Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Relaksasi Beragama

21 Juli 2017   03:34 Diperbarui: 21 Juli 2017   09:04 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

WOW, Menag Lukman mengamini wacana 'relaks dalam beragama'. Sungguh HEBAT! Kalau yang omong Menkeu atau Menteri 'umum' bolehlah. Kalau yang omong kelas ecek-ecek seperti #Kolektor_Kecebong, bolehlah. Tetapi ini Menteri Agama = Atasan saya. Waduh! Mohon maaf, mari saling ingatkan:

#relaks = santai, tidak tegang; #relaksasi = pengenduran, pemanjangan (tt otot) (KBBI). #beragama yang saya pahami berarti memeluk (akidah), mempelajari (syariah), sekaligus mengamalkan (akhlak) ajaran 'tidak kacau' (etimologi 'agama' alias aturan) itu. #relaksasi_beragama berarti pengenduran dalam ber-trilogi aturan itu.

Waduh, berhadapan dengan dunia 'grunge' (jungkir-balik) kini, ada proses denial dan wasted fungsi-posisi agama, ada upaya merendah-hatikan, merendah-dirikan sebagai agamawan, oleh pucuk-nya pula!

JAS MERAH: #gegana (gelisah, galau, dan merana) Nabi Muhammad SAW hingga sakratulmaut beliau masih memikirkan nasib umat, nasib seluruh umat manusia (karena Nabi SAW, nabi terakhir): Ummatii, ummatii, ummatii, ... shalluu, shalluu, shalluu! (umatku ... shalatlah). Mengapa #shalat? Karena shalat manifestasi pembesaran Tuhan (takbiiratul ihraam) sebagai 'abdullaah (pelayan Tuhan) serta diakhiri salam, yakni: penebaran keselamatan melalui kasih sayang dan keberlimpahan (assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh) sebagai khalifah fil ardl(pelayan makhluk).

Subhaanallaah, walhamdulillaah, astaghfirullaah, walaailaahaillallaah, wallaahuakbar; shallaallaahu'alaamuhammad shallallaahu'alaihiiwasallam ... #relaksasi_beragama berarti selama ini beragama KITA itu kompensasi hingga stres, maka butuh refresh, butuh cuci mata, cuci otak, biar segar kembali, biar beragama kita 'santai' lagi. WOW!

Hihi, mengapa beragama kalau bikin stres? Justru dengan beragama, hidup kita lebih santai karena dari agama kita jadi tahu ada 'kehidupan' lain setelah kehidupan di dunia ini. Jadi, kita bisa siap-siap menyambut kehidupan itu setelah mengalami kematian di dunia ini.

Dengarlah cerita 'hijrah' Harry Mukti, mantan rocker itu: Di masa jayanya, ketika agama dia jauhi, pernahkah dia menemukan ketenangan? Padahal segala apa tinggal jentik jari, maka terpenuhi. Justru ketika dia beragama, mendekati agamanya, dia menemukan ketenangan, malah dia jadi ustadz kini, jauh dari kehidupan glamor yang melenakan, menyesatkan mata-hatinya. Ya, dunia ini perhiasan yang menipu. Sengaja diciptakan Tuhan sebagai ajang pembuktian kesadaran diri sebagai 'abdullaah dan khalifah fil ardl.

Pengakuan frasa 'relaksasi beragama' dalam wacana dan lokus terbatas bolehlah; tetapi terekspos ke dunia luas; hati-hati, ada tanggung jawab moral yang mahabesar karena level 'Menteri' gitu loh. Bapak sadar/tidak sebagai Menteri Agama?

OK, saya akan berbaik sangka bahwa #relaksasi_beragama yang dimaksud adalah sikap dan perilaku (beragama) yang menebar kasih sayang (rahmatan lil 'aalamiin), yang tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Umat beragama diharapkan menjadi agen-agen kedamaian. Namun justru, pengaminan secara sepihak tersebut mengundang tanda tanya besar: apa ada yang salah dengan 'agama'; apa ada yang salah dengan perilaku 'agamawan'?

Penilaian benar/salah kepada agamawan oleh agamawan sungguh zalim karena telah melampaui wewenang Nabi, padahal kelas Nabi pun hanya sebagai pengingat dan pembawa berita gembira. Artinya: Nabi mengingatkan umatnya agar berperilaku sesuai (ajaran) agama; karena kalau tidak, ada konsekuensi sanksi (punishment) dari agama itu. Kemudian Nabi meng-kabarkan bahwa siapa yang berperilaku sesuai ajaran agama, maka akan mendapat pahala (reward).

Pak Menag, dari kisah sakratulmaut Nabi itu, sesungguhnya kita telah sepakat bahwa agamawan itu tidak egois; tidak memikirkan kepentingan/keuntungan dirinya sendiri. Apa yang kurang pada diri Nabi SAW? Sudah di-ma'shum, menjadi kekasih Tuhan, tetapi masih ber-istighfar; masih memikirkan nasib alias masa depan orang lain pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun