Mohon tunggu...
Allan Maullana
Allan Maullana Mohon Tunggu... Teknisi -

Bukan siapa-siapa. Bukan apa-apa. Hanya remah-remah peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Temanku adalah Temanmu

29 Agustus 2017   09:33 Diperbarui: 29 Agustus 2017   09:41 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa bulan ini teman saya selalu ingin lebih cepat pulang ke rumah. Pasalnya sederhana ia cuma ingin cepat-cepat istirahat setelah lelah bekerja. Terkadang dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan beberapa teman yang sudah lama tak berjumpa. Mulai dari teman dekat, teman ngobrol sampai teman yang sekedar pengakuan kalau dia temannya juga.

Wahai teman, temanmu sama sepertimu. Makan nasi, minum air, menghirup udara, punya rasa lelah, dan punya kehidupan juga sama sepertimu. Punya perasaan sedih atau senang yang sama sepertimu. Jangan begitu pertama jumpa langsung ditembak dengan kata sombong, sudah lupa denganmu. Cobalah sapa dia dengan sapaan yang menyenangkan, tanya kabar, lebih-lebih rangkul dan ajak dia ke kedai kopi untuk traktir secangkir espresso atau robusta.

Kalau kamu melihat dia tak nampak di kehidupanmu, mungkin saja dia sedang sibuk dengan segala urusannya. Mungkin dia sedang terfokus pada sebuah pekerjaan. Mungkin dia sedang terfokus bersama keluarga, membangun sebuah quality time untuk keluarga.

Kalau kamu lihat dia tak pernah bersedih, itu bukan berarti dia tak bersedih. bukan berarti dia selalu gembira. Itu karena dia pintar menutupi segala kesedihan yang dia rasakan. Jadi jangan pernah merasa hidupmu lebih menderita dari pada dia. Jangan pernah merasa hidupmu paling sengsara dan memposisikan dia sebagai teman yang hebat, teman yang kuat, teman yang tangguh, teman yang baik, teman yang mampu menolong. Kemudian ketika kamu meminta pertolongannya dan dia tak bisa menolongmu, dengan seketika pikiranmu membabi buta dan bilang kalau dia sombong, pelit, gak punya rasa solidaritas. 

Di satu sisi yang tidak diketahui bisa jadi dia lebih menderita, lebih bermasalah, lebih sedih. Hanya saja ia tak mau menunjukan itu semua. Jangan sampai hidupmu mempersulit temanmu. Tidak ingin repot tapi secara tidak sadar merepotkan temanmu. Mari belajar kalau hidup itu harus dipertanggung jawabkan oleh dirimu sendiri. Jangan ketika gembira kita nikmati sendiri, begitu susah meminta bantuan punggung teman untuk memanggul beban hidup dan masalahmu.

Sebelum kamu meminta pertolongan dan menuntut dengan kata solidaritas, coba menghadap ke cermin lalu bertanyalah : seberapa sering kamu melakukan hal itu kepada teman-temanmu?

Lalu, dengarkan jawaban jujur sejujur-jujurnya dari sosok paling jujur yang berada di dalam cermin.

_____________________

Di adaptasi dari tulisan Phutut EA yang berjudul Teman.

Pertama kali dipublish pada Facebook dalam gelaran Nulis Random Juni 2017 Hari ke-7

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun