Mohon tunggu...
andi fadlan irwan
andi fadlan irwan Mohon Tunggu... -

berstatus sebagai warga negara biasa sebuah negeri bernama Indonesia. dibesarkan di sebuah kampung bernama Sinjai, 200 km dari makassar. Untuk sementara waktu, mencoba belajar ilmu kedokteran di Universitas Hasanuddin sejak tahun 2007. Di tengah kebosanannya membaca diktat-diktat kuliah dan buku-buku, dia menyempatkan diri singgah menulis di forum kompasiana. Dia tak tahu, apakah tulisannya bermanfaat bagi orang lain atau tidak, yang pasti dia berusaha terus menulis...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Mungkin Perlu Menaturalisasi Presiden

31 Desember 2010   10:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:09 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa minggu belakangan ini, setiap saya menonton berita atau membaca surat kabar maka yang akan menjadi topik utamaadalah kemenangan demi kemenanagan yang diraih oleh timnas PSSI di piala AFF. Belakangan ini malah bertambah parah, euphoria kemenangan timnas terbawa-bawa sampai keinfotainment, ke pembicaran ibu-ibu di pasar, jadi trending topics di jejaring social elektronik, bahkan sampai ke pembicaraan warung kopi. Euforia dan gegap fempita kegembiraan masyarakat Indonesia ini wajar-wajar saja sebenarnya, di tengah-tengah terpuruknya presasi olahraga tanah air, prestasi kita Fiman Utina dkk di piala AFF, bisa menjadi penawar dahaga prestasi bangsa ini.

Menarik untuk menelisik prestasiTimnas di bawah naungan Alfred Riedl tahun ini. Jika kita bandingkan dengan rekam jejak timnas beberapa tahun terakhir, timnas kita memang mengalami perubahan besar. Tak hanya dari segi raihan yang dicapai ( Terlepas dari kekalahan atas Malaysia di Bukit Jalil, kuala Lumpur di leg pertama final, Timnas menyapu bersih semua laga yang dilalui hingga final piala AFF dengan kemenangan, sekaligus mengalahkan Thailand, tim yang tak pernah dikalahkan Timnas selama 12 tahun terakhir, sekaligus mengalahkan Malaysia 2-1 di GBK) tapi juga dari segi kualitas permainan, Timnas mengalami perkembangan pesat. Hujan gol ke gawang Laos dan Malaysia, serta permainan kolektif yang ditampilkan selama menghadapi Thailand serta saat menyingkirkan Filipina di babak semifinal menunjukkan kualitas permainan timnas (setidaknya jika dibandingkan dengan kualitas permainan timnas kita selama beberapa tahun terakhir).

Ada banyak hal yang turut mempengaruhi peningkatan kualitas permainan timnas kita. Salah satu faktor penting itu di antaranya adalah para pemain naturalisasi. Memang, rasanya akan terlalu naïf jika kita menimpakan keberhasilan Timnas meraih tiket final piala AFFsebagai keberhasilan para pemain naturalisasi semata. Namun, faktanya, jika kita melihat peran Christian Gonzales dalam enam pertandingan yang dilakoni Timnas, sejak kehadiran Gonzales, rasanya tak berlebihan juga jika kita menyebut kehadiran pemain berdarah Uruguay ini merupakan kunci kebangkitan timnas. Yang menarik adalah, bagi Timnas Gonzales tidak hanya memberikan kontribusi secara individu, berupa gol-golnya ke gawang lawan namun juga memberikan kepercayaan diri dan menjadi motivasi bagi pemain timnas lain untuk bermain baik. Tidak heran jika belakangan ini, permainan pemain-pemain Timnas seperti Firman Utina, Muh. Ridwan, Hamka Hamzah sampai Zulkifli Syukur jauh lebih baik penampilannya dibanding sebelum-sebelumnya. Hal ini diakui sendiri oleh kapten Firman Utina. Dalam sebuah wawancara, Firman mengakui jika kehadiran Gonzales di Timnas telah memberikan semangat positif dan memacu motivasi pemain lain.

Pengaruh positif para pemain “rampasan’ ini di Timnas , membuat beberapa teman-teman pernah berkelakar ke saya. Katanya, mungkin mengelola bangsa ini harus mencontoh ke timnas. Mungkin kinerja pemerintah negara kita akan lebih baik lagi kerjanya kalau kita menaturalisasi saja pemerintah Negara lain. Sambil tertawa,teman ini bilang, bagaimana kalau kita menaturalisasi saja Mahmoud Ahmadinejad menjadi presiden Indonesia, terus kita naturalisasi juga Menteri Ekonomi Cina jadi menteri di Indonesia, plus Julian Assange dinaturalisasi jadi kepala BIN.Tentu saja, guyonan teman saya ini hanya guyonan ala warung kopi, tapi setidaknya, mendengar guyonan ini saya jadi sempat berpikir ada benarnya juga.Beberapa teman-teman di situs jejaring sosial juga melontarkan guyonan yang sama, bahkan dalam edisi hari minggu 19 desember kemarin, di halaman karikaturnya, Koran Kompas juga menampilkan karikatur dengan guyonan yang mirip.

Guyonan tentang naturalisasi ini mencerminkan sebuah fakta besar. Fakta betapa rakyat Indonesia telah kehilangan kepercayaan terhadap bangsanya sendiri. Di satu sisi, persoalan penyelesaian kasus korupsi tak kunjung membaik, jumlah pengangguran dan penduduk miskin terus meningkat, harga kebutuhan pokok terus melambung, sementra di sisi lainjanji-janji Pemilukada dan janji-janji Parpol etrus diumbar di mana-mana. Hal ini diperparah oleh pemerintah yang adem-ayem saja melihat penderitaan rakyat yang makin terhimpit. Hal ini menimbulkan sebuah pesimisme missal dan kehilangan kepercayaankronik masyarakat terhadap pemerintahnya sendiri.

Bahkan, di titik yang paling ekstrem, bangsa kita telah menganggap bangsa ini memang bangsa yang bermental koruptor. Dalam mata masyarakat awam yang sederhana, orang-orang yang sekarang ini duduk di pemerintahan adalah merekayang dulunya berkoar-koar untuk memberantas KKN, menegakkan supremasi hukum, menciptakan kesejahteraan, namun faktanya mereka juga sama tidak becusnya dengan pemerintahan orde baru yang mereka gantikan. Beberapa pedagang sayur di samping rumah saya bahkan bilang, lebih enakan Soeharto, dulu waktu zamannya Soeharto, barang-barang murah, walaupun pendapatan sedikit. Sekarang harga-harga barang malah terbang tinggi.

Dititik ini, di mana rakyat mengalami sebuah pesimisme massal, harusnya pemerintah bisa tampil ke depan, memberikan semangat kepada rakyat. Memberikan harapan (seberapa tipis pun harapan itu) bahwa bangsa kita bisa bangkit dari keterpurukan. Pengalaman menunjukkan bahwa rakyat kita tak butuh perubahan-perubahan besar, cukuplah perubahan-perubahan kecil namun yang penting bisa membawa harapan baru bagi masyarakat. Yang penting mereka mampu hidup mandiri, yang penting lapangan kerja tersedia, kebutuhan pokok tersedia dipasar dalam harga yang terjangkau, yang penting usaha bisa berkembang sedikit-sedikit, kredit mikro tidak macet. Itu saja. Cobalah kita lihat apa yang telah dihasilkan oleh Firman Utina dkk di piala AFF. Mereka sebenarnya hanya melakukan hal-hal sederhana, mereka hanya bermain bola dengan baik, tapi hal-hal sederhana seperti kemenangan tim sepak bola inilah yang justru mampu mengangkat psikologi masyarakat. Hal-hal sederhana seperti tulah yang bisa menyembuhkan pesimisme missal dan keputus asaan kronik masyarakat Indonesia.

Namun, perubahan-perubahan kecil ini membutuhkan kerja keras. Timnas tak akan menyuguhkan permainan gemilang dan prestasi yang membanggakan jika mereka tak serius saat latihan, atau tak ditangani oleh pelatih yang tepat. Perubahan-perubahan kecil yang diinginkan oleh masyarkat kita juga seperti itu, tak akan pernah terwujud tanpa political will pemerintah. Butuh sebuah tekad besar, sebuah tekad yang melampaui segala ambisi politik, baik pribadi maupun kelompok. Jika political will ini tidak ada, atau tidak berhasil ditunjukkan oleh pemerintah secara nyata, maka mungkin sebentar lagi, keinginan rakyat untuk menaturalisasi pemerintah atau bahkan presiden, bukan lagi sekedar guyonan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun