[caption id="attachment_165083" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi dari google"][/caption] Hari kian beranjak malam. Lalu lalang kendaraan mulai berkurang, seiring dengan rintik hujan yang mulai surut dan menyisakan basah jalanan aspal. Para penghuni kota yang biasanya berlalulalang saat ini lebih suka berdiam diri didalam rumah masing-masing. Beda dengan hari hari biasannya. Walaupun larut malam jalan jalan disekitar tempat tinggal tetap ramai. Tapi malam ini Jarang sekali diantara mereka yang bepergian di kala malam. Jikapun ada, hanya satu-dua orang. Dia kembali merapatkan kain plekat lusuh menyelimuti tubuhnya disudut ranjang yang terbuat dari kayu , menghindarkan diri dari jatuhnya sisa sisa rintik hujan dari atap seng rumahnya yang bocor. Ia mencoba untuk kembali terlelap. Tapi gagal. Rumahnya yang layak disebut Gubuk. sebenarnya tidak layak huni ,dinding terbuat dari anyaman bambu bekas dan beratap seng tua. Ukuran rumahnya tiga kali empat terletak dipinggir Rel Kereta Api diujung salah satu Satasiun Kereta api di Kota Jakarta. Dia adalah Jono. Seorang pemuda berasal dari salah satu desa miskin disalah satu kabupaten di sekitar Yogyakarta. Ia mencoba merantau ke Jakarta untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya. Isteri dan anaknya semata wayang sengaja dititipkannya dengan mertuanya didesa . Ia berjanji kalau sudah berhasil mendapat banyak uang , ia akan kembali berkumpul lagi dengan keluarganya. Hanya sayang Jono merantau kenegeri orang hanya bermodalkan nekad. Karena kemiskinanan keluargannya Ia hanya sempat mengenyam pendidikan setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama dan itupun tidak tamat…. Karena kesulitan ekonomilah yang membawanya kejakarta, dengan harapan dikota ini dia akan dapat mempebaiki ekonomi kelaurganya. Tapi kenyataan berbeda ia kini di Kota Besar. Ia terdampar disebuah gubuk kumuh di pinggir Rel Kereta Api diujung salah satu Stasiun Kereta Api di ibukota. Malam semakin larut , Ia sudah tertidur lelap disudut rajang tua itu. Kakinya merapat satu dengan lainnnya meringkuk, Antara tidur dan tidak. Ia bermimpi bertemu dengan seorang Jin Ifrit sebangsa dedemit berbadan besar tingggi. Ia ketakutan dan berulangkali membaca mantera pengusir setan yang diajarkan eyangnya . “ Ingsun amatak ajiku si semar mesem , mutmutaku inten , cahyane manjing ono pilinganku kiwo tengen , sing nyawang kegiwang , opo maneh yen sing nyawang kang tumancep kumanthil inh telenging sanubariku………..” Tapi Jin Ifrit itu, bukannya lenyap, bahkan tertawa terkekeh kekeh metertawakannya. Tapi Jono yang semakin ketakutan dan ia hanya tahu satu satunya mantra dari eyang kakungnya. Ia terus mengulang ulang mantera itu. “ Berhenti “ bentak Jin Ifrit. Bacaan yang engkau ulangi itu bukan mantra untuk mengusir Setan ,jin dan sebangsa dedemit lainnya , tapi mantera “ buluh perindu “ Didalam lakon pewayangan dinamakan juga dengan Mantra Semar Mesem . Mahluk yang kau tuju bukannya lari ketakutan tapi sebaliknya jatuh cinta kepada mu. Jono tersenyum kecut l mendengar pejelasan Jin Ifrit. Kini ia baru tau arti mantera yang diajarkan eyang kakungnya . Berarti program program semacam mantera yang ditujukan kepada rakyat seperti diri dan kawan kawannya untuk mengusir kemiskinan selama ini bukan mantra pengusir kemiskinan dari rakyat seperti dirinya , tapi justru semacam mantera buluh perindu yang Cuma membuat rakyat jatuh cinta pada penguasa meskipun mereka tetap miskin” Tanya Jono dengan suara gemetar dengan bulu kuduknya brdiri.. “ Kenyataanya begitu “ tukas Jin dengan mata merahnya memandang tajam kearah Jono. “ Kamu pikir sendiri , Seperti salah satu program Bantuan Langsung Tunai (BLT) , konpensasi kenaikan BBM. Setiap rumah tangga miskin akan diberi BLT , Seratus ribu rupiah perbulan dengan komposisi empat orang yang terdiri dari sepasang suami isteri ditambah dua anak. , apa bisa mengentaskan kemiskinan “ Ujar Jin Lagi. “ “ Menurut logika tidak menutup kemungkinan karena kasyikan ngelamun menunggu datangnya BLT, kamu jadi malas bekerja.” Tambah Jin sembari jarinya yang berkuku tajam menunjuk kearah Jono “ Ah kamu Pak Jin , sok tau aja kerjaan orang yang lain alam dengan mu “ Timpal Jono, begitulah , setelah rasa takutnya yang sangat mencekamnya , kini sebercak keberanian mulai timbul dalam dirinya mulai berani membantah dalam diskusi dengan Jin Ifrit yang menakutkan itu. Jin sepertinya tidak mendengarkan celotehan Jono. “ Lebih lagi kalau kamu terkena mantra Buluh perindu seperti mantera Semar Semem itu , tidak saja suka ngelamun, tapi kamu juga sering lupa makan dan lupa tidur “ Ujar Jin lagi. “ kondsi kejiwaan seperti itu dalam bahasa perwayangannya disebut “ Gandrung “ … rela berkorban apa saja asal bisa mendapatkan yang dirindunya. “ Jadi kalau gitu Pak Jin “ Ujar Jono lagi. “ dalam bentuk apapun program semacam BLT itu bersifat negative, Karena rakyat miskin bukannya berjuang untuk memperbaiki ekonomi keluargannnya mengetaskan diri dari kemiskinan tapi sebaliknya menggandrungi pada bantuan penguasa. “ Celakanya bantuan yang disalurkan penguasa melalui program kejiwaan melalui BLT itu, tidak dapat benar benar mengetaskan kemiskinan keluargannya. Malah karena kegandrungan jiwanya membuat keluarganya turun temurun di lembah derita. Dalam kodisi seperti ini, tidak ada kata lain penguasa terus menerus menciptakan lapangan pekerjaan. Permudah perizinan investasi dan sungguh sungguh berantas krupsi… “ Kita akhiri diskusi ini “ Tukas Jin lagi dan… berangsur angsurtubuh besar tinggi pak jin berubah menjadi gulungan asap terbang menembus atap rumahnya Tiba tiba Jono , terbangun dari tidurnya …… Jantung nya berdegub…napasnya terengah engah.. dan baju nya kaos oblong yang dikenakannya bahsa oleh keringat…Ia bingung ….apakah tadi ia bermimpi atau memang ia ditemui Jin Ifrit….. hi… hi… ia bergidik.