Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menelisik Potensi Pantai Santolo dan Cilaut Eureun di Garut Selatan

16 Maret 2017   15:58 Diperbarui: 18 Maret 2017   00:53 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KETENARAN pantai Santolo di kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, kalah jauh pamornya dengan pantai Pangandaran di Kabupaten Ciamis. Padahal pantai Santolo sudah dikenal sejak jaman Belanda. Selain itu, kedua pantai ini sama berada di laut Selatan. Akan tetapi, perkembangan pantai Santolo, jauh tertinggal ketimbang pantai lainnya. Terutama kehidupan para nelayannya.

Letak pantai Santolo, diantara kecamatan Pameungpeuk dengan kecamatan Cikelet. Sementara di sebelahnya, ada pantai Sayang Heulang. Kedua pantai ini,  dipisahkan aliran sungai yang bermuara ke Cilauteureun. Jika dari arah kota Garut, jaraknya sekitar 88 km atau tiga jam perjalanan dengan kendaraan. Jalan menuju ke pantai Santolo sudah bagus dan mulus.  Sementara itu, dari kota Kecamatan Pameungpeuk jaraknya sekitar 7 km.

Cilauteureun, adalah sebuah laguna yang airnya seperti berhenti mengalir. Eureun artinya berhenti, itulah sebabnya dinamakan demikian. Padahal di sebelah timurnya ada Curugan, tempat unik dan langka, bahkan di seluruh dunia. Di Curugan, bukan air sungai yang mengalir ke laut, tetapi sebaliknya air laut yang mengalir ke sungai. Kemudian berpadu di Cilauteureun tadi. Fenomena ini hanya ada di Garut dan Perancis.

Di sini ada jembatan loci yang menghubungkan pantai di sebelah Utara dengan pulau Santolo, kini sudah tak ada, namun tiang pancang jembatan yang dibangun Belanda itu masih nampak. Begitu juga pelabuhan yang dibangun jaman Belanda, masih ada. Dari pelabuhan inilah, dikapalkan hasil perkebunan seperti karet dari perkebunan karet Miramareu dan teh dari perkebunannya di Cikajang.

Nampak jajaran perahu nelayan di dermaga muara Cilauteureun. Terlebih saat paceklik seperti sekarang ini, akibat musim tak menentu. Perahu yang besar dan kecil, nyaris memenuhi laguna itu. Pemandangan ini, sebenarnya suatu yang eksotis bagi para fotografer atau pelukis.

Namun bagi para nelayan, ini merupakan penantian yang membosankan. Sebab dalam musim yang tak tentu ini, nelayan seperti kata pepatah “ibarat makan buah simalakama, tak dimakan bapa mati dimakan ibu mati”. Jika nelayan melaut hasil yang didapatkan tak sebanding dengan pengeluaran, namun jika tak melaut maka tak ada penghasilan.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
“Seharusnya pada saat paceklik ini, pemda Garut harus turun tangan membantu para nelayan,” ujar Dadang (54) salah seorang nelayan di pantai Santolo.

Bagaimanapun antara pariwisata dan nelayan, seperti dua sisi mata uang. Satu sama lain tak bisa dipisahkan. Kehidupan para nelayan juga merupakan daya tarik wisata pantai. Sementara jika masa melaut sedang paceklik, sektor wisata harus dapat menghidupi nelayan.

“Padahal pantai Santolo lokasinya dari kota Bandung lebih dekat ketimbang pantai Pangandaran,” kata Dermawan Rusli (38) yang berlibur bersama keluarganya. “Bahkan saat ini, sudah ada jalan tembus ke Pangandaran, jadi jika ke pantai Santolo pulangnya bisa ke Pangandaran atau sebaliknya,” lanjutnya. Kehadiran wisatawan dapat membantu nelayan yang sedang tak melaut. “Jangan sampai nelayan kerja ke kota atau menjadi buruh tani,” katanya.

Dia juga menyarankan, adanya even seperti pesta  laut dan festival layang-layang atau acara lainnya, sehingga dapat menghidupkan gairah para nelayan ketika berhenti melaut. “Setidaknya para nelayan punya penghasilan sampingan,” katanya.

Dengan dibangunnya jalan jalur Selatan, dapat membangunkan potensi Garut Selatan yang lama tertidur. Boleh jadi, kehadiran jalan ini merupakan awal kemakmuran daerah Garut Selatan. Seperti dalam sebuah uga atau ramalan yang menyebutkan: isuk jaganing isi geto di basisir Garut kidul bakal ngadeg leuit salawe jajar, Saban jajarna aya salawe leuit nu masing-masingna dieusian salawe caeng.(Kelak suatu hari nanti di tepian pantai Garut Selatan ada dua puluh lima lumbung padi, setiap lumbung masing-masing berisi dua puluh lima caeng, se-caeng berisi 22 ikat padi,red.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun