasila. Memang “musyawarah” bisa memakan banyak waktu, jadi tidak cocok, bukan unapplicable, dalam kondisi, ditingkat dan fokus tertentu. Namun, di tingkat akar rumput ia bisa dan sudah diterapkan sejak dulu, seperti terbukti di lingkungan subak dan banjar di Bali, desa di Jawa dan nagari di Minangkabau. Maka jalankanlah pembangunan yang konsepnya memungkinkan musyawarah berjalan. Ia pasti bukan development in terms of income, tetapi, misalnya, in terms of social space.

Pada tahun ’80-an abad yang lalu, di tengah-tengah maraknya “Perang Dingin” antara blok Barat dan Timur, diselenggarakan konferensi tentang Concensus and Peace di UNESCO. Sewaktu membuka konferensi tersebut, Amadou-Mahtar M’Bow, Dirjen UNESCO (ketika itu), menganjurkan para peserta bermusyawarah (discussion in common) agar berangsur-angsur tercapai mufakat (agreement) sebagaimana yang lazim dilakukan di lingkungan traditional societies.

Bukankah dasar penganugerahan hadiah “Nobel Perdamaian” untuk Obama adalah sekalu Presiden Amerika Serikat dia memilih dialog dan perundingan (musyawarah) sebagai instrumen untuk menyelesaikan konflik internasional (mufakat).

Sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”, tidak terwujud, padahal suatu kebijakan fiskal yang relevan bisa melakukan itu. Praktik pembangunan berpotensi besar untuk mewujudkannya, asalkan penguasa menyadari bahwa Rakyat Indonesia, secara instingtif bagi yang kurang terpelajar, secara nalariah bagi yang terpelajar, menginginkan sekaligus to have more dan to be more sebagai ukuran keadilan. Bangsa merupakan suatu komunitas besar dari manusia yang dipersatukan oleh aneka ragam ikatan dan, lebih-lebih, digabungkan in fact oleh budaya. Bangsa eksis “oleh” budaya dan “untuk” budaya. Oleh karena itu, pengaruh pokok pendidikan yang menyakinkan adalah bahwa manusia can be more di dalam komunitas. Komunitas inilah yang punya sejarah yang melampui sejarah individual dan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun