Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menangkal Hoaks dengan Literasi Sejarah

5 Februari 2020   11:23 Diperbarui: 5 Februari 2020   11:29 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarkofag Ai Renung, Salah satu sarkofag yang banyak tersebar di Kabupaten Sumbawa-NTB (sketchfab.com)

Rasanya tidak ada yang tidak pernah mendengar kata hoax akhir-akhir ini. Bahkan bisa jadi kita sendiri pernah jadi korban atau justru mengorbankan orang lain dengan ikut menyebarluaskan hoax tersebut. Term tersebut digunakan oleh beragam latar belakang penyebar dengan bermacam tujuan. Tujuan politik sesaat, pembunuhan karakter seseorang, merusak reputasi bisnis sampai sekadar untuk tujuan hiburan tanpa sadar banyak memanfaatkan hoax, sampai-sampai pemerintah merasa perlu untuk membendung saluran penyebarluasannya.

Efektifkah pendekatan kekuasaan untuk membendung hoax? Penetrasi internet dan terutama media sosial sepertinya selalu selangkah di depan respon kebijakan pemerintah, apalagi cara hoax diproduksi dan disebarkan juga berkembang. Sebagian kalangan memandang bahwa literasi lah yang perlu diperkuat untuk membendung ancaman hoax tersebut.

Untuk memudahkan, mari kita terjemahkan dahulu kata hoax ke dalam Bahasa Indonesia. KBBI (https://kbbi.kemdikbud.go.id) menerjemahkan "hoaks" sebagai informasi bohong. Dua kata yang digunakan oleh KBBI adalah "informasi" dan "bohong". Informasi dikelompokkan sebagai nomina atau kata yang tidak dapat dilekatkan dengan kata "tidak" di depannya karena merujuk ke fungsi sebagai obyek.

Dalam KBBI informasi diartikan sebagai penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu. Sedangkan kata "bohong" dikelompokkan selain sebagai nomina juga sebagai adjektiva yaitu memberi sifat kepada sesuatu.

Dari watasan-watasan menurut KBBI di atas maka kita dapat meraba maksud rumusan definisi hoaks dalam Bahasa Indonesia sebagai "penyampaian kabar atau penjelasan tentang sesuatu tapi dengan maksud atau cara yang tidak sesuai dengan keadaan senyatanya". Kata-kata kunci dalam pengertian di atas adalah nomina (kata benda) namun perlu difahami bahwa proses mem-benda-kan tersebut tentunya adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh subyek perumusnya.

Kita dapat meminjam pengertian dalam Ilmu Komunikasi untuk aktifitas tersebut yaitu proses encoding atau meramu semua informasi, pengetahuan, dan faktor kognitif lainnya menjadi rumusan pesan yang akan ditransmisikan.

Pada tahap inilah dapat dirancang apakah pesan yang akan disampaikan nantinya akan menjadi informasi nyata atau menjadi informasi bohong? Tahap ini penting karena, kembali meminjam konsep Komunikasi, tahap berikutnya adalah penyampaian atau pengiriman pesan. Pada tahap ini rentan terjadi gangguan (noise) dalam prosesnya yang bisa mengubah muatan pesan yang dikirim dan ditangkap berbeda oleh penerima pesan.

Tahap selanjutnya adalah proses menguraikan (decoding) pesan yang diterima. Sebagaimana tahap encoding, pada tahap decoding faktor kognitif atau preferensi penerima pesan juga akan mempengaruhi ketepatan pesan dimaknai.

Tahapan-tahapan di atas penting diketahui kalau kita ingin meredam merebaknya penyebarluasan berita bohong dalam kehidupan kita. Petuah leluhur kami di Sulawesi Selatan mengatakan "dua hal penyebab perselisihan di antara manusia yaitu hal yang tidak diketahui dan hal yang tidak sepenuhnya difahami".

Bayangkan kerugian akibat perselisihan atau pertengkaran yang terjadi hanya karena tidak atau kurang difahaminya apa yang menjadi obyek perselisihan atau pertengkaran tadi. Dalam Komunikasi, pesan dan penyampaian pesan harus disesuaikan dengan target yang disasar. Ya itu tadi maksudnya, agar tidak banyak gangguan yang terjadi, pesan sampai dengan efektif dan tidak terjadi perselisihan.

Dengan masifnya media sosial masuk ke semua ruang kehidupan kita dewasa ini, informasi justru datang bagai hujan lebat mengguyur. Entah darimana sumbernya dan entah kepada siapa sebenarnya informasi tersebut ditujukan, nyatanya kita ikut terpapar. Saran kesehatan, nasehat agama, tawaran menjadi kaya dengan cepat, kutipan kata-kata bijak silih berganti mengkonsumsi kuota paket data yang kita miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun