Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Review Sing Street] Mengubah Rasa Menjadi Lagu

25 Februari 2017   14:17 Diperbarui: 25 Februari 2017   14:29 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komikers No Bar Sing Street (Sumber: FB Komik)

Suka menonton film musikal? Saya mulai menyukai film musikal sejak menonton film the sound of music. Keren lagu-lagunya. 

Jumat kemarin malam, 24 Februari 2017, saya lagi lagi mengikuti nonton bareng bersama Komunitas Komik (Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub). Kali ini fimnya adalah Sing Street. Film berdurasi 105 menit ini, saya tonton di Studio 3 Plaza Indonesia. Diputar jam 21.30, karena ternyata masih menunggu pemutaran film Bukaan 8 yang diputar sebelumnya di studio yang sama. Event nonton gratis ini bertema Love Philosophy, dilaksanakan oleh Plaza Indonesia. 

Film ini dibintangi oleh Ferdia Walsh-Peelo yang menjadi pemeran Connor, dan Lucy Boynton sebagai Raphina. Singkatnya, film ini berkisah tentang Connor dan Raphina dalam mengejar cita-cita mereka. Connor yang suka menyanyi, mengaku mempunyai grup band pada Raphina yang bercita cita ingin menjadi model. Berawal dari ingin berkenalan dengan Raphina, akhirnya Connor membuat lagu, dan band. Kisah ini dibumbui kehidupan di sekolah menengah yang agak keras. Teman sekolah yang suka membully, juga guru yang kasar dan keterlaluan. Ada juga gambaran orang tua Connor yang dalam beberapa scene ditunjukkan tidak harmonis. 

Ketidakharmonisan dalam keluarga bukan berarti Connor tidak dipedulikan. Kakak laki-laki Connor adalah teman yang menyemangati Connor dalam bermusik.  Ia berbeda usia jauh sekali dari Connor, tetapi akrab. 

Lagu-lagu yang dihadirkan dalam film ini kebanyakan berirama cepat, dan enak didengar. Raphina menjadi model klip video Connor, dan ia menunjukkan bahwa dalam melakukan segala sesuatu kita harus melakukannya dengan sungguh sungguh. Film ini ditutup dengan adegan, Connor dan Raphina menuju Inggris di atas boat. 

Film ini sungguh menarik dan membuat saya belajar beberapa filosofi cinta,

1. Cinta adalah rasa yang kadang susah dipahami secara logika. Saya suka dengan bagaimana usaha Connor menarik perhatian Raphina, sementara ia masih berusaha mengatasi bullying di sekolahnya, dan juga guru aneh yang kejam. (Masak sih, ngga pakai sepatu hitam saja suruh nyeker?)

2. Musik itu bahasa yang bisa mendamaikan. Bahasa rasa. Bahasa yang membuat seorang Connor, dari siswa yang sendiri menjadi pemimpin kelompok band, dan punya kepercayaan diri. Saya melihat perubahan Connor di awal film yang sendirian, kemudian tampak selalu diikuti anggota bandnya di sekolah. 

Yang ngga asyik pas nonton film ini adalah,... 

Tidak ada subtitle bahasa Indonesianya. Entah apakah ini disengaja, atau memang kebetulan saja. Tapi, bahasa Inggrisnya slank dan cepat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun