Tulisan ini saya buat berdasarkan pengamatan saya ketika berkendara menuju kantor pagi ini hari Rabu 13 Maret 2013.
Awalnya, saya mulai mengamati adanya seorang penjual koran yang cacat akibat penyakit kulit (mungkin sejenis kusta/lepra), sehingga wajahnya ....maaf lebih mirip tengkorak, tanpa batang hidung, hanya lubang nya saja yang terlihat pada bagian hidung.
Ia biasa berjualan di pomp bensin Pertamina di jalan Casablanca, Tebet, Jakarta Selatan, kira-kira di seberang mal baru "Kota Kasablanka", hampir setiap pagi. Ia biasanya berjualan di dekat jalan keluar pomp bensin, agar tampak terlihat oleh calon pembeli, baik yang dari dalam pomp bensin ingin keluar, atau pun para pengendara kendaraan bermotor yang melalui jalan Casablanca dari arah Kampung Melayu menuju HR Rasuna Said (Kuningan) atau ke arah Sudirman melalui jl. Prof. Dr. Satrio.
Bahkan terkadang si Bapak penjual koran tersebut, pernah terlihat berjualan dengan hampir separuh wajah nya terbalut perban....mungkin sedang kumat gatal-gatal atau infeksi nya.
Hal pertama yang saya pelajari dari beliau adalah:
1. Walaupun cacat, ia mencari nafkah dengan berjualan, bukan mengemis
Ya, hal pertama yang membuat saya salut, dan akhirnya membuat saya tertarik untuk berlangganan koran dengannya hampir setiap pagi, adalah karena dengan kondisi wajahnya yang "tidak normal" tersebut, beliau berjualan koran. Bukan mengemis.
Beliau pun menggunakan strategi berjualan yang tepat, menjual koran, bukan menjual barang-barang yang sulit laris.
Terbukti, terlepas dari rasa kasihan atau memang perlu, banyak pengendara kendaraan bermotor yang lewat Casablanca setiap pagi, membeli koran dari nya. Seringkali beberapa koran yang saya cari, yang biasa ia jual seperti Kompas ataupun SINDO, sudah habis saat saya hendak membeli darinya, padahal waktu baru menunjukkan jam 8 pagi.
Tanpa bermaksud riya'....terkadang para pembeli, termasuk saya membayar dengan uang lebih, tanpa minta kembalian, karena ingin sekedar membantu kehidupan nya.
Begini lah yang sanggup kita lakukan terlebih dahulu, belum sanggup membantu biaya operasi plastik wajahnya, dan tidak mau juga kami sekedar memberi uang seperti memberi kepada pengemis, yang bahkan sudah mulai diharamkan kini oleh sebagian ulama.