Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Money

Insentif Pajak Revaluasi Aset PMK 191/PMK.010/2015 Efektifkah?

19 November 2015   17:38 Diperbarui: 19 November 2015   19:31 2915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dikenal dengan paket kebijakan jilid V adalah tentang insentif pajak untuk revaluasi aset. Peraturan Menteri Keuangannya juga sudah diterbitkan yaitu PMK 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan Pada Tahun 2015 dan Tahun 2016.

Dengan peraturan tersebut, maka terbuka kesempatan bagi wajib pajak untuk melakukan revaluasi aset untuk tujuan perpajakan di mana atas selisih lebih nilai aset hasil revaluasi dikenakan pajak penghasilan bersifat final sebagai berikut: khusus untuk tahun 2015 dan 2016, wajib pajak dapat menikmati tarif khusus 3% jika wajib pajak telah memperoleh penetapan revaluasi aset dan melunasi pajaknya sampai 31 Desember 2015, 4% untuk pelunasan dari 1 Januari sampai 30 Juni 2016, dan 6% untuk pelunasan hingga 31 Desember 2016.

[caption caption="Insentif Pajak Penilaian Kembali Aktiva Tetap - diunduh dari pajakitumudah.com"][/caption]

Dari berbagai pemberitaan dapat diketahui bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli menyatakan, revaluasi aset pernah diimplementasikan 15 tahun lalu dan berhasil menyelamatkan PT PLN (Persero) dari kebangkrutan. Ia menceritakan, ketika itu BUMN Kelistrikan ini mencatatkan modal negatif Rp 9 triliun, sedangkan aset hanya Rp 50 triliun.

Masih dalam pemberitaan (Liputan6.com), dikutip Menko Rizal Ramli yang menyatakan:
"Secara teknis, PLN sudah bangkrut. Mereka minta uang ke pemerintah, tapi kami tidak mau. PLN kami suruh revaluasi aset dan hasilnya aset menjadi Rp 250 triliun. Selisihnya dimasukkan ke modal dari negatif menjadi Rp 104 triliun. Ini belum pernah terjadi bisa menyelamatkan BUMN Indonesia," ucap Rizal di Jakarta, seperti ditulis Kamis (19/11/2015).

Ia juga mengatakan bahwa dulu revaluasi aset PLN berujung pada PLN harus membayar setoran pajak sekitar Rp 50 triliun (pajak yang harus dibayarkan oleh PLN dari revaluasi aset mencapai 30%). Rizal mengaku, perusahaan tidak sanggup membayar. Jalan keluarnya adalah pemerintah memberi keringanan bagi PLN untuk mencicil pajak tersebut selama 7 tahun.

Tentang paket jilid V ini, terungkap keprihatinan Rizal bahwa perusahaan yang mendaftar revaluasi aset hanya perusahaan-perusahaan besar. Sementara perusahaan menengah dan kecil belum merasa tertarik dengan kebijakan ini. "Tolong Pak Menteri Keuangan supaya dikampanyekan agar menarik manfaat dari insentif yang besar ini," jelasnya.

Apa yang terjadi pada masa Menko Rizal Ramli menangani PLN dulu mungkin memang sudah berbeda karena tarif PPh final atas selisih lebih nilai revaluasi aset sekarang normalnya hanya 10% dan sekarang pemerintah juga mengeluarkan insentif yang periodenya terbatas tersebut sebelum tarif kembali ke angka 10%.

Tentang keprihatinan Rizal mengenai perusahaan-perusahaan yang belum merasa tertarik dengan kebijakan itu, sebenarnya juga sudah lama menjadi pertimbangan banyak perusahaan/wajib pajak. Mengapa demikian ? Akan efektifkah insentif pajak kali ini untuk menarik minat revaluasi aset perusahaan dan membantu peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak ?

Jawaban atas keprihatinan Menko Rizal Ramli sebenarnya dapat ditemukan pada salah satu sesi seminar yang diselenggarakan dalam rangka ulang tahun IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) ke-58 baru-baru ini yang juga membahas tentang isu publik terkait revaluasi aset  yang diatur dalam PMK 191 Tahun 2015 dan implikasinya, sebagai jawaban atas kebijakan ekonomi jilid V pemerintahan Jokowi-JK: Asset Revaluation: The Implication on Tax, Accounting, and Performance Management. Diskusi tentang revaluasi aset menghadirkan narasumber Djohan Pinnarwan (Ketua DSAK IAI), Prof. John Hutagaol (Direktur Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak). Sementara Anggota DPN IAI, Rosita Uli Sinaga menjadi moderator.

Terkait dengan terbitnya PMK 191 Tahun 2015, Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI memberikan klarifikasi bahwa revaluasi aset berdasarkan perpajakan harus dibedakan dengan revaluasi berdasarkan akuntansi. Jika suatu perusahaan akan melakukan revaluasi untuk tujuan perpajakan harus mengikuti ketentuan perpajakan, sedangkan revaluasi untuk tujuan akuntansi harus mengikuti Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, yaitu PSAK 16: Aset Tetap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun