Mohon tunggu...
Mukti Ali Bin Syamsuddin Ali
Mukti Ali Bin Syamsuddin Ali Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer di OPP

Suaminya Novi, ayahnya Sheikha, domisili di kampung tengah, dekat kampung monyet, Jakarta Timur.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Abbah Jappy Sang Kritikus...

1 Agustus 2012   01:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:23 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalo ada pemilihan penulis paling semangat dalam mengkritisi prilaku umat Islam di kompasiana ini maka tampa perlu berpikir lama semua orang akan menunjuk Abbah Jappy, hampir semua fenomena umat Islam tanah air di kritiknya mulai dari FPI hingga yang terakhir yakni soal TPM ( Tim Pembela Muslim) Tulisannya yang agak ''netral'' adalah tentang kelakukan seorang Prof pengusung bendera liberal.

Salah satu ciri Abbah Jappy adalah dia tidak segan segan menghapus komentar sampah, tentu saja yang berhak menentukan sampah atau tidak sampahnya  sebuah komen adalah abbah jappy sendiri, di sinilah saya melihat sosok Abbah sebagai seorang yang ''aneh''. Di satu sisi dia dengan sangat bebas mengkritisi prilaku umat Islam tapi di sisi lain dia tidak siap berbeda pendapat.

Mengapa saya katakan tidak siap? Karena dia selalu menghapus komen yang di anggapnya sampah, padahal Segalak apa pun komentar yang masuk ke tulisannya seharusnya tidak perlu dia hapus, dengan demikian  pembaca bakal mengetahui tidak semua orang sependapat dengan apa yang di tulis oleh abbah Jappy.

Mungkin inilah penyakit akut bangsa ini, gemar mengkrtisi tapi dirinya sendiri anti kritik, kalo memang sudah berani mengkrtisi  prilaku sebuah umat  mestinya  adil dong,  jangan komentar yang sepaham di biarin tapi komentar ''sampah''  langsung di hapus.

Sah sah saja menulis berbagai fenomena yang berkaitan dengan prilaku sebuah umat beragama tapi ada tapinya,  karena masalahnya agak sensitif sang penulis kudu punya kepekaan dengan kata lain dia mesti pintar meraba perasaan umat yang di tulisnya.

Kalo kira kira tulisannya bakal ''heboh'' mending di endapin dulu deh, cek  lagi segala fakta dan data, sehingga kalo ada yang kontra, kita dapat mempertanggung jawabkan isi tulisan kita, oya, jangan ada kesan mendikte umat yang kita kritisi, tayangkan aja fakta yang terjadi di lapangan.

Kita memang dapat saja ''pintar'' tentang agama orang lain, tapi tetep saja sebagai ''orang luar''  kita tidak dapat sepenuhnya paham apa yang di rasakan oleh pemeluk agama tersebut,  mungkin menurut kita apa yang kita tulis sebuah hal yang biasa tapi bagi umat yang agamanya di tulis itu merupakan  hal yang luar biasa.  Sekali lagi agama itu berlapis seperti kulit bawang. Ada irisan terdalam yang hanya dapat di pahami oleh pemeluk agama yang bersangkutan.

Sebagai ''orang luar'' seharusnya Abbah Jappy lebih berhati hati lagi jika mau menulis tentang Prilaku umat Islam, jangan sampai timbul kesan Abbah Ini punya tujuan tujuan tertentu, misalnya membuat citra umat Islam menjadi tercemar.

Oya, sebagai tambahan, kalo Abbah Jappy banyak mengkritisi prilaku umat Islam saya belum menemukan penulis lain di kompasiana ini yang hobinya mengkritisi kelakuan umat beragama  yang di anut oleh Abbah Jappy, pertanda apakah ini?

Coba kita tanyakan sama sama pada rumput yang bergoyang...

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun