Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mas Nadiem Bukan Menteri Lima Ratus Miliar, Loh!

29 November 2019   11:34 Diperbarui: 29 November 2019   11:59 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar diolah secara pribadi dari beberapa sumber

Dalam pekan ini, sempat viral mahar 500 miliar untuk menjadi menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM). Narasi mahar ini yang dilontarkan oleh Humprey Jem'at, politisi PPP dan juga pengacara beken Humprey Jem'at. Persepsinya memang demikian walaupun tentu saja itu perlu dilihat kasus per kasus dan tidak dapat digeneralisir.

Bagaimana dengan sosok cerdas dan rendah hati ini? Tadinya ada juga persepsi itu di diri penulis mengingat sosok menteri termuda KIM ini berasal dari keluarga kaya, Nano Anwar Makarim.

Selain itu, sosok yang menempuh sekolah menengah di Singapura dan jenjang perguruan tinggi di beberapa universitas di Amerika Serikat, dengan biaya miliaran rupiah jika tidak mendapat scholarship,  yang terakhir dengan gemilang meraih award MBA dari Harvard University, yang juga sekolah yang sangat mahal,  itu memiliki rekam jejak gemilang di beberapa perusahaan swasta dan terakhir sebagai pemilik dan CEO GoJek. 

Dengan kata lain, seluruh karir Beliau ada di perusahaan swasta. Orientasi perusahaan swasta tentu saja adalah 100 persen maksimalisasi laba.

Dalam nuansa perilaku orang swasta, tergoda kita membuat kalkulasi. Mahar 500 miliar, jika itu nyata, dengan mengelola anggaran Kemendikbud yang tahun 2020 sekitar Rp37 triliun dan dengan masih tetap berlanjutnya persepsi kebocoran APBN dalam rentang hingga 40 persen, maka itu rasanya uang 500 miliar dalam lima tahun menjadi sangat kecil sekali. 

Tapi, hal yang menyakitkan itu tentu saja kecil sekali, jika tidak hampir mustahil berlaku bagi sosok cerdas dengan jangkauan karir di pemerintahan dan politik yang masih sangat panjang ini. Pikiran yang demikian yang biasa merasuk setiap ekonom termasuk penulis sendiri, spontan penulis buang jauh-jauh. Penulis lebih fokus mengikuti dan menunggu langkah konkrit lejitan kemajuan pendidikan Indonesia dalam lima tahun ke depan dibawah nakhoda belia ini.

Penulis sungguh kagum mendengar video pidato pelantikan Beliau tanggal 23 Okotber yang lalu. Dalam video yang tersedia di kanal Youtube ini, Beliau dengan rendah hati mengatakan bahwa ia sama sekali nol dalam sistem dan tata kelola pendidikan Indonesia.

Mas Nadiem, begitu panggilan yang disukainya, mengatakan bahwa ia akan belajar dengan para pakar pendidikan dan para pejabat Eselon I yang hadir dalam acara pelantikan itu. Ia siap menjadi murid dan mendengar dengan baik apa yang akan disampaikan oleh para pakar dan pejabat tinggi negara dalam lingkungan Kemendikbud. 

Narasi mendengar selama 100 hari Mas Nadiem ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat. Riuh sekali aspirasi masyarakat yang disampaikan dalam berbagai media.

Misalnya, Viral, 6 Pesan Pak Guru untuk Mendikbud Nadiem Makarim, yang dirilis oleh OkeNews, 2 November 2019. Enam aspirasi tersebut terkait dengan: (i) perbaikan data SDM; (ii) masalah kesejahteraan dan masa depan guru honorer; (iii) penyederhanaan kurikulum; (iv) bahasa Inggeris masuk kurikulum SD; (v) penyederahaan administrasi guru, dan (vi) zonasi penerimaan murid baru.

Juga, Kompas.com merilis pernyatan Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Jos Johan Utama, 24 Oktober yang lalu. Menurut Jos, Nadiem memiliki pola berpikir out box dan ini sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi kemajuan pendidikan Indonesia. Walaupun demikian, Rektor Undip Semarang ini mengatakan masih menunggu langkah konkrit Nadiem dalam 100 hari ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun