Mohon tunggu...
Farid Arifandi
Farid Arifandi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Aktifis Anak

Berdamai dengan hati sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terkecoh Tulisan Tutup Freeport di Sosial Media

16 Desember 2015   16:36 Diperbarui: 16 Desember 2015   16:36 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan Mas Rusdi Mathari di sosial media, membuat saya terkecoh ketika membacanya. Saya sampai terharu tanpa melihat lebih detail kalimat terakhir. Karena suasana batin saya sangat terharu dengan keputusan Bapak Presiden. Sayangnya ternyata tulisan itu hanya halusinasi yang apik dari sang penulis.

Bicara Freeport, bicara asap, bicara kerusakan akibat pertambangan dan perkebunan selalu menjadi menarik. Kenapa? Karena banyak sisi kemanusiaan yang menyesakkan dada mulai dari kerusakan alam seperti asap kemarin yang membawa 19 korban meninggal ditambah terakhir kasus salim kancil. Kenapa begitu, karena kita masyarakat lebih sering mendengar persoalan hukumnya seperti izin pembaharuan pertambangan, izin eksplorasi yang ramai dibicarakan di media.  Dibanding keuntungan dan manfaatnya, hal ini disebabkan karena awamnya kita melihat ini semua.

Namun beberapa kali mendengar kejadian diseputar kisah itu, sangat menggelitik kita semua lebih tahu. Meski tak akan mendapat kuncuran keuntungannya, namun pembagian dibalik hasil usaha tersebut santer terdengar, tapi hampir tak terasa kecipratan alias terselubung.

Kisah perkebunan, pertambangan dan pembagian saham di kalangan DPR, Pengusaha, Aparat Hukum, Profesi Hukum sering menjadi pembicaraan media. Apalagi terakhir Bapak Amien Rais menyinggung petinggi Polri yang mendapatkan saham Freeport. Kita hanya bisa membayangkan saja, mungkin pembagiannya berkelimpahan. Mungkin wajar mendapatkan dari sebuah perjuangan men gol kan izin pertambangan atau izin perkebunan.

Kecenderungan korup di usaha seperti ini di Indonesia sudah sering kita saksikan, bahkan sekarang proses permasalahan gamblang diproses Kejagung, KPK dan Kepolisian.

Namun yang berat kita terima ketika pembagiannya juga menembus pembuat kebijakan itu sendiri dan para penegak hukumnya, tentunya akan sulit dampak pertambangan, perkebunan memasuki aspek penegakan hukum, karena gurita pembagian saham ini. Proses bencana asap, sekarang bencana Freeport dari tahun ke tahun hanya menjadi keputus asaan kita semua dari proses panjang permainan pembaharuan izin dan pembagian saham.

Kita bisa membayangkan kerusakan alam, dampaknya, dari sekian lama praktek ini berlangsung. Kisah SN menjadi pembuka tabir bahwa ini seperti biasa disalah gunakan. Ini menjadi bayangan menyeramkan pada praktek regulasi, operasi, eksplorasi yang saling mengkerangkeng.

Kapan Indonesia bebas dari praktek kolutif di bidang pertambangan dan perkebunan. Sepertinya perlu memenggal birokrasi kekuasaan yang cenderung menjadi absolut dan korup ini. Caranya tentunya kita serahkan kepada legislative, yudikatif dan eksekutif yang telah kita pilih tahun silam.

Kita harus mendorong agar mereka lebih terpanggil menjadi penyelamat bangsa bukan broker. mengapa kita tidak dibayar mahal untuk pengawalan hukumnya, pelestarian alamnya, penegakan regulasinya, kelestarian lingkungannya. Malah berlumpur-lumpur di proses brokernya. Ini yang harus dibongkar paradigma cara menghabiskan dan merusak alam, menjadi pelestarian dan mengawal prosesnya dengan membayar tinggi para eksekutif, yudikatif dan legislative agar tidak jadi mainan meja belakang.

Kita berharap Presiden dapat membongkar sengkarut pembagian saham di pertambangan, perkebunan yang telah merusak moral bangsa kita. Mungkin cara seperti ini sudah berkerak, lumutan dan menjadi kebiasaan yang dibiarkan, seumur negeri ini merdeka. Tentunya harus berubah. Kita wajib mendukung apa yang telah dilakukan Bapak Sudirman Said dan Pemerintahan Bapak Presiden Jokowi didalam membongkar kasus pertambangan, perkebunan. Bayangkan saja dari kasus asap kemarin, semua berjalan sangat lamban, mungkin kah kasusnya masih dikawal, atau sudah tenggelam akibat hujan yang dihapus sehari di tempat asap sana.

Sedih kita melihat dengan terang menderang kasus SN yang membagi semua saham dari tingkat pimpinan tertinggi dan mengalir entah sampai mana. Kita banyak berharap KPK dan Kepolisian mengangkat ‘hunusan pedang; hukumnya untuk memenggal kebiasaan lama para pejabat kita dan menggantinya dengan halaman baru. Semoga alam kita selalu terbarukan dan terlestarikan dengan kebaikan kita kepada alam Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun