Mohon tunggu...
Anton DH Nugrahanto
Anton DH Nugrahanto Mohon Tunggu... Administrasi - "Untung Ada Saya"

Sukarnois

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Setelah Soegija, Adakah Film Tentang Romo Mangun?

10 Juni 2012   03:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:10 2567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah menonton film Soegija jum'at malam kemarin, saya amat menyukai alur cerita dari film ini, dari sisi sinema tak usah diragukan lagi kemampuan Garin Nugroho alumnus Loyola Semarang ini dalam menjalin cerita..seperti bagaimana ia menggambarkan ruang yang diam, mata yang teduh sebagai pralambang 'penolakan' Soegija terhadap penindasan kolonial Belanda, keberanian Soegija mempertahankan martabat keyakinannya dan banyak lagi cerita yang menjadikan kita paham 'bahwa dimanapun, penindasan adalah persoalan kemanusiaan...dan kemanusiaan itu satu".

[caption id="attachment_187009" align="aligncenter" width="334" caption="YB Mangunwijaya, 1929-1999 (Sumber Photo : Kompas)"][/caption]

Setelah menonton film ini apakah kemudian nanti ada film tentang Romo Mangun?  mungkin amat menarik bila para sineas kita mengangkat Romo Mangun sebagai film yang 'mengajarkan manusia untuk memahami manusia sebagai manusia. Bila Soegija mengangkat sebuah pemikiran alam bawah sadar bagaimana kemudian pribumi bisa sejajar dengan penjajah Belanda dan manusia itu tidak dibedakan atas nama ras dan gap sosial maka film Romo Mangun nanti akan memberikan pencerahan pada kita : "Manusia yang tidak terasingkan oleh lingkungannya karena dia miskin, dan manusia yang tidak terasingkan pendidikannya karena berstatus sosial rendah'. Romo Mangun sepanjang hidupnya bergerak di bidang sosial dan membangun ruang kemasyarakatan yang ramah pada lingkungan dengan 'Kali Code' sebagai hasil perbuatannya beliau semasa hidup.

Romo Mangun lahir 6 Mei 1929, ada kenangan menarik dia sewaktu masih muda yaitu bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) ia menemukan komandan yang amat pendiam, komandan itu adalah Suharto. Mungkin anda masih ingat kisah seorang anak kecil bernama Temon dalam film 'Serangan Fajar' salah satu adegannya yaitu : Temon melihat  seorang komandan yang  naik Jeep dengan disetiri oleh seorang anak buahnya, itulah sebenarnya Suharto dan YB Mangunwijaya,  waktu bergabung dengan TKR dan kemudian diangkat jadi perwira TNI, Romo Mangun sempat menjadi sopir Jeep Pak Harto dalam menginspeksi kota Yogyakarta.  Walaupun kelak kemudian hari saat Pak Harto jadi Presiden RI dan Romo Mangun bergiat di lingkungan kaum miskin di Yogyakarta mereka kerap bersebrangan pendapat, Romo Mangun selalu mengeritik pemerintah yang seakan tak sensitif mendengarkan suara kaum miskin, mereka yang terpinggirkan oleh sistem masyarakat yang mapan.

Yogyakarta sendiri adalah 'rumah jiwa'  bagi Romo Mangun, di Yogyakarta-lah telaga air mata Romo Mangun dibangun untuk mengerti bagaimana kemanusiaan bekerja, ada dua hal yang amat diperhatikan Romo Mangun dalam melihat kemanusiaan : Pertama, Lingkungan dan Kedua, Pendidikan Anak.

Dari lingkungan yang sehat manusia bisa berkembang menjadi pribadi yang memenuhi ruang kedewasaannya-.  Itulah yang menjadi prinsip Romo Mangun dalam membangun sebuah lingkungan dimana manusia bisa berinteraksi dengan alam, bisa menciptakan kemanusiaannya dengan alam. Suatu sore Romo Mangun berjalan-jalan keliling kota Yogyakarta dengan sepeda onthel ia menikmati langit sore kota Yogyakarta yang berwarna kuning muda,  ia berkeliling di pemukiman mapan kaum pejabat dan bangsawan dekat Keraton yang teratur dan bersih lalu ia mengarahkan sepedanya  Kali Code,  satu hal Romo Mangun sangat menyukai arus deras kali. Ketika ia berada di tengah jembatan Kali Code ia melihat dibawah talud (tembok penahan bibir sungai dari erosi) banyak sekali sampah, imajinasinya berjalan ketika ia bertanya 'bagaimana bisa seseorang dengan kemiskinannya bisa hidup di ruang yang kotor ini?, lalu bagaimana kemudian menciptakan sebuah ruang baru dimana ruang itu tetap bersahaja tapi bersih?'.

[caption id="attachment_187010" align="aligncenter" width="352" caption="Salah satu sudut yang indah di Kali Code (Sumber Photo : Kali Code SD Mangunan)"]

13392985341093048020
13392985341093048020
[/caption]

Pikiran itu berkecamuk dalam dirinya, suatu pagi ia duduk di teras rumahnya, bunga-bunga bermekaran dan ratusan embun jatuh perlahan menimpa rumput yang ditanam seperti beludru berwarna hijau, ia begitu menikmati, kemudian Romo Mangun tersentak, ia mendapatkan pencerahan 'Lingkungan yang memanusiakan bisa dibangun tanpa harus mahal, yang penting adalah 'tidak mengasingkan manusia dengan dirinya sendiri' bagaimana manusia bisa menikmati alam, di tengah lingkungan yang kumuh sekalipun jika lingkungan itu dibersihkan maka manusia bisa menikmati alam.

Uang tidak dapat membeli bintang-bintang, malam yang indah, ratusan bulir embun yang jatuh di pagi waktu dan udara sore yang tenang dengan langit berwarna tembaga, -karena hidup yang indah itu sebenarnya gratis,  alam yang indah itu adalah pemberian Tuhan pada manusia.

Pencerahan inilah yang kemudian menjadikan Romo Mangun bangkit dari ruang nyamannya dan masuk ke perkampungan kali Code, membangun Kali Code sebagai ruang yang ramah manusia. Setelah kerja kerasnya dan kegembiraan 'wong cilik' menerima Romo Mangun dengan tulus dan ikhlas, rakyat bergotong royong membangun lingkungannya sebagai lingkungan yang bersih dan indah, pelajaran pertama bagi mereka sederhana sekali seperti ajaran seorang guru SD pada muridnya di sebuah siang yang panas : "Jangan Membuang Sampah di Kali". Hasilnya sebuah karya seni luar biasa terbangun di Kali Code, di masa Romo Mangun, kali code menjadi kali yang bersih, orang senang melihat kali ini dikala sore duduk-duduk dan memakan pisang goreng dengan secangkir kopi hangat atau bermain gitar dan kentrung menyanyikan lagu keroncong dengan bulan bulat di atas Kali Code yang berbinar indah.

Berarsitektur berarti berbahasa dengan Ruang dan gatra, dengan garis dan bidang, dengan material dan suasana tempat. Dalam berarsitektur, bukan hanya soal efisiensi-teknis dan fungsional saja, tetapi ada unsur lain yaitu harus adanya dimensi ‘ Budaya’

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun