Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Legenda Citarum dalam Visi Hinduisme

15 September 2018   01:45 Diperbarui: 15 September 2018   02:04 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada suatu siang yang terik, Danyang Sumbi sedang asyik menenun dalam ranggonnya. Tiba-tiba teropong yang dipakai untuk menenun terlempar ke luar ranggon dan jatuh di kolong ranggon. Kejadian itu membuat Danyang Sumbi kesal, sebab dia merasa malas jika harus menuruni tangga ranggon untuk mengambil sendiri teropongnya. Sambil setengah mengumpat karena kesal, keluar kata-katanya secara tidak sengaja dan setengah sadar. "Dasar sial! Males banget jika aku harus turun. 

Alangkah bahagianya jika ada siapa saja yang bisa menolong mengambilkan teropongku. Jika permpuan akan kujadikan saudaraku, jika laki-laki, aku bersedia jadi istriny," keluh Danyang Sumbi. Dia tidak menyadari bahwa ucapannya sangat bertuah karena dia rajin puasa empat puluh hari sekali. Tapi saat itu dia sedang tidak berpuasa.

Suara Danyang Sumbi ternyata terdengar oleh si Tumang yang memang hampir setiap hari sejak Danyang Sumbi tinggal di situ, selalu datang ke kolong ranggon untuk mencari sisa-sisa makanan yang ada. Dengan sigap si Tumang mengambil teropong yang ada di kolong ranggon, dan dengan cekatan pula, si Tumang mampu melancati tangga ranggon dan tiba-tiba sudah berdiri di depan Danyang Sumbi sambil menyerahkan teropong. 

Danyang Sumbi yang terkejut, terbelalak matanya kemudian jatuh pingsan terlentang kebelakang. Lama Danyang Sumbi pingsan. Dalam pingsannya dia bermimpi bertemu dengan seorang ksatria tampan yang mengajaknya berlayar dengan perahu di atas telaga yang jernih airnya. Danyang Sumbi tidak kuasa menolak keinginan ksatria tampan itu. Dia mengikuti saja diajak ksatria tampan itu naik perahu.

Keduanya dengan asyiknya berlayar ke tengah telaga. Tiba-tiba datang kabut putih yang menutupi perahu, sehingga Danyang Sumbi tidak bisa melihat pemandangan di sektarnya. Semuanya serba putih. Ketika Danyang Sumbi masih mengagumi ksatria tampan di depannya, tiba-tiba Danyang Sumbi dan Sang Ksatria tampan sudah mengenakan pakaian pengantin dan kini mereka berada di atas ranjang pengantin yang indah dengan wewangian yang harum semerbak mewangi. 

Entah siapa yang memakaikannya, Danyang Sumbi tidak sempat berpikir, karena  Sang Ksatria mengajaknya bermain asmara, dan Danyang Sumbi pun melayaninya dengan suka cita. Usai bermain asmara, kabut putih pun menghilang, Sang Ksatria tampan mengayuh perahunya untuk mendarat. Ketika Danyang Sumbi menginjakkan  kakinya dengan dituntun Sang Ksatria tampan, tiba-tiba...., Danyang Sumbi sadar  dari pingsannya. 

Matahari sudah condong ke barat, senja hari tak lama lagi akan tiba. Danyang Sumbi mencoba memandang ke sekeliling mencari Sang Ksatria tampan. Tak tak pernah ditemukannya. Yang tampak hanya teropong yang menggeletak dekat alat penenun. Danyang Sumbi heran pada dirinya sendiri. Badanya terasa loyo, rambutnya acak-acakan, dan baju yang dikenakannya pun nyaris terlepas dari tubuhnya.

'Mimpi indah luar biasa," bisik Danyang Sumbi yang mulai cemas dengan mimpi yang dialaminya. Dia pun merasa harus cepat-cepat mandi di telaga, sebelum mata hari terbenam di kaki langit. Ketika Danyang Sumbi menuruni tangga ranggon, dilihatnya si Tumang sudah menunggu di bawah kaki tangga. 

Sore itu Danyang Sumbi mandi di telaga di temani si Tumang yang dengan setia mengawasinya dan menjaganya. Danyang Sumbi pun pasrah kepada takdir akibat ucapannya sendiri. Si Tumang telah menjadi suami Danyang Sumbi. 

Setiap malam bulan purnama, Sang Ksatria tampan itu secara rutin mendatangi Danyang Sumbi lewat mimpi, sampai akhirnya Danyang Sumbi hamil dan melahirkan ksatria  tampan dan perkasa, seperti kakeknya, Sang Raja Sungging Prabangkara. Mula-mula Danyang Sumbi akan memberi nama anak laki-laki yang dilahirkannya, Sang Guriang, yang artinya anak jin, sebab Danyang Sumbi mengira si Tumang adalah jelmaan jin.

"Aku bukanlah jin. Berilah dia nama Sang Kuriang."  Sang Ksatria tampan berkata lewat mimpi sambil menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang dewa yang terkena kutukan sehingga menjema menjadi si Tumang.  Danyang Sumbi sangat gembira mendengar riwayat si Tumang lewat mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun