Mohon tunggu...
Alfredo Pance Saragih
Alfredo Pance Saragih Mohon Tunggu... Pembelajar -

"Seseorang yang memilih untuk diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan" Kunjungi blog pribadi saya: https://alfredopance.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siantar Toleran Tidak Cukup

4 Maret 2017   17:18 Diperbarui: 4 Maret 2017   17:23 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
toleransi : pictaram.com || Surya Muhammad ( @suryamuhammad__ )

Menurut KBBI, toleran dapat diartikan bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Indonesia, sebagai bangsa yang beragam (suku, ras, agama dan antar golongan), kata toleran menjadi sebuah aspek penting sebagai tali pengikat persaudaraan dan persatuan bangsa. Tapi menurut saya, toleran tidak cukup. 

Toleran secara kasar dapat diartikan "membiarkan" orang lain berpikir, berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai-nilai yang dianut entitas masing-masing. Padahal, Indonesia sebagai sebuah bangsa yang  beragam perlu bersatu membangun pikiran, pandangan dan aksi dalam melakukan pembangunan (fisik dan non fisik) bangsa. Pembiaran orang lain hanya mengandalkan nilai-nilai dan ideologi nya dalam menjalankan kehidupan akan menimbulkan masalah kompleks.

Berbicara toleran, pada tahun 2015 lalu  Setara Institute, sebuah lembaga survei mempublikasikan bahwa Kota Pematangsiantar dinilai sebagai kota paling toleran seluruh Indonesia. Sebagai orang yang tinggal di kota ini, saya juga turut bangga atas penobatan Siantar sebagai kota paling toleran. Tapi bangga, semuanya sirna ketika menyusuri realita sehari-hari kota. Memang, aksi-aksi SARA lumayan jarang terjadi di kota ini. Sangat jarang kita dengar "dilarang membangun rumah ibadah", bentrok antar umat dan lain-lain.

Situasi Kota Siantar yang toleran saja menurut saya tidak cukup mejadi pondasi dalam membuat kemajuan di Kota ini. Justru saya khawatir kata 'toleran' dipretensikan menjadi hanya sekedar"membiarkan, tidak mengganggu atau mencampuri urusan orang lain". Iya, memang betul kita tidak tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain, tapi jangan lupa ada sistem yang mengatur kehidupan kita bersama.   

Kompleksitas persoalan di kota ini memerlukan komunikasi dan relasi yang intens dalam menghadapi ancaman globa, terutama akhir-akhir ini yang gencar dengan pembangunan-pembangunan baru, baik skala nasional maupun internasional. Salah satu contoh, saat ini sedang dilakukan pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi-Parapat. Dengan adanya tol ini, bisa jadi pengguna lalu lintas yang selama ini melintas dan singgah di Kota Siantar, pada akhirnya mereka tidak perlu lagi singgah di kota ini. Ketika hal ini terjadi, banyak pihak yang berpandangan bahwa Siantar akan menjadi kota mati.

Jalan Tol ini hanya satu dari seribu persoalan. Ada banyak persoalan lain, seperti pengelolaan pasar, tata kelola pajak daerah, BUMD, tata ruang kota, dan lain-lain. Tapi cukup pembahasan kita mengenai persoalan Siantar. Kita kembali ke konteks toleransi. 

solidaritas : dosenpendidikan.com
solidaritas : dosenpendidikan.com
Maksud penulis melalui artikel ini, toleransi memang baik, tetapi tidak cukup untuk melakukan pembangunan bangsa. Sudah saatnya yang toleran dinaikkan levelnya menjadi solidaritas. Sekali lagi, toleran tidak cukup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun