Mohon tunggu...
Anggi Afriansyah
Anggi Afriansyah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Masih terus belajar. Silahkan kunjungi blog saya: http://anggiafriansyah.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Guru PKn se-Indonesia, Bersatulah!

7 Desember 2016   08:33 Diperbarui: 7 Desember 2016   09:33 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Suaradewata.com

Saya pernah menjadi guru. Guru PKn tepatnya. Iya betul guru Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran PKn sudah pasti bukan pelajaran yang banyak difavoritkan anak-anak bangsa di seantero negeri ini. Coba saja cek, siapa anak yang sejak kecil bercita-cita jadi guru PKn? Saya haqqul yaqin tidak ada. Kalau ditanya cita-cita di masa depan, anak-anak kecil yang unyu-unyu itu pasti ingin jadi dokter, insinyur, gubernur, presiden, atau selebritis.

Atau di era sekarang minimal jadi seleb di medsos, instagramnya di-like puluhan ribu orang, vlog-nya ditonton dan di-endorse banyak produk. Punya uang banyak dan bahagia. Dan pastinya gak ada yang mau jadi guru PKn. Ini akan jadi bahaya laten. Lama-lama Guru PKn akan semakin langka bahkan punah jika tidak dilestarikan.

Jika dibuat survei ke siswa-siswa kelas XII SMA sederajat, dari satu angkatan mungkin hanya satu atau dua anak yang berkeinginan melanjutkan kuliah di jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Atau coba cek ke mahasiswa PPKn angkatan pertama, siapa yang memang dari SMA sudah niat masuk ke jurusan PPKn? Dari satu angkatan paling hanya beberapa yang niat masuk ke jurusan PPKn. 

Satu contoh misalnya. Saya punya teman satu angkatan yang niat banget masuk jurusan PPKn. Dia diterima di kampus lewat jalur Penelusuan Minat dan Kemampuan (PMDK). Dia selalu bilang dia bangga banget masuk jurusan PPKn. Dari zaman SMA dia sudah niat jadi guru PKn dan punya target masuk jurusan PPKn lewat jalur PMDK. Sekarang dia sudah jadi guru PKn di salah satu sekolah top di wilayah Jakarta timur. Niatan mulia dan ghirohnya mengabdi untuk bangsa dan negara dikabul oleh Tuhan yang Maha Mengabulkan.

Dari total populasi siswa SMA di republik ini, pasti akan jarang sekali ditemui orang-orang yang sudah punya niat mulia seperti teman saya ini. Jadi guru saja banyak yang tidak mau, apalagi jadi guru PKn. Meminati pelajaran PKn aja pas di sekolah gak pernah, apalagi jadi gurunya.

Sedikit flash back. Dulu pelajaran ini bernama Civics(1962). Pernah juga bernama Pendidikan Kewarganegaraan Negara (1968). Lalu berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) (1975). Setelah itu menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) (1994). Dan sejak tahun 2004 sampai saat ini bernama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Tiap rezim punya kepentingan untuk mengonstruksi warga negara apa yang ingin dibentuk. Salah satu mekanismenya melalui pelajaran PKn ini. Nah, doktrin-doktrin politik dan kebangsaan, salah satunya, diinternalisasikan melalui pelajaran PKn ini.

Mulai dari era Civics, Pendidikan Kewargaan dan Negara, PMP, PPKn, dan PKn punya materi yang berbeda-beda. Tapi intinya sama memberikan pendidikan politik bagi anak-anak bangsa. Cuma di TK atau PAUD aja yang tidak ada pelajaran PKn. Dari SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi ada pelajaran PKn ini.

Kalau dulu materi pelajaran berkutat pada toleransi, tepo seliro, tenggang rasa, saling menghormati, etika kebangsaan. Sekarang materinya lebih luas. Di SMA misalnya mulai dari materi hukum, politik, pendidikan anti korupsi, hubungan internasional, otonomi daerah, kewarganegaraan, konstitusi, ideologi, dan peran pers.

Berat? Ya berat banget. Kebayangkan maboknya guru PKn menyampaikan materi-materi tersebut. Bagus? Ya bagus kalau anak-anak bisa ngerti, minimal ngeh dengan apa yang disampaikan guru.

Tapi kenapa masih banyak yang KKN, gak toleran, gak bisa dialog, sering fitnah dan bikin ujaran penuh kebencian di media sosial kalau materi pelajarannya segitu bagusnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun