Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah Hanya Mitra Orang Tua

23 Januari 2017   08:12 Diperbarui: 23 Januari 2017   09:01 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nasional.kompas.com

Sebagian dari kita, paraorang tua menjadikan sekolah sebagai tumpuan bagi pendidikan anak-anaknya. Tidaksedikit dari mereka  seolah telahmembebaskan diri dari kewajiban mendidik, setelah ia memasukkan anak-anaknya kesekolah. Segala sesuatunya  diserahkan,dipercayakan ke sekolah. Seperti orang mengirim pakaian kotor ke tukang cuci,ia cukup mebayar atau membiayai kemudian menerima hasilnya saja, berupa pakaianbersih. Memasukkananak ke sekolah, harapanya selesai sekolah anak menjadi pandai, berakhlakmulia, berintegritas tinggi, dan memilki skil atau ketrampilan yang dibutuhkan.Sebuah pemikiran yang praktis sekaligus pragmatis.

Tak sedikit orang tua yangkecewa pada sekolah, tapi tak berbuat apa-apa. Apalagi bagi mereka yang bisanyahanya marah pada guru atau sekolah. Tak memberi masukan. Tak memberi solusi.Tentu salah. Sikap seperti itu berawal dari anggapan bahwa anak berada padatanggungjawab guru atau sekolah. Mereka berlepas diri dengan argumentasi,bukankah anak sudah dipercayakan ke sekolah? Bukankah mereka sudah membayarsemua biaya pendidikan? Ini persis ketika seorang marah-marah karena pakaianyang dicucikan ke tukang cuci masih kotor. Padahal kedua kasus ini sangatberbeda, berlainan. Tak sama.

Menurut HasanuddinAbdurakhman, orang tua itu sepaatutnya menjadi pengendali pendidikananak-anaknya. Walau anak di sekolah, kendalinya tetap dari rumah. Karenatanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya pada orang tua. Sekolah hanyamembantu. Sekoah hanya mitra orang tua dalam pendidikan anak. Guru itu oranglain, berbeda dengan orang tua. Orang tua adalah bagian dari diri anak itusendiri. Sehingga tak masuk akal jika ada orang tua yang melepas begitu sajaanak-anak mereka ke orang lain. (http://edukasi.kompas.com)

Munif Chatib (2012) dalambukunya, Orang tuanya Manusia, menegaskananak adalah amanah dari Allah SWT. Kita sudah terpilih menjadi orang tuanya.Tugas kita sebenarnya sederhana, yaitu menerima dengan ikhlas dan mendidiknyadengan berbagai cara. Bak bintang, sampai sinarnya menerangi dunia, atauminimal menjadi pelita untuk sepetak ruang gelap di rumah kita.

Karena kedudukan orang tuasebagai penanggungjawab bagi anak maka mereka disebut  wali siswa. Wali itu pengertiannya tidak sekadaryang memimpin tapi lebih dari itu merupakan orang yang memilki kewenanganmutlak terhadap diri anak. Wali siswa artinya orang tua yang bertanggungjawabsecara penuh terhadap peserta didik. Sebab itu, aneh jika mereka berlepas diri.Tak pantas jika mereka menyalahkan sekolah secara sepihak. Jika pun dianggapsalah, itu merupakan kesalahan kolektif kedua pihak yakni orang tua dan sekolahsebagai pihak yang dipercaya mendidik. Sekali lagi, orang tua tak boleh cucitangan. Melepaskan segalanya pada sekolah.

Orang tua wajib  berperan lebih banyak dalam mendidikanak-anaknya. Kemudian bagaimana peran orang tua terkait sekolah anak-anaknya?Menurut hemat saya, ada beberapa hal penting yang wajib dilakukan. Pertama, memilihkan sekolah untuk anak.Pilihlah sekolah yang cocok. Orang tua disarankan memilih sekolah yang memilikiprinsip yang sama. Hal itu bertujuan guna menyamakan visi orang tua dengansekolah. Sehingga nantinya tidak sering memunculkan perbedaan pendapat diantarakeduanya. Sebab itu, memilih sekolah itu diawali dengan meneliti, mempelajarisekolah yang bersangkutan. Siapa pengelolanya? Jika sekolah milik organisasitertentu atau yayasan sebaiknya orang tua memahami lebih jauah latar belakangorganisasi atau yayasan tersebut. Kemudian siapa saja guru-gurunya? Juga,bagaimana masyarakat sekitarnya? Karena lingkungan pun sedikit banyakberpengaruh pada belajar anak didik.

Kedua,jalin kominkasi intensif dengan guru di sekolah. Komunikasi diartikan sebagai menjalinhubungan timbal balik. Kunjungi sekolah secara priodik guna melihat keadaan anakdi sekolah.  Berilah masukan dan pendapatkepada kepala sekolah atau guru jika ada gagasan guna perbaikan proses belajarmengajar misalnya. Mintalah informasi terkait perkembangan belajar anak. Orangtua sepantasnya menanyakan apa yang kudu dilakukannya di rumah terkaitperkembangan pendidikan anaknya. 

Ketiga,jadilah sahabat sejati guru. Jujur, sedih jikaguru-orang tua bermusuhan. Bagaimana anak akan menteladani jika mereka salingmencurigai, saling membenci atau saling melaporkan ke pihak berwajib.Sepantasnya, orang tua dan guru menjadi sahabat sejati. Keduanya kudubersatu-padu dalam mengantarkan anak pada cita-cita mereka. Keduanya bisasaling bertanya, berdiskusi bahkan curhat prihal anak didik yang menjaditangung jawab mereka berdua. Keduanya sepatutnya saling mengisi, bekerjasamadalam segala hal terkait proses pendidikan dan belajar anak. Persahabatan orangtua-guru juga akan menjadi spirit luar biasa bagi anak. Anak akan merasabahagia menyaksikan keduanya menyangi, memperhatikan dirinya. Sungguh, indahrasanya. Keindahan tersebut memudahkan anak menemukan dan mengembangkan bakatyang terpendam padanya. Maka proses belajar akan cepat dipahami, diikuti.

Keempat, tetap membimbing belajar anak. Sediakanwaktu minimal 1 jam pada malam hari untuk mendampingi anak-anak  belajar. Tanyakan apa ada kesulitan dalambelajar mereka. Apa ada pekerjaan rumah, atau tugas? Bantulah dalam bentukbimbingan , pendampingan atau arahan. Jangan bantu mereka dengan memberikanjawaban atau mengerjakan tugas. Sebab hal seperti itu tak mendidik. Yang adakita mengajari mereka tentang kecurangan, ketidakjujuran. Guna megendalikanpendidikan anak dibutuhkan komunikasi intesif dengan anak. Karenanya sempatkanwaktu untuk sekadar berbincang atau main bersama misalnya. Jadilah pendengaryang baik terhadap segala keluhan anak baik terkait persoalan di sekolah ataulainnya. 

Kelima,  memfilter muatanpendidikan. Orang tua berhak memfilter muatan pendidikan yang tak cocok denganprinsip atau keyakinan yang dimiliki. Misal ketika anak diajari oleh guru di sekolahuntuk tidak mengucapkan selamat hari natal kepada teman, saudara, tetangga ataulainnya yang berbeda agama, maka orang tua bisa meralatnya, meluruskan carapandangan yang cenderung intoleran tersebut. Katakan bahwa kita adalah bangsayang majemuk. Bahwa kebhinekaan dan kemajemukan merupakan pengikat persudaraansesama anak bangsa. Bahwa keragamaan agama, ras, juga suku adalah kekayaankita. Perbedaan adalah potensi. Perbedaan adalah rahmat. Maka selayaknya kitasaling menghormati, saling menghargai dan saling membantu. Orang tua tak bolehberdiam diri saat anak dididik secara kurang tepat oleh guru di sekolah. Danjangan lupa komunikasikan kepada guru atau pihak sekolah agar tidak terjadisalah paham atau salah pengertian nantinya.

Akhir kata, sekolahmendidik anak-anak kita memang iya. Tapi bukan berarti segala-galanya menjaditanggung jawabnya. Orang tua tetap menjadi penanggung jawab mutlak dan penuhatas anak-anak mereka. Salah besar jika mereka berdiam diri. Tanpa berbuatapa-apa. Menyerahkan semuanya ke guru atau sekolah. Wa Allahu A’lam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun