Mohon tunggu...
ANDRI ROHMAN
ANDRI ROHMAN Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menunggu Sunset Berteman Secangkir Kopi

17 Agustus 2017   18:20 Diperbarui: 17 Agustus 2017   18:28 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari beranjak tenggelam ditanggal 17 agustus 2017, perlahan tapi pasti detik-detik memperingati hari besar kemerdekaan republik Indonesia telah usai.  Anggota paskibra yang sedari tadi berjemur dibawah terik matahari mulai beristirahat sambil memakan dan meminum konsumsi yang telah disiapkan, anak-anak kecil mulai kelelahan dengan lomba agustusan yang mereka ikuti sedari pagi, sembari menunggu hadiah yang akan diberikan oleh remaja-remaja karang taruna hasil dari jerih payah mereka saling berlomba-lomba menjadi seorang juara, sembari menunggu adzan magrib senda gurau mereka memecah keheningan disore hari.

Penulis memasuki sebuah warung kopi (WARKOP) kecil yang berada di dekat kampus tempat dia kuliah, untuk melepas penat seharian menjadi panitia OPAK-U, memesan secangkir kopi serta membeli sepack rokok kesukaannya, lantas penulis duduk di tempat paling pojok menginginkan takada yang menganggu dalam beberapa saat dalam kesunyiannya. Lantas meletakan tas yang dirasa berat kemudian mengeluarkan laptop hasil pinjaman salah satu teman mahasiswa sekampusnya. Tak lama datanglah pelayan warkop dengan membawa serta kopi yang penulis pesan kepada kasir. Lantas sebatang rokok dikeluarkan dari kardus kecil yang digunakan sebagai tempatnya, diletakan salah satu batang rokok dimulutnya kemudian lantas menghidupkan api kecil yang berasal dari korek api yang dibawanya. Tak lama kemudian, otak penulis melahirkan beberapa pertanyaan secara tiba-tiba, dimana 72 tahun yang lalu apakah aku dapat menikmati kehidupan yang setenang ini ingin makan tinggal makan, ingin minum tinggal minum. Bagaimanakah kehidupan yang terjadi disaat 72 tahun yang lampau.

Teriakan meminta tolong agar dikasihani, tangisan bayi yang tak berdosa, suara bising peluru, suara bom meledak dimana-mana. Tak dapat penulis melanjutkan imajinasinya dikehidupan masalalu sebelum Negara Indonesia merdeka, tak kuat penulis membayangkan betapa susahnya kehidupan waktu itu disetiap jam, menit, detik nyawa mereka terancam oleh kekejaman bangsa penjajah yang tak memiliki belas kasih mungkin mereka sudah tak memiliki hati nuraini. Berjuta-juta rasa syukur penulis kepada Allah SWT, serta penulis haturkan banyak-banyak trimakasih kepada para pejuang kemerdekaan. Jasamu akan slalu dikenang sampai hari kiamat nanti tak lupa peulis juga berdoa semoga para pejuang yang gugur dimedan pertempuran tenang dialam yang berbeda dengan alam dunia semoga amal ibadah dan perjuangannya untuk negeri diterima disisi tuhan yang diyakini-nya. Amiiin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun