Mohon tunggu...
Devi Yustika Nurbayan
Devi Yustika Nurbayan Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Banyak hal yang belum mampu terdefinisi oleh diri. Menyadari akan pentingnya suatu definisi maka diri perlu banyak memahami dan mempelajari akan kehidupan yg haqiqi. Sejatinya kehidupan inilah yg memberi banyak definisi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspada, Hati Lebih Mengetahui.

28 Desember 2018   10:13 Diperbarui: 28 Desember 2018   10:27 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penuh lara hati ini kecewa pada diri sendiri. Kemarin seolah hidup berjalan damai, tanpa ada masalah maupun gelisah. Santai duduk manis didepan tv, membaca koran sembari minum kopi. Kemarin, hidup seolah tak ada beban, santai seakan agenda yang begitu berjajar hilang dari ingatan. Waktu menjadi sia-sia. Seketika, hati selalu berbisik, "kau sedang apa?", Namun diri tak terima.

Sayup sayup terdengar suara adzan, arti dari panggilan tuhan; diri masih berdiam asyik bermesra dengan instagram . "Tunggu, sebentar lagi. Dua menit lagi", terus saja seperti itu. Sadar itu salah namun masih saja dilakukan seakan tuhan mewajarkan perbuatan diri demikian. 

Lima belas menit berlalu, diri beranjak mengambil air wudhu tanpa semangat dihati. Shalat pun seolah "kejar tayang" tak mengindahkan bacaan, maupun gerakannya. "Dzikir dulu, baca Al-quran! ", ucap hati. Tapi apalah daya kekuatan musuh lebih besar berpengaruh meracuni akal ini untuk hiraukan kata hati.

Terlihat sepele bukan ? Jika menerawangi hati, teriris kesakitan. Penuh luka hingga lebam membusuk. Mengetahui bahwa sang majikan tak beri nutrisi kepadanya ; dzikir, lantunan Al-qur'an, amal kebaikan, mengindahkan ibadah dan lain sebaginya. Sakit, jika diri telah menyadari kesalahan apa yang telah terjadi hari hari kemarin. 

Menyempatkan waktu ibadahpun pongah, serasa sulit. Berdo'a saja bla bla bla 'secuil', angkuh seakan diri memiliki segalanya di alam semesta ini. Tak seperti cara diri meminta pada illahi; meminta segalanya dengan penuh paksaan dan meminta untuk disegerakan segala kebutuhannya. It's not balanced. Sungguh sakit, jika mengingat semua itu; menjadi hamba yang hina dina tak mengingat sedikitpun kematian maupun lembaran dosa.
*******
Beranjak kepada kebenaran dan kembali kepada aturanNya, itulah yang hendak dilakukan ketika seorang hamba mengalami futur. Seraya meminta ampun kepada sang illahi, dan mengakui segala kesalahan dengan serendah rendahnya diri. Allah maha pengampun dan menyukai orang orang yang bertaubat kepadaNya.

Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Qs.Az-Zumar : 53)
Bertolak dari ayat tersebut, bahwa ayat ini membukakan pintu dengan seluas luasnya bagi orang yang berdosa dan berbuat kesalahan. Bagaimana tak malu dengan ayat tersebut jika diri ini masih saja berbuat dosa dan tidak ingin bertaubat kepadaNya ?

Begitu luasnya rahmat Allah yang diberikan untuk hambaNya. Maka, tak apa jika kita tamak terhadap rahmatNya. Dengan begitu marilah kita kembali kepadaNya dengan mengindahkan segala bentuk perintahNya dan laranganNya. Semoga menjadi ladang amal dan tabungan kita kelak. 

Sejatinya tidak ada seorangpun tahu kapan ajal kematian itu datang, hanyalah sang khalik yang mengetahui masa hidup seseorang didunia ini. Cukuplah Dia yang menjadi orientasi hidup kita didunia.

"Hati lebih tau, dari yang kamu kira" Vena.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun