Mohon tunggu...
amma zanur latuconsina
amma zanur latuconsina Mohon Tunggu... -

amma zanur latuconsina

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stratifikasi Sosial

8 Juli 2013   05:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:52 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri artinya manusia hidup selalu berdampingan, manusia hidup secara bermasyarakat danSetiap masyarakat mempunyai sesuatu yang bisadihargai, semua itu bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan masih banyak lagi. Selama manusia hidup dan masihmembeda-bedakan sesuai penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan suatulapisan-lapisan dalam masyarakat.Karena manusia tidak mampu melihat akan suatu kesamaan pada umunya yaitu manusia terkahir sama di mata Tuhan,.Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat atau seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.

Tak dapat dipungkiri pembedaan berdasarkan status social atau yang lebih dikenal dengan stratifikasi social, Stratifikasi sosial merupakan penggolongan kelompok masyarakat dalam berbagai lapisan-lapisan tertentu. Menurut etimologi bahasa, Stratifikasi berasal dari Bahasa Yunani yakni “stratum”yang berarti lapisan. Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam lapisan kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis) dengan perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah (Soekanto 1990).

Hal ini tak lazim lagi di telinga kita. Indonesia terkenal dengan seribu pulaunya dimana setiap pulau memiliki daerah-daerah yang kental akan adat istidat dan dimana setiap idividu dilihat berdasarkan tingkatan sosialnya, kita bisa mengambil contohsederhana seperti di Jawa sendiri masih ada perbedaan panggilan yang terjadi berdasarkan tingkatan social, yang keturunan Ningrat (keraton ) Bahasanya sendiri disebut dengan Kromo Inggil dan sebutan untuk untuk laki-laki disebut dengan Raden Mas dan bagi perempuan di panggil dengan sebutan Raden Ayu,sedangkan untuk kaum biasa saja (masyarakat umum) di panggil dengan sebutan biasa, ini menunjukan adanya suatu perbedaan yang menunjukkan adanya perbedaan kelas social,contoh lain yang yaitu pada Buton ( Sulawesi Tenggara), padadasarnya orang yang mempunyai keturunan ningrat itu di namanya akan di selipkan kata “Ode”, ini menunjukan pada halayakakan status sosialnya, sedangkan pada masyarakat biasa hanya menyandang gelar nama biasa seperti orang-orang Buton pada umumnya yaitu hanya menggunakan “La” ataupun “Wa” di depan nama mereka. Begitupun dengan yang kita alami sekarang masyarakat akan menilai sesorang dari tingkatan pendidikan, semakin tinggitingkatan pendidikannya akan memiliki tingkatan tinggi pula di depan masyarakat. Sebaliknyapun begitu oreang yang tingkatan pendidikannya rendah akan dipandang rendah juga oleh masyarakat, padahal kita tahu dan kita pahami tinggi rendah suatu tingkatan tidak ada batasan di mata Tuhan,.

Di sini Ada dua tipe yang menyebabkan terjadinya stratifikasi social yang pertama, terjadi dengan sendirinya, dan yang kedua, terjadi secara sengaja. Stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat. Sedangkan stratifikasi sosial yang terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti: pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata dan masih banyak lagi, itu merupakan penyebab terjadinya Stratifikasi social di dalam lingkungan kita, Tanpa harus kita mencari-cari, itu memang sudah terjadi sebelumnya atau sudah ada sebelum kita lahir, karena kalau dilihat dari tipe pertama yang terjadi dengan sendirinya, dimana perbedaan itu terjadi berdasarkan usia dan alat kelamin saja sudah menjelaskan kepada kita bagaimanastratifikasi social dilihat berdasarkan usia, di Negara kita sangat terkenal dengan sopan santunnya, dimana yang tua mepunyaisebutan yang lebih sopan ketimbang yang mudah, dan itu sudah terjadi pada masa-masa sebelumnya,

Ada beberapa penyebab terjadinya Clasifikasi social bisa dilihat dari sebagai berikut:

1.Ukuran kekayaan. Seseorang yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut dapat dilihat melalui ukuran rumah, mobil pribadi, cara berpakaian, dsb.

Masyarakat kita sekarang ini lebih banyak cenderung melihat perbedaan tinggi rendahnya status social lebih kepada harta kekayaan, jika mereka melihat adanya masyarakat yang mempunyai kekayan yang belimpah serara otomatis tingkatannya akan lebih tinggi di depan masyrakat. Begitupun sebaliknya

2.Ukuran kekuasaan. Seseorang yang memiliki wewenang terbesar menempati lapisan paling atas. Misalnya saja presiden, menteri, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, hingga ketua RT.

Ini bukan suatu bahan baruuntuk dibahas lagi, setiap orang yang mempunyai kekuasaan atau kedudukan yang lebih tinggi seperti contoh di atas secara langusung memiliki tempat tertinggi di depan masyarakat, apadahal belum tentu tempat yang mereka punya sekarang membawa perubahan pada masyarakat yang mengarah kepada kesejahteraan.

3.Ukuran kehormatan. Orang yang paling disegani dan dihormati biasanya mendapatkan tempat paling tinggi. Ukuran ini banyak dijumpai pada pada masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.

4.Ukuran ilmu pengetahuan. Seseorang yang memiliki derajat pendidikan yang tinggi menempati posisi teratas dalam masyarakat. Misalnya, seorang sarjana lebih tinggi tingkatannya daripada seorang lulusan SMA. Akan tetapi, ukuran tersebut kadang menyebabkan terjadinya efek negatif karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuannya yang menjadi ukuran, melainkan ukuran gelar kesarjanaannya. Ukuran-ukuran diatas tidaklah bersifat limitatif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun