Mohon tunggu...
Alvi Anugerah
Alvi Anugerah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis jika sedang menggebu-gebu

Humaniora Universal.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

#LanjutinCerita The Last Wishes

31 Maret 2018   16:48 Diperbarui: 31 Maret 2018   16:59 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrator: @Alvianugerah & @vanessamyrn

Akhirnya, saya berani mengambil keputusan ini: Meminta kepada ibu dan adik untuk memanggil dokter malam ini ke rumah untuk menyuntik mati saya. Saya sudah sangat lelah melewati segala drama sakit ini.

Padahal, saya baru 7 hari sakit. Sakit yang membuat saya bingung. Sakit yang membuat saya iba dan jadi tak tega melihat respon orang-orang yang menjenguk saya. Mereka yang jenguk kebanyakan memasang tampang sedih, tak tega, dan jijik. Apa sih yang mereka lihat dari saya?

Padahal, kalian tahu apa? Saya bersumpah demi apapun, saya sama sekali tidak merasakan sakit. Saya merasa sangat sehat. Tidak seperti yang ibu dan adik saya katakan 6 hari belakangan ini. Mereka bilang kalau di badan saya tumbuh bintik-bintik merah darah. Bintik-bintik itu berjejal padat memenuhi tubuh saya,katanya. Begitu malam tiba, bintik-bintik merah akan tumbuh menjadi benjol-benjol kecil yang menyeramkan. Kata mereka, wajah saya selalu meringis kesakitan dan berubah jadi derai air mata ketika saudara dan handai taulan datang menjenguk bergiliran.

Di hari keempat, dokter yang datang dengan wajah serius berpikir terlalu dalam itu memvonis saya dengan nama penyakit dari bahasa latin yang membuat saya bingung. Kata dia yang telah malang melintang di dunia kedokteran selama 20 tahun, penyakit saya adalah penyakit pertama yang ditemukan. Belum pernah terjadi kepada mahkluk apapun di muka bumi ini.

Padahal, kalian tahu apa? demi apapun, saya sama sekali tidak merasakan sakit itu! Mata kepala ini sama sekali tidak melihat bintik merah dan benjol-benjol kecil menyeramkan itu. Saya merasa tubuh saya sehat wal afiat. Saya tidak pernah meringis kesakitan juga. Tapi, mengapa mereka semua begitu kompak menghakimi saya begitu, ya? konspirasi macam apa ini?

Ya sudah. Saya putuskan saja. Suntik mati saya. Saya tak mau kegaduhan beda persepsi ini menghancurkan saya. yang sakit siapa, yang ribet siapa. Biarlah. Nggak apa-apa. Malaikat harusnya tahu, siapa yang jadi penyebabnya.

Saya pun berlaga layaknya orang-orang yang sudah tahu kapan ajal datang menjemput. Saya mengajukan Dua permintaan terakhir kepada ibu dan adik: Makan sayur asem dan ikan gabus ditemani dengan Ginny, mantan kekasih yang sudah 5 tahun tidak berjumpa dengan saya.

Ginny, mantan kekasih pertama sekaligus termontok yang pernah saya miliki itu sebenarnya sudah tahu saya menderita "penyakit" ini. Begitu adik saya menghubungi serta menjabarkan permintaan terakhir saya, Ginny yang awalnya agak berat hati kemudian mengiyakan. Ya kali dia tidak mau menyenangkan orang yang akan mati sebentar lagi.

Jam 4 Sore.

Suara Ginny terdengar dari pintu depan. Suara permisi yang sudah lama tidak saya dengar. Dulu, Ginny hampir tiap hari main ke rumah. Semenjak putus hubungan 5 tahun lalu itu, Ginny tak pernah ke sini lagi.

Terdengar suara adik dan ibu yang sumringah menyambut. Dengan sedikit memaksa, adik menarik tangan Ginny ke kamar saya. Sementara ibu melanjutkan racikan sayur asemnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun