Mohon tunggu...
AMIR EL HUDA
AMIR EL HUDA Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Laki-laki biasa (saja)

Media: 1. Email: bangamir685@gmail.com 2. Fb: Amir El Huda 3. Youtube: s https://www.youtube.com/channel/UCOtz3_2NuSgtcfAMuyyWmuA 4. Ig: @amirelhuda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pasal Penistaan Agama yang Tak Lagi Berguna?

12 Mei 2017   06:56 Diperbarui: 12 Mei 2017   09:17 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


               Banyak untungnya juga kasus Ahok bagi penduduk Indonesia. Berkat Ahok yang sudah resmi menjadi narapidana, semakin banyak penduduk Indonesia yang tertarik untuk belajar hukum, belajar agama, dan juga belajar politik. Di media sosial berseliweran pendapat para ahli hukum dadakan, begitu juga bermunculan fatwa para ahli agama baru, serta orasi ahli politik karbitan. Semuanya itu muncul lantaran ucapan Ahok di kepulauan seribu yang kemudian berhasil meramaikan jagad nusantara.

                Pasal 156a KUHP yang diputus hakim atas kasus Ahok telah menggiring ahok ke Rutan Cipinang meskipun kemudian dipindahkan ke Mako Brimob. Drama dengan judul utama “Ahok” tidak berhenti disini saja, gelombang massa pendukung Ahok menunjukkan aksi-aksi simpatis di beragam daerah di Indonesia, bahkan di luar negeri. Lepas sudah aksi pengiriman bunga yang kemudian rusak diterpa hujan , kemudian sebagian dijadikan bahan bakar oleh peserta aksi demo hari buruh, serta sisanya diersihkan oleh dinas kebersihan, ternyata muncullah lagi aksi sejuta lilin buat Ahok. Luar biasa.     Sedemikian hebatkah Ahok sehingga mampu menggerkkan berjuta-juta orang kawan dan  lawannya ?

                 Perjalanan hidup bangsa Indonesia tidaklah dimulai dari proklamasi 17 Agustus 1945 saja, melainkan jauh-jauh hari sebelum itu. Beragam suku, agama dan tentu saja berbagai macam budaya sudah beratus-ratus tahun atau bahkan beribu-ribu tahun sudah berjalan berdampingan bahkan berangkulan dalam bingkai kerukunan. Oleh karenanyalah muncul slogan “bhinneka Tunggal Ika”, meskipun berbeda-beda tetap satu jua.

                Dalam konteks bhinneka tunggal Ika, (seharusnya) bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak membutuhkan pasal tentang kebebasan beragama atau bahkan pasal karet macampasal penistaan agama.  Bangsa Indonesia dengan gaya ketimurannya terkenal sangat ramah dan santun meskipun plural dalam keragaman. Soal saling harga-menghargai, bangsa Indonesia tidak perlu diatur-atur lagi. Cukuplah diri sendiri sebagai pengatur dan pengelola diri yang hakiki.

                Meskipun saat ini tampak sekali terlihat adanya perbedaan dan polarisasi massa yang sedemikian hebatnya, itu adalah hal yang lumrah dalam sebuah keluarga yang seperti ini besarnya, keluarga Indonesia. Dalam sebuah keluarga, cekcok adalah hal yang biasa. Saling ejek dan saling  hina itu sudah biasa karena hanya dimaknai sebagai canda saja. Dalam hal apapun. Ketika dua hati sudah begitu dekat maka sekeras apapun hinaan hanya akan menjadi humor dan canda bersama.

Semoga saja pasal tentang penistaan agama segera dihapuskan. Bukan karena penduduk semakin gila berolok-olok soal agama dan kepercayaan saudaranya. Melainkan karena sudah dewasanya kesadaran dalam diri masing-masing manusia Indonesia untuk menghargai perbedaan, sehingga tidak butuh lagi pasal tersebut lantaran tidak adanya konfik agama. Tidak perlulah berbuat yang memicu emosi orang lain. Semoga ini yang diharapkan para pegiat HAM yang mengiginkan penghapusan pasal penistaan agama, bukan karena menginginkan Indonesia menjadi negara bebas, sebebas bebasnya.

               

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun