Mohon tunggu...
Alvin Malana
Alvin Malana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

|Mountain Guide |Traveller | http://alvinmalana.com/ |

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Fenomena Gerakan Mak Crit Mak Plekentur

1 September 2015   23:21 Diperbarui: 1 September 2015   23:44 114767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Seorang anak yang membawa tongkat kayu sedang mendaki Gunung Merbabu melalui jalur Suwanting bersama teman-temannya."] [/caption]Sebagai pendaki profesional yang telah lama bergelut dalam bidang pergunungan Indonesia (Emang aku sudah kemana saja? Mengaku profesional? Lho, ini kan tulisan satir) , saya harus berbangga hati beriring sombong dengan banyaknya pendaki yang memenuhi puncak-puncak klimaks perbukitan, pucuk-pucuk orgasme pegunungan.

Misi memperkenalkan Indonesia itu indah Gaess! Berhasil, sukses besar! Ini menandakan bahwa gunung bukan lagi menjadi tempat topo broto, mengangkangi keramaian dengan bersepi-sepi sunyi untuk sebuah ketenangan lahir dan batin. Tapi, telah menjadi tempat adu pamer kontes selfie di ketinggian, tempat kebun surga memetik edelweiss seenaknnya, berpindahnya sampah tempat pembuangan akhir (TPA) kota ke pos-pos sebelum puncak, arena bunuh diri konyol dengan tersesat di jurang-jurang. Juga ajang pamer kekonyolan-kekonyolan unik lainnya, mulai dari budaya leluhur berupa mencoret-coret batu dan pepohonan, ajang  tempat bakar-bakaran rumput dan kayu pohon sak enak udele dewe, bahkan bendera merah putih pun tak luput dari coretan kreatifitas anak-anak kurang piknik ini.

Semua itu tentu dengan banyak sebab. Mulai dari banyaknya akun sosial media traveling, menjadi tempat unjuk kreatifitas petualang jiwa muda yang haus dan lapar belaian sayang. Dengan mengunggah sebuah foto berharap direpost, banyak yang ngelike, syukur-syukur banyak follower. Kan, kalau banyak follower bisa jadi agen endorse macam-macam produk? Tentu duit berdatangan dong? Apalagi lagi sedang musim toh, mencomot meme-meme dan kutipan kuwot-kuwot penulis tanpa diberi sumber. Semata-mata mencari duit dengan menghadirkan agen endorse tadi yang sudah dikontrak agen-agen pelangsing badan, pembesar payudara, pengecil anu. Ada juga acara-acara tipi yang menghipnotis kita utk ngetrip. Sebut saja acara mak crit mak plekentur. Siapa sih yang gak pengen ngetrip setelah nonton acara tersebut? Saya saja pengen kok. Apalagi dibayarin. Eh, dapat duit lagi. Memperkenalkan alam Indonesia yang luar biasa.

Tentu bangga dong? Carut marut di semua lini kehidupan saat ini membuat tak ada yang bisa dibanggakan dari Indonesia, ya kecuali ngetrip itu. Memang, acara ngetrip-ngetrip biasa diselingi petuah-petuah tentang lingkungan Tapi hal ini tidak diimbangi dengan kesadaran lingkungan dan manusia oleh penonton. Karena yg terpenting kemolekkan dan keindahannya. Pokoknya ngetrip! Sak modare! Semua hal tersebut berbanding terbalik dengan adek-adek unyu-unyu belia yang saya temui saat berpapasan pada 17 Agustus 2015 di antara Pos 3 – 2 Gunung Merbabu via Suwanting. Mereka berasal dari Desa Tretes di bawah kaki barat Gunung Merbabu yang sedang dilanda kekeringan. Saya bertanya:

Aku: ”Dek, mau piknik?”

Adek: ”Ya mas mau ke puncak Merbabu”

Aku: ”Lho, kok gak bawa tenda, makanan dan alat mendaki?”

Adek: ”Wah saya sudah biasa mas, saya orang sini, asli Desa Tretes. Nanti maghrib paling sudah turun lagi. Saya mau kasih tahu para pendaki.”

Aku: ”Owalah”

Adeek: ”Eh, mas kalau ambil air di Pos 3 yang hemat ya Mas. Soalnya Desa Tretes kekeringan, karena ambil sembarangan terus pipa ada yang bocor. Gara-gara pendaki yang tidak membawa air memadai, lihat pipa langsung dijebol untuk bekal minum. Akhirnya Desa bawah kekeringan. Lahan pertanian jadi jelek bahkan gagal panen.”

Aku : (Gak bisa ngomong hanya terpaku)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun