Mohon tunggu...
Misbahul Anam
Misbahul Anam Mohon Tunggu... Guru - Guru swasta dan terus belajar

Change Your Word, Change Your World

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selayaknya Sang Ibu Dapat Mobil Itu

26 Maret 2013   09:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:12 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13642635361811323782

[caption id="attachment_251308" align="aligncenter" width="600" caption="sang ibu menerima mobil (dok. pribadi)"][/caption]

Lukisan hidup memang tak ada yang bisa menerka. Sejauh upaya yang kita lakukan demi kebaikan dan rencana program hidup layak telah tersusun rapi bagi kanvas kehidupan yang cemerlang. Akan tetapi jalinan dan tautan takdir tetap nomor satu yang menentukan.

Alkisah ibu paruh baya lebih setengah abad usianya hidup sederhana dengan putri kesayangannya di sebuah desa ujung utara kabupaten Jepara.  Menjadi bakul (pedagang) kelapa adalah pilihan profesi yang tidak nista, meski penghasilan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari amatlah pas-pasan.

Maka ketika putrinya yang sudah akil baligh menjelang usia dua puluh dua tahun dilamar seorang arjuna, rasa gembira dan harapan asa yang membuncah tepat di depan mata. Tanpa menunggu lama pelaminan itu terlaksana dengan sambutan dan ucapan selamat dari sanak saudara, tetangga, handai taulan semua menambahkan doa yang terimpikan bagi kebahagiaan putri kesayangannya. Di rumah mungil yang penuh pancaran kedamaian itu, segudang harapan hidup layak dan kebahagiaan keluarga telah terpatri kuat dalam lubuk hati sang ibu.

Tahun kedua perkawinan putrinya telah memberikan tanda-tanda berbadan dua. Lengkaplah sudah bahagia sang ibu ’tuk segera menimang cucu. Tatkala cucu-cucu bersahutan menjelang, bahagia dan asa itu kian wujud. Keturunan yang kelak kian menguatkan langkah bagi takdir bahagia lahir batin, dunia akhirat.

Manusia berencana, Tuhan menentukan adalah keniscayaan yang harus direguk. Dalam perjalanan arungan samudra kehidupan, sang putri kesayangan dengan ketiga cucunya ternyata oleng di tengah gempuran ombak yang ganas. Sang nakhoda galau dalam mengendalikan bahtera. Kebiasaan sembrono dan tanpa perhitungan matang selama jejaka terbawa sampai berputra tiga. Desiran ombak yang kian kencang seolah tak terlawan oleh upaya sang nakhoda kendalikan kemudi bahtera. Gempuran ombak kian membuat putus asa. Antara terus melaju menuju harapan dan balik pulang dengan setumpuk kekecewaan jadi kebuntuan pola pikir otak di kepalanya.

Hidup dengan menghidupi istri dan tiga anaknya seolah tak kuasa ia tanggung, meski subsidi dan kemurahan distribusi sandang pangan tetap disuplai sang ibu mertua. Usaha yang tak sukses dan terus merugi menjadikan sang suami terjerat utang dengan sejumlah lembaga keuangan. Carut marutnya kehidupan kian menjauhkan suami untuk bertekuk lutut kepada yang Pencipta, Tuhan Yang Maha Segalanya.

Dalam keputusasaan yang teramat dalam, sang suami balik kepada Tuhannya dengan limpahan peninggalan. Istri yang cantik, tiga anak yang molek serta puluhan juta utang bank adalah warisan yang kian menderu hati dan pikiran istrinya, lebih-lebih ibunya.

Kepahitan hidup yang terbayangkan indah sebelumnya tak disadari istrinya hingga tak berselang lama menyusul suaminya ke liang lahat dengan kehancuran kalbu yang tak terbahagiakan. Kini tiga yatim piatu di depan neneknya siap menghiasi hari-hari panjangnya.

Sang ibu dengan ketegaran teramat kuat dan dalam tetap memohon kekuatan dari Yang Mahakuat untuk dapat ngemong tiga cucunya dan tanggungan puluhan juta pinjaman bank warisan menantunya. Tanpa lelah, kelapa-kelapa yang didapatkan untuk dijual kembali di pasar Pecangaan, seolah satu-satunya harapan untuk tetap bisa menafkahi ketiga cucunya. Sedikit sekali yang bisa ditabungkan untuk niat angsur tanggungan keuangan yang sebesar gunung itu.

Pagi, siang, malam hanya Tuhan yang dia andalkan. Bersimpuh pada tengah malam dengan derasnya lelehan air mata sudah jadi rutinitas tiap hari pada Tuhannya. Dengan cara itu, sang ibu yakin pertolongan Sang Kuasa tak bakal salah, apalagi dikuatkan keyakinan bahwa yatim piatu membawa berkah dan kebahagiaan bagi seseorang yang sabar dan tabah merawatnya.

Kiranya Tuhan telah dengan tegas menjawab permintaan dan keyakinan sang ibu. Tepat 7 Maret 2013 seseorang pegawai lembaga keuangan tiba-tiba mencari dan mengecek nama Emi Suprapti. Pegawai itu tak percaya dan bertanya ulang apakah sang ibu ini benar pemilik nama itu. Setelah mengakhiri sedikit perdebatan dan ditunjukkannya rekening Bank atas namanya, barulah yakin bahwa sang ibu bernama Emi Suprapti.

Apa gerangan yang terjadi, mungkinkah penyegelan rumah atas tanggungan utang yang tak terlunaskan segera akan dieksekusi? Dengan apakah sang ibu mengasuh ketiga cucunya bila tak ada tempat tinggal lagi? Bergelayut pertanyaan yang tak kunjung ketemu jawaban, seraya terkena sambaran petir manakala petugas itu mengabarkan bahwa sang ibu mendapat hadiah undian sebuah mobil yang bernilai ratusan juta.

Seakan tak percaya, kalimat yang muncul pertama hanyalah Alhamdulillah yang terus menerus terulang dan disertai cucuran air mata, betapa rasa syukurnya tak terhingga ketika Allah menjawab semua permintaan dan doanya. Bagi-Nya adalah semudah mengucapkan kata kun, fa yakun, jadilah maka seketika jadi. Sang ibu terus mengucurkan air matanya ungakap syukur bahwa sebentar lagi akan segera dapat melunasi tanggungan keuangan yang menyandera hidupnya dan dan kebahagiaan arwah putrinya di balik dunia sana. Dengan hadiah mobil itu, sang ibu yakin cukup untuk segera mewujudkan hilangnya beban hidup dunia akhirat itu.

Oh sang ibu bakul kelapa, selamat.

Semoga hari-harimu makin cerah bersama ketiga cucumu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun