Mohon tunggu...
Hendrie Santio
Hendrie Santio Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Serabutan

Seorang Serabutan yang mencoba memaknai hidup

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Membangun Embung, Menjaga Air Jakarta

26 Agustus 2019   00:11 Diperbarui: 4 September 2019   15:15 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai kota dengan tingkat kepadatan yang teramat tinggi, ketersediaan air yang layak dikonsumsi mutlak harus dimiliki oleh Kota Jakarta. Dengan modal berupa 20 badan air atau sungai yang mengalir hampir di seluruh bagian ibukota, Jakarta seyogiyanya tidak punya alasan untuk tidak bisa menyediakan air layak konsumsi. 

Sayangnya, mayoritas dari keempat belas sungai tersebut dinyatakan tidak layak menjadi bahan baku air minum, data dinas air pada tahun 2017 menyebutkan bahwa 61 persen dari titik titik sungai di Jakarta masuk kategori tercemar berat.

Kondisi ini tentu terdengar sangat kritis mengingat kebutuhan air di ibukota pada tahun ini( 2019- red) akan mencapai 20.000 liter per detik yang sebagian besar harus di suplai dari Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Problem ketersediaan air ini akhirnya menyerempet kepada masalah turunnya permukaan tanah. Kurangnya kemampuan Perusahaan air minum membuat masyarakat beralih kepada solusi praktis dengan mengeruk air tanah.

Masifnya penggunaan sumur bor oleh penduduk diyakini menjadi penyebab menyusutnya air tanah yang mempengaruhi struktur tanah Jakarta. Akibatnya kota Jakarta selalu setia dalam ancaman rob atau air pasang bahkan diprediksi dapat tenggelam kurang dari 30 tahun mendatang.

Tidak bisa dibayangkan jika prediksi bahwa plaza monumen nasional akan terendam air pasang akan benar-benar terjadi, mengundang pertanyaan bagaimana manusia bisa beradaptasi hidup dengan genangan air setiap saat jika saat banjir saja kita kewalahan. 

Masalah Jakarta dengan air tidak berhenti sampai di situ. Masalah klasik yang menghinggapi kota Jakarta dan banyak kota lainnya pada musim hujan tidak lain adalah banjir. Ya, masyarakat kota Jakarta sebagai penghuni metropolitan sepertinya sudah teramat akrab dengan banjir dan genangan air. Keakraban tersebut bisa kita lihat apabila muncul pemberitaan mengenai kampung-kampung yang menjadi langganan terendam apabila musim hujan tiba.

Jarang sekali kita melihat para warga yang muram karena rumahnya terendam banjir, seolah menegaskan bahwa tinggal di Ibukota sudah harus siap dengan banjir. Padahal selain bukan kondisi yang lazim, banjir tentu dapat membawa impak lanjut berupa datangnya berbagai penyakit. Selain itu biaya kerugian ekonomis karena berhentinya urat nadi komersil juga bukan hal yang bagus bagi wilayah ibukota. Banjir adalah momok bagi kota besar seperti Jakarta.

Sungai yang tercemar sana sini hingga daya dukung lingkungan sungai yang rusak tidak bisa menjadi alasan Jakarta rentan terhadap masalah air.  Selain memiliki 20 sungai, Jakarta juga memiliki 6 buah situ (danau) dan 15 kolam penampungan atau disebut juga dengan embung. Embung inilah yang dapat menjadi faktor krusial bagi solusi permasalahan air Jakarta.

Mengapa Jakarta memerlukan Embung? Jawabannya sangat sederhana, Embung dapat sangat diandalkan menahan cadangan air kala kemarau dan mencegah air meluap kala musim hujan. Sebagai rekayasa infrastruktur, embung dapat bersinergi dengan badan-badan air yang terbentuk secara alami dengan menampung aliran air dari hulu dan air hujan, selanjutnya jalur distribusi embung bisa diatur menuju wilayah-wilayah yang membutuhkan pasokan air.

Apabila Jakarta memiliki jumlah embung yang optimal, maka PDAM-PDAM Jakarta dapat memiliki sumber bahan baku air alternatif selain mengandalkan sungai, terutama sungai yang tercemar membutuhkan upaya purifikasi yang sangat sulit dan mahal. Selain itu dengan membangun sistem penangkapan air yang terintegrasi dengan embung sebagai fondasi, Jakarta dapat menjadi kota yang ramah dengan air sesungguhnya

Melihat urgensi dari fungsinya, pemerintah DKI Jakarta bekerja sama Dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane Cilliwung (BBWSCC) memastikan akan membangun embung yang sesuai dengan kaidah naturalisasi. Kaidah naturalisasi ini merupakan salah satu ide yang dicetuskan oleh Pak Gubernur untuk menjaga air Jakarta, dimana pembangunan infrastruktur air diusahakan akan menihilkan teknik pembetonan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun